Jakarta (ANTARA) - Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Republik Indonesia menetapkan tiga perusahaan minyak sawit sebagai tersangka korporasi dalam perkara dugaan korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, termasuk minyak goreng.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana di Jakarta, Kamis, menjelaskan ketiga perusahaan tersebut adalah Wilmar Grup, Permata Hijau Grup dan Musim Mas Grup.
"Berdasarkan putusan Mahkamah Agung yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan inkrah pada perkara minyak goreng, jadi penyidik Kejaksaan Agung pada hari ini juga menetapkan tiga korporasi sebagai tersangka," kata Ketut.
Dia menjelaskan ketiga perusahaan tersebut terbukti dalam perkara ini berdasarkan putusan MA yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap menimbulkan kerugian negara sebesar Rp6,47 triliun.
"Saya kira ini yang perlu saya sampaikan. Terbukti bahwa perkara yang sudah inkrah ini adalah merupakan aksi dari tiga korporasi ini sehingga pada hari ini juga kami tetapkan tiga korporasi ini sebagai tersangka," kata Ketut.
Sebelum ditetapkan tersangka, penyidik Jampidsus sudah melakukan penyidikan khusus terkait perkara korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, termasuk minyak goreng tersebut.
Dalam perkara tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya pada Januari 2021 sampai Maret 2022, telah selesai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) di tingkat kasasi.
Lima orang terdakwa telah dijatuhi pidana penjara dalam rentang waktu 5 hingga 8 tahun. Mereka masing-masing mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana, anggota tim Asisten Menko Bidang Perekonomian Lin Chen Wei, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Palulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, dan GM Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togas Sitanggang.
Dalam putusan perkara ini, terdapat satu hal yang sangat penting, yaitu majelis hakim memandang perbuatan para terpidana adalah merupakan aksi korporasi.
Oleh karena itu, majelis hakim Pengadilan Tipikor menyatakan bahwa yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi (tempat para terpidana bekerja) sehingga korporasi harus bertanggung jawab.