Jakarta (ANTARA) - Pemerintah menegaskan keseriusannya dalam memerangi judi online sehingga dibentuklah Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Perjudian Daring sebagaimana diamanahkan Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2024 yang diteken pada Juni lalu.
Meski satgas resmi dibentuk pada Juni lalu, sebetulnya berbagai upaya pemberantasan judi online telah lama dilakukan Pemerintah. Pembentukan satgas lintas kementerian/lembaga ini bertujuan untuk mempercepat pemberantasan judi online yang diharapkan bisa lebih terpadu dan terkoordinasi dari hulu ke hilir.
Dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto, keanggotaan satgas mencakup mulai dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), hingga kementerian/lembaga lainnya termasuk Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kejaksaan Agung, hingga TNI-Polri.
Dengan masa kerja hingga Desember 2024, satgas telah menyepakati tiga tugas utama, salah satunya menindak rekening yang terindikasi menjadi tempat penampungan uang judi online sesuai hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Pada Juni, berdasarkan hasil pendataan PPATK, satgas mengantongi sebanyak 4.000 hingga 5.000 rekening yang terindikasi aktif dalam transaksi judi online. Ribuan rekening tersebut diblokir sementara selama 20 hari, yang kemudian dilanjutkan dengan penyidikan oleh Bareskrim Polri. Jika tidak ada masyarakat yang mengajukan permohonan atau keberatan dalam 30 hari, maka aset tersebut dapat disita oleh negara.
Pada awal Juli, OJK pun mengumumkan bahwa perbankan telah memblokir 6.056 rekening terindikasi judi online sesuai dengan data dari Kemenkominfo. OJK juga meminta perbankan untuk menutup rekening yang berada dalam customer identification file (CIF) yang sama.
Sejumlah bank besar pun turut menyampaikan komitmennya dalam upaya pemberantasan judi online.
Sejalan dengan instruksi satgas dan OJK, sejumlah bank membekukan akun rekening terkait. BRI, misalnya, menyatakan telah memblokir 1.049 rekening terindikasi judi online sejak Juli 2023 hingga Juni 2024. BNI juga memblokir 214 rekening terkait judi online sejak Januari 2023 hingga Juni 2024.
Dalam pemberantasan judi online, pekerjaan rumah selanjutnya tidak hanya terus menindak rekening terafiliasi judi online tapi juga penindakan terhadap pelaku jual-beli rekening untuk kepentingan judi online.
Menurut Menko Polhukam Hadi Tjahjanto, modus jual-beli rekening dilakukan oleh pelaku dengan mendatangi kampung-kampung dan mendekati masyarakat untuk membuka rekening secara online. Setelah itu, rekening yang telah dibuat diserahkan ke pengepul rekening dan dijual ke bandar. Hal ini tentu menjadi tambahan pekerjaan rumah yang tidak mudah untuk diselesaikan.
Aktivitas ilegal tersebut memang telah meresahkan masyarakat selama ini, tidak hanya merugikan secara ekonomi tetapi juga merembet pada dampak sosial dan psikologis masyarakat. Oleh sebab itu, langkah pemblokiran konten judi online saja yang dilakukan Pemerintah selama ini tidaklah cukup. Aliran transaksi judi online yang kompleks juga harus ditangani lebih lanjut demi mempersempit ruang gerak para pelaku.
Upaya industri perbankan
OJK meminta perbankan melakukan profiling dan memasukkan daftar rekening nasabah terkait transaksi judi online ke dalam Sistem Informasi Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (Sigap). Dengan begitu, data tersebut dapat diakses oleh seluruh lembaga jasa keuangan.
Sebagai sebuah langkah reaktif-preventif, menurut pengamat perbankan dan praktisi sistem pembayaran Arianto Muditomo, langkah ini mampu menghambat penggunaan rekening yang sama untuk pelanggaran berikutnya, namun tidak menghentikan pelaku untuk bisa menggunakan rekening dan/atau bank/non-bank lain yang berbeda.
Selain memblokir rekening, menurut Arianto, sebaiknya juga dilakukan investigasi terhadap layer berikutnya, sebagaimana penanganan terhadap pencucian uang, yaitu dari mana dan ke tujuan mana berikutnya rekening yang ditengarai terkait judi online tersebut bertransaksi.
“Blokir bisa dilakukan tidak hanya pada tingkatan akun tetapi bisa pada pengembangan watchlist (mengarah blacklist) kepada orang atau pihak pelaksana transaksinya,” ujar dia.
Dalam hal ini, OJK pun telah meminta kepada perbankan untuk melakukan beberapa penguatan, salah satunya memperkuat fungsi satuan kerja dalam penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT) yang diharapkan dapat menjadi satuan kerja pemberantasan tindak pidana ekonomi, termasuk judi online.
Secara umum, baik dari sisi issuer (pemilik dana/rekening) maupun sisi acquirer (pemroses transaksi), terdapat beberapa prosedur untuk memitigasi risiko transaksi judi online, salah satunya proses due diligence kerja sama/akuisisi/onboard, yaitu know your customer (KYC) di sisi issuer dan know your merchant (KYM) di sisi acquirer.
Deteksi dan identifikasi selanjutnya dilakukan melalui pengamatan atas perilaku transaksi, seperti transaksi tidak wajar/suspected. Selanjutnya, tindak lanjut investigasi atas transaksi yang tidak wajar tersebut dilakukan dengan memastikan kekuatan/perlindungan hukum.
Prosedur tersebut bisa dikatakan cukup secara normatif, namun perlu terus diperbaiki dan ditingkatkan dari waktu ke waktu untuk memastikan parameter monitoring terkini terkait transaksi yang tidak wajar, mengikuti perkembangan fraud yang terjadi di industri.
Meski perbankan telah memastikan prinsip KYC berjalan, tujuan setiap nasabah yang akan membuka rekening sulit untuk diketahui. Apalagi, terdapat potensi penyalahgunaan deepfake untuk membuka rekening di bank-bank digital. Hal ini diakui oleh Presiden Direktur Krom Bank Anton Hermawan. Di sisi lain, Krom Bank pun telah melakukan langkah penanggulangan terkait penyalahgunaan deepfake tersebut.
Anton menilai bank-bank perlu menyepakati