Makassar (ANTARA) - Kolokium internasional yang mempertemukan para akademisi dan peneliti dari Monash University Australia, Monash Indonesia dan Universitas Hasanuddin serta berbagai mitra siap meneliti dampak perubahan iklim di Makassar serta wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Dampak perubahan iklim yang tidak merata berdasarkan faktor sosio-struktural, kondisi ini yang menjadi salah satu dasar untuk meneliti komunitas rentan di wilayah tersebut," kata Peneliti dan Project Manager Monash Indonesia Yulisna Mutia Sari disela workshop di Makassar, Jumat.
Dia mengatakan ketiga lembaga yakni Monash University Australia, Monash Indonesia dan Universitas Hasanuddin dalam menjalankan peranannya menggandeng berbagai mitra di antaranya Gerakan Disabilitas Indonesia untuk Kesetaraan, Perkumpulan Jurnalis Lingkungan Hidup Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum Anak dan Perempuan Sulawesi Selatan, Kementerian Perempuan dan Anak RI.
Termasuk melibatkan penasehat eksternal dari Komnas Perempuan untuk mendukung dan memposisikan diri dan pengalaman peneliti bekerja dengan populasi rentan.
Kemudian memajukan komunitas-komunitas ini menuju masa depan yang berketahanan iklim, dan untuk berkolaborasi satu sama lain untuk mencapai tujuan penelitian.
"Kami dalam membangun model ketahanan iklim yang tahan masa depan dengan melibatkan komunitas (MoFCREC)," kata Yulisna.
Sementara itu, MoFCREC di Indonesia Timur, merupakan proyek penelitian yang dirancang bersama oleh interakademisi dan interdisipliner yang didanai oleh Koneski.
Para peneliti ini akan bekerja dengan komunitas rentan untuk mengidentifikasi tantangan terkait perubahan iklim dan mengembangkan strategi untuk memperkuat ketahanan iklim mereka.
Ketangguhan. Indonesia bagian timur merupakan kawasan prioritas intervensi perubahan iklim bagi pemerintah Indonesia dan Australia karena adanya risiko bencana alam ekstrem terkait iklim (DFAT, 2020; Katalis, 2022).
Bahkan Bank Dunia (2021) mengidentifikasi Lombok, Makassar, dan Sumbawa berisiko tinggi mengalami peningkatan curah hujan ekstrem seperti banjir dan kekeringan.
Sementara penurunan curah hujan dan atau peningkatan curah hujan mempunyai banyak dampak yang tidak langsung, termasuk polusi air, berkurangnya produksi pangan, dan hambatan terhadap akses terhadap layanan kesehatan.
Dampak perubahan iklim tidak merata di seluruh komunitas berdasarkan faktor sosio-struktural. Paparan terhadap dampak panas dan banjir meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit dan tanggung jawab terkait perawatan, mengurangi akses terhadap air bersih dan makanan berkualitas tinggi, serta mempengaruhi jenis dan ketersediaan pekerjaan di kalangan kelompok yang sudah terpinggirkan.
"Adapun tiga kelompok sasaran penelitian yang paling rentan terhadap perubahan iklim adalah penyandang disabilitas, perempuan (termasuk semua yang diidentifikasi sebagai perempuan) dan lansia (Benevolenza & DeRigne, 2019; Luber & McGeehin, 2008; Simmonds et al., 2)," kata Yulisna.
Berita Terkait
Unhas Holds RoadShow Series on Visa Management for Foreign Students and Researchers
Jumat, 3 Mei 2024 11:42 Wib
Hasanuddin University Holds The 2024 Indonesian International Student Mobility Awards Co-Funding Information Session
Kamis, 25 April 2024 16:52 Wib
Kemendikbudristek mendukung reputasi perguruan tinggi lewat PKKPT
Senin, 22 April 2024 13:09 Wib
The International Office Holds the Re-Entry Education and Resources Transitioning Program for Awardees of the 2023 IISMA
Senin, 1 April 2024 15:01 Wib
The International Office Hosts a Meeting with the leadership of the International Office in Region IX Higher Education
Jumat, 22 Maret 2024 12:49 Wib
FKG Unhas menghadirkan Ahli Trauma Gigi dari University Hokkaido Japan
Kamis, 21 Maret 2024 21:00 Wib
International Women Day at UNHAS: Women Roles in Business and Inclusivity
Minggu, 17 Maret 2024 21:45 Wib
The International Office Participates in the Think TransNational Education Forum 2024 by the British Council, Malaysia
Jumat, 8 Maret 2024 12:15 Wib