Kebiasaan petani menyimpan sepertiga dari hasil panen padi (gabah) mereka hingga sekarang tetap dipertahankan, sehingga persediaan beras tetap tersedia sepanjang tahun.
Lappo Ase yang menjadi tradisi warga turun-temurun di Sulawesi Selatan (Sulsel) tetap lestari dengan cara menyimpan padi di lumbung yang dibangun di samping rumah mereka di pedesaan.
Labbase, petani asal Wajo pemiliki dua hektare lahan sawah di kecamatan Pitumpanua, mengaku bahwa setiap usai panen ia menyimpan gabah seper tiga dari hasil produksi lahan garapannya.
"Saya rata-rata menyimpan persediaan gabah 100 karung untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan biaya anak sekolah yang bisa terjadi masa sulit, seperti musim kemarau maupun banjir," ujar Labbase.
Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulsel Lutfi Halide mengatakan, sebagai salah satu daerah lumbung beras nasional, Sulsel terus berpacu dan mempertahankan posisi penting itu untuk memasok kebutuhan beras nasional, khususnya untuk kawasan timur Indonesia.
Sulsel telah memberi kontribusi besar terhadap pencapaian target produksi dan ketahanan pangan nasional terbesar di luar Pulau Jawa, atau menempati posisi ke empat setelah Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Untuk peningkatan produksi di masa datang, Sulsel terus meraih sukses dalam capaian produksi beras nasional melalui perluasan areal persawahan dan penambahan irigasi di daerah sentra produksi yang masuk dalam wilayah "Bosowasipilu" yang meliputi kabupaten Bone, Soppeng, Sidrap, Wajo, Pinrang dan Tanah Luwu.
Dengan tingkat produksi yang signifikan tu, maka Sulsel mencapai surplus beras 2,2 juta ton pada triwulan III 2011 atau lebih cepat dari target pada 2012.
Surplus beras itu dicapai dari total produksi gabah sekitar 5,2 jua ton gabah kering giling (GKG) pada areal persawahan sekitar 900.000 hektare dengan kontribusi dari kawasan "Bosowasipilu" sekitara 70 persen.
Sulsel yang tercapat sebagai penyanggah pangan nasional sejak program Lappo Ase dicanangkan 1985 terus memacu diri dan melestarikan peningkatan produksi beras, termasuk untuk memenuhi kebutuhan beras di kawasan timur Indonesia (KTI).
Atas sukses itu, sehingga Gubernur Syahrul Yasin Limpo menerima sejumlah penghargaan dari pemerintah pusat di bidang pertanian di antaranya, berupa Satyalencana Pembangunan Pertanian, Satyalencana Wirakarya Pembangunan dan Adhykarja Pangan Nasional.
Selain itu, 20 bupati dan wali kota setempat juga menerima penghargaan di bidang yang sama, berkat kontribusi Sulsel sekitar tujuh persen total produksi beras nasional.
Sukses di sektor pertanian menjadikan Sulsel tak tergoyahkan sebagai provinsi surplus beras selama dua dasawarsa, termasuk surplus produksi jagung 1,5 juta ton dan pencapaian populasi sapi satu juta ekor 2011.
Pasok beras KTI
Kalau sejumlah daerah kekurangan pangan saat ini, justru Sulsel selama dua dasawarsa mengalami surplus beras, sehingga sebagian kelebihan pangan itu diantarpulaukan ke sejumlah provinsi, terutama kawasan timur Indonesia (KTI).
Salah satu yang mendukung Sulsel meningkatkan produksi dan mempertahankan posisi lumbung beras karena petani di daerah ini mengalami panen sepanjang tahun dalam dua musim tanam berbeda yakni padi rendengan dan padi gadu.
"Kalau di sektor barat turun sawah, maka di wilayah timur panen, begitu pula sebaliknya, sehingga terjadi panen sepanjang tahun dalam dua musim berbeda," ujar Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulsel Lutfi Halide.
Kepala Badan Ketahanan Pangan Sulsel Kasim Alwi mengatakan, pihaknya membuat program untuk meningkatkan produksi pangan, di antaranya mempertahankan tradisi petani membuat "Lappo Ase" untuk menyimpan gabah sebagai antisipasi kemungkinan terjadi masa paceklik akibat banjir, kekeringan maupun karena tanaman puso.
Lappo Ase, ujar Kasim, menjadi penting bagi kalangan petani karena berfungsi sebagai modal bagi anak-anak mereka untuk biaya melanjutkan pendidikan dan persediaan untuk konsumsi.
Program ini didukung bantuan dana melalui program pengembangan desa mandiri pangan untuk gabungan kelompok tani (Gapoktan) di 17 Kabupaten dengan anggaran Rp100 juta setiap Gapoktan yang diberikan secara bergulir setiap tahun.
Untuk tahun 2011 Badan Ketahanan Pangan Sulsel menyalurkan dana bantuan sosial itu pada 115 desa di 14 kabupaten sebesar Rp15 miliar.
Selain itu juga ada batuan Rp20 juta setiap Gapokan di 14 kabupaten serta dana pengembangan usaha agrobisnis pedesaan (PUAP) Rp10 juta/Gapoktan, kata Kasim Alwi. (T.S016/Z002)

