Bulog Sulselbar jamin stok pangan aman hingga akhir tahun
Makassar (ANTARA) - Perum Bulog Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) menjamin ketersediaan pangan dan beras hingga akhir 2023 meski kekeringan dampak dari El Nino mulai terasa di sejumlah daerah.
"Kalau angka (stok), sebenarnya tidak bisa kami sampaikan karena, setiap hari selalu ada evaluasi data. Terkait stok yang ada, Insya Allah sampai akhir tahun nanti cukup aman," ujar Pimpinan Wilayah Perum Bulog Sulselbar Muhammad Imron Rosidi di ruang kerjanya kepada wartawan di Makassar, Selasa.
Menurut dia, fenomena El Nino tentu berdampak pada harga beras di pasaran yang mulai merangkak naik. Di sisi lain produktivitas terus mengalami penurunan dikarenakan kekeringan lahan, sehingga menyebabkan harga beras naik.
"Untuk di Sulsel, karena daerah sentra produksi, daerah penyangga untuk beras, dan ketika daerah lain sudah selesai panen, banyak datang ke Sulsel baik pelaku usaha, pedagang beras, hingga akhirnya terjadilah tawar menawar di sini, di mana harga yang tinggi yang mendapatkan (beras)," ungkap dia.
Hal ini kemudian membuat Bulog kesulitan untuk merealisasikan target penyerapan beras, disebabkan harga gabah atau beras sudah di atas Harga Pembelian Pemerintah atau HPP.
"Bulog sendiri memiliki stok cukup aman, sampai akhir tahun. Tapi, penyerapan CBP (Cadangan Beras Pemerintah) relatif kecil karena harga di pasar di atas CBP. Namun tetap penyerapan sesuai jumlah kebutuhan," katanya.
Ia mengemukakan, mengingat produksi menurun maka terjadi tarik menarik harga sehingga efeknya kepada Bulog dan untuk segmen Public Services Obligation (PSO) penyerapannya kecil karena harga pasaran di luar masih di atas HPP.
"Untuk segmen PSO susah sekali melakukan penyerapan. Untuk HPP Bulog dipatok beras medium Rp9.950 per kilogram, sedangkan di pasaran sudah di atas Rp11 ribu," ungkap dia.
Kendati demikian, peluang serapan beras sejauh ini masih ada di wilayah Sulsel yang panen seperti di Kabupaten Sidrap, Bone, Wajo dan Pinrang. Sementara di daerah penghasil beras seperti Kabupaten Maros sampai Pangkajene Kepulauan (Pangkep) sudah habis pada Agustus lalu, kemudian bergeser ke wilayah utara.
Selain itu, Sulsel merupakan daerah produksi dan penyangga pangan nasional. Hal ini menjadikan para pelaku usaha berbondong-bondong ke Sulsel, dengan berasnya sudah dikirim ke mana-mana. Walaupun produksinya tinggi, tapi kebutuhan di luar Sulsel juga tinggi.
Pihaknya menekankan, Bulog tidak bisa bersaing dengan swasta, sebab ketika mematok harga, pelaku usaha atau pedagang lainnya akan menjadikan itu barometer harga.
"Kami nawar sekian, dia di atasnya. Ini dikhawatirkan bisa memicu inflasi. Tetapi, sebagai langkah antisipasi El Nino, ada program yang ditugaskan untuk Bulog yakni operasi pasar atau Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) mulai awal sampai akhir tahun untuk menjaga ketersediaan demi menjaga harga," paparnya.
"Kalau angka (stok), sebenarnya tidak bisa kami sampaikan karena, setiap hari selalu ada evaluasi data. Terkait stok yang ada, Insya Allah sampai akhir tahun nanti cukup aman," ujar Pimpinan Wilayah Perum Bulog Sulselbar Muhammad Imron Rosidi di ruang kerjanya kepada wartawan di Makassar, Selasa.
Menurut dia, fenomena El Nino tentu berdampak pada harga beras di pasaran yang mulai merangkak naik. Di sisi lain produktivitas terus mengalami penurunan dikarenakan kekeringan lahan, sehingga menyebabkan harga beras naik.
"Untuk di Sulsel, karena daerah sentra produksi, daerah penyangga untuk beras, dan ketika daerah lain sudah selesai panen, banyak datang ke Sulsel baik pelaku usaha, pedagang beras, hingga akhirnya terjadilah tawar menawar di sini, di mana harga yang tinggi yang mendapatkan (beras)," ungkap dia.
Hal ini kemudian membuat Bulog kesulitan untuk merealisasikan target penyerapan beras, disebabkan harga gabah atau beras sudah di atas Harga Pembelian Pemerintah atau HPP.
"Bulog sendiri memiliki stok cukup aman, sampai akhir tahun. Tapi, penyerapan CBP (Cadangan Beras Pemerintah) relatif kecil karena harga di pasar di atas CBP. Namun tetap penyerapan sesuai jumlah kebutuhan," katanya.
Ia mengemukakan, mengingat produksi menurun maka terjadi tarik menarik harga sehingga efeknya kepada Bulog dan untuk segmen Public Services Obligation (PSO) penyerapannya kecil karena harga pasaran di luar masih di atas HPP.
"Untuk segmen PSO susah sekali melakukan penyerapan. Untuk HPP Bulog dipatok beras medium Rp9.950 per kilogram, sedangkan di pasaran sudah di atas Rp11 ribu," ungkap dia.
Kendati demikian, peluang serapan beras sejauh ini masih ada di wilayah Sulsel yang panen seperti di Kabupaten Sidrap, Bone, Wajo dan Pinrang. Sementara di daerah penghasil beras seperti Kabupaten Maros sampai Pangkajene Kepulauan (Pangkep) sudah habis pada Agustus lalu, kemudian bergeser ke wilayah utara.
Selain itu, Sulsel merupakan daerah produksi dan penyangga pangan nasional. Hal ini menjadikan para pelaku usaha berbondong-bondong ke Sulsel, dengan berasnya sudah dikirim ke mana-mana. Walaupun produksinya tinggi, tapi kebutuhan di luar Sulsel juga tinggi.
Pihaknya menekankan, Bulog tidak bisa bersaing dengan swasta, sebab ketika mematok harga, pelaku usaha atau pedagang lainnya akan menjadikan itu barometer harga.
"Kami nawar sekian, dia di atasnya. Ini dikhawatirkan bisa memicu inflasi. Tetapi, sebagai langkah antisipasi El Nino, ada program yang ditugaskan untuk Bulog yakni operasi pasar atau Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) mulai awal sampai akhir tahun untuk menjaga ketersediaan demi menjaga harga," paparnya.