Denpasar (ANTARA) - Pariwisata Bali kembali pulih dengan kemajuan yang pesat, setelah hampir tiga tahun mati suri akibat pandemi COVID-19.
Hanya saja, kebangkitan barometer pariwisata di Indonesia itu diiringi sisi lain yang meresahkan masyarakat, yaitu perilaku segelintir wisatawan mancanegara (wisman) yang makin hari makin nekat.
Pekan lalu, seorang warga negara asing (WNA) asal Inggris Damon Anthony Alexander Hills membuat aksi bar-bar dan membahayakan masyarakat.
Pria berusia 50 tahun itu merampas truk pengangkut gerabah yang sedang parkir, kemudian menempuh rute belasan kilometer dari daerah Kerobokan, Kabupaten Badung, menuju Bandara I Gusti Ngurah Rai.
Dalam perjalanannya, ia menabrak sejumlah pengendara, menerobos palang otomatis di tol Bali Mandara, hingga mengakibatkan sejumlah properti di area bandara rusak.
Aksi pria yang diduga dalam pengaruh alkohol itu terhenti, setelah ditangkap petugas keamanan dan warga, kemudian digiring ke kantor polisi untuk diperiksa lebih lanjut.
Sebelumnya, pada akhir Mei 2024, Imigrasi Ngurah Rai, Bali, juga menangkap satu kelompok 24 WNA dari kawasan Afrika, yakni Nigeria, Tanzania, dan Ghana karena diduga terlibat kasus penipuan dan menyalahi aturan izin tinggal.
Pengawasan WNA
Munculnya WNA bermasalah itu menjadi perhatian serius semua pihak untuk kembali sadar akan pentingnya pengawasan kepada orang asing.
Di pintu masuk melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, Imigrasi memanfaatkan teknologi sistem identifikasi berbasis wajah atau face recognition iIdentification system pada fasilitas baru pemeriksaan keimigrasian secara otomatis atau autogate.
Autogate yang dipasang sejak Oktober 2023 itu mengambil foto penumpang secara langsung untuk diverifikasi dengan data yang terdapat dalam paspor serta data visa atau izin tinggal.
Selain itu, juga digunakan Sistem Informasi Profil Penumpang dan sistem pengawasan imigrasi atau immigration alert surveillance system sebagai aplikasi pendukung pengawasan keimigrasian.
Dengan autogate, proses pemeriksaan keimigrasian lebih cepat, akurat, efektif dan efisien, tanpa mengesampingkan aspek pengawasan WNA.
Total ada 80 unit autogate, dengan rincian 60 perangkat di area kedatangan internasional dan 20 perangkat di area keberangkatan internasional.
Deportasi WNA
Begitu keluar area bandara, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Provinsi Bali melakukan pengawasan lapangan, salah satunya dengan tindakan deportasi kepada WNA bermasalah.
Deportasi dilakukan sebagai bentuk ketegasan dalam pengawasan oleh negara kepada orang asing tersebut.
Selama Januari hingga hingga 7 Juni 2024, sebanyak 135 WNA dari 41 negara sudah dideportasi dari Bali.
Dari jumlah itu 10 negara paling banyak dideportasi berasal dari Australia (18 orang), kemudian Rusia (17 orang), Amerika Serikat (14 orang), Inggris (8 orang), Iran (6 orang), Tanzania (6 orang), selanjutnya ada Ukraina, Jepang, dan Jerman, masing-masing lima orang, serta Italia 4 orang.
Pelanggaran yang dilakukan oleh WNA itu, di antaranya melebihi masa tinggal, eks narapidana, pelanggaran adat, hingga tidak menaati peraturan undang-undang.
Sementara selama 2023, sebanyak 340 WNA dideportasi atau meningkat dibandingkan 2022 yang mencapai 188 WNA diusir dari Bali.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Provinsi Bali Pramella Yunidar Pasaribu mengungkapkan khusus untuk WNA asal Inggris menunggu untuk dideportasi dari wilayah Indonesia, setelah merampungkan proses hukum.
Selain melakukan deportasi, Kemenkumham Bali juga membuat program pengawasan orang asing (PORA), dengan menggandeng instansi terkait lain, salah satunya melibatkan aparat desa.
Pengawasan orang asing itu dikolaborasikan dengan Pos Pelayanan Hukum dan HAM Desa (Posyankumhamdes) yang saat ini sudah mencapai di 327 desa di sembilan kabupaten/kota di Bali.
Aparat desa itu diharapkan dapat membantu petugas Imigrasi dalam melakukan operasi rutin untuk mengawasi orang asing, misalnya Operasi Bali Becik, Operasi Jagratara, dan operasi gabungan.
Pengawasan selanjutnya melibatkan partisipasi aktif masyarakat, salah satunya pelaku pariwisata, khususnya di penginapan (hotel, vila hingga indekos) yang wajib melaporkan data WNA, melalui aplikasi pelaporan orang asing (APOA).
