PBB, New York (ANTARA) - Wakil Duta Besar Rusia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Anna Yevstigneyeva mengatakan bahwa ada banyak aktor asing yang mencoba untuk mempercepat penanganan masalah terkait sengketa kekuasaan atas angkatan bersenjata di Sudan.
"Kita perlu menyadari bahwa krisis Sudan saat ini secara umum disebabkan oleh adanya upaya intervensi dari pihak asing yang mengganggu kedaulatan Sudan dengan mencoba melakukan rekayasa politik dan memaksakan nilai-nilai demokrasi mereka terhadap negara tersebut," kata Yevstigneyeva dalam sesi pengarahan Dewan Keamanan (DK) PBB tentang situasi di Sudan.
Perombakan sektor keamanan di Sudan, menurut dia, "adalah salah satu masalah paling rumit yang memerlukan perhatian khusus dan proses negosiasi yang menyeluruh."
"Pada saat yang sama, kita melihat banyaknya aktor eksternal yang mencoba memaksakan penyerahan kekuasaan kepada sipil, dan memaksakan sejumlah keputusan yang pada dasarnya tidak didukung oleh sebagian besar rakyat di sana," kata diplomat Rusia itu.
Pada kesempatan tersebut, Yevstigneyeva juga menyinggung perihal perjanjian Sudan Political Framework Agreement yang disepakati pada 5 Desember 2022 yang diharapkan dapat menjadi fondasi bagi transisi pemerintahan dari militer ke sipil.
Ia mengatakan bahwa terlepas dari adanya dukungan dari sejumlah negara, nyatanya kesepakatan tersebut gagal menjadi platform inklusif bagi berbagai angkatan bersenjata di Sudan.
Menurut dia, "format (perjanjian) itu mengabaikan sebagian penguasa politik di Sudan."
"Pendekatan semacam ini hampir tidak dapat membantu penyelesaian masalah secara komprehensif," kata Yevstigneyeva menambahkan.
Situasi di Sudan memanas menyusul perbedaan pendapat antara Panglima Militer Sudan Abdel Fattah al-Burhan dan pemimpin paramiliter Pasukan Pendukung Cepat (RSF) Mohammed Hamdan Dagalo. Keduanya merupakan pasangan kepala dan wakil kepala Pemerintahan Transisi Sudan.
Akar permasalahan antara kedua pihak tidak lain berkaitan dengan garis waktu dan metode dalam pembentukan angkatan bersenjata tunggal di Sudan, juga terkait siapa yang akan menjadi panglimanya -- antara seorang pejabat militer seperti yang diusulkan al-Burhan, atau seorang presiden sipil seperti yang ditekankan oleh Dagalo.
Pada 15 April, bentrokan antara kedua belah pihak pecah di dekat sebuah pangkalan militer di Merowe dan ibu kota Khartoum, dan berlanjut pada Selasa (25/4) terlepas dari sedang berlangsungnya masa gencatan senjata.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Sudan, sebanyak 600 jiwa telah melayang selama konflik berlangsung.
Sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan sebanyak 450 orang tewas, dan lebih dari 4.000 orang lainnya terluka akibat konflik tersebut.
Sumber: TASS-OANA
Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Diplomat Rusia: Pihak asing coba percepat reformasi militer Sudan
Berita Terkait
Menkeu: Waspadai kenaikkan harga komoditas akibat konflik geopoltik
Jumat, 26 April 2024 15:20 Wib
Menakar dampak konflik Iran-Israel terhadap ekonomi RI
Senin, 22 April 2024 13:12 Wib
Irak memperingatkan bahaya eskalasi militer di tengah konflik Israel-Iran
Minggu, 21 April 2024 18:37 Wib
Yordania menegaskan wilayah udaranya bukan medan tempur Iran-Israel
Sabtu, 20 April 2024 14:04 Wib
Analis: Konflik Iran-Israel menyebabkan penurunan di pasar ekuitas
Jumat, 19 April 2024 12:01 Wib
Iran: Krisis Timur Tengah berakhir jika Israel stop operasi militer di Palestina
Jumat, 19 April 2024 11:50 Wib
Analis ekonomi: Konflik Iran-Israel berpotensi mengganggu pertumbuhan ekonomi RI
Kamis, 18 April 2024 13:31 Wib
Kemen ESDM menyoroti pengaruh Selat Hormuz pada stabilitas harga minyak dunia
Selasa, 16 April 2024 13:49 Wib