Kemudian adanya layanan pengaduan keimigrasian apabila menemukan WNA terindikasi melakukan kegiatan mencurigakan atau membuat ulah yang meresahkan masyarakat.
Pengaduan itu dapat disampaikan melalui WhatsApp Kanwil Kemenkumham Bali dengan nomor 08113888770.
Sejumlah kantor imigrasi di Bali juga membuka layanan pengaduan WNA berbasis pesan aplikasi, di antaranya Kantor Imigrasi Ngurah Rai pada nomor 081236956667.
Evaluasi VoA
Direktorat Jenderal Imigrasi berencana melakukan evaluasi visa saat kedatangan atau Visa on Arrival (VoA) dari negara tertentu yang warganya banyak bermasalah di Tanah Air.
Hingga saat ini, total ada 97 negara yang mendapatkan fasilitas VoA, di antaranya dari Amerika Serikat, Australia, Inggris, Rusia, China, Ukraina, hingga Tanzania, berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-02.GR.01.06 Tahun 2024.
Syarat VoA itu pun tergolong mudah yang dilaksanakan di tempat pemeriksaan imigrasi, yakni cukup paspor yang sah dan masih berlaku minimal enam bulan, tiket kembali ke negara asal atau tiket terusan melanjutkan perjalanan ke negara lain dan membayar Rp500 ribu per orang per kunjungan.
VoA itu dapat diurus secara daring atau langsung di area kedatangan internasional dengan masa berlaku selama 30 hari sejak WNA memasuki wilayah Indonesia dan dapat diperpanjang satu kali, namun tidak dapat dialihstatuskan ke jenis izin tinggal lain.
Sementara VoA elektronik (e-VOA) dapat digunakan masuk ke wilayah Indonesia paling lama 90 hari.
Sosialisasi dan edukasi
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyikapi munculnya WNA bermasalah tersebut, bukan dengan membatasi jumlah kunjungan, namun menekankan optimalisasi upaya sosialisasi dan edukasi.
Pemerintah Provinsi Bali dan Imigrasi telah menyusun tata tertib terkait apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, yang berisi 12 kewajiban dan delapan larangan selama berlibur di Bali.
Tata tertib itu, salah satunya dapat dipindai saat proses keimigrasian di terminal kedatangan internasional Bandara Ngurah Rai agar langsung diketahui turis mancanegara.
Selain itu, Kemenparekraf juga mengajak pelaku usaha, salah satunya penyedia minuman beralkohol untuk ikut mengedukasi WNA yang mengonsumsi minuman keras itu, dikaitkan dengan aturan hukum di Tanah Air, apabila sampai tidak bisa mengendalikan diri.
Meski Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) tidak memutuskan terkait rencana evaluasi VoA, namun pihaknya dapat memberikan rekomendasi.
Kemenparekraf menerapkan kehati-hatian dalam evaluasi VoA karena berpotensi menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, termasuk menghitung potensi kerugian dan keuntungannya.
Selain edukasi, penegakan hukum kepada WNA yang melanggar aturan di Indonesia juga terus dilakukan untuk memberi efek jera dan menjadi contoh kepada WNA lainnya.
Wisatawan berkualitas
Dari sisi kuantitas, jumlah antara WNA bermasalah yang dideportasi itu dibandingkan dengan jumlah total wisman yang datang di Bali terpaut jauh.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat kedatangan wisman pada 2023 mencapai 5,2 juta orang, atau naik dibandingkan 2022 mencapai 2,1 juta orang.
Pada tahun yang sama, orang asing yang dideportasi ada 340 orang, yang diperkirakan ibarat fenomena gunung es, hanya mereka yang sudah mendapat tindakan keimigrasian, baik karena hasil operasi, pengaduan atau karena viral di media sosial yang tampak di permukaan.
Diperkirakan masih ada WNA bermasalah yang belum terendus, sehingga ini membutuhkan peran semua pihak untuk ikut mengawasinya.
Sementara itu, kedatangan wisman di Bali masih belum menyamai kedatangan pada 2019 atau sebelum pandemi yang mencapai 6,3 juta.
Meski begitu, sudah saatnya pariwisata di Bali, khususnya, tak lagi berbasis massa yang lebih menekankan kuantitas, namun wisatawan yang berkualitas.
Berkualitas, baik dalam lama tinggal dan belanja, termasuk menaati aturan hukum, menghargai adat dan budaya di pulau yang terkenal di berbagai dunia itu.
Optimalisasi pengawasan dan edukasi menjadi perhatian serius yang dapat dikontribusikan semua pihak, baik pemerintah, pelaku usaha, hingga masyarakat agar celah WNA bermasalah di Bali dapat dipersempit.
Dengan demikian, pada akhirnya memberi rasa nyaman dan aman, tidak hanya kepada wisatawan, tapi juga masyarakat dan citra pariwisata Bali itu sendiri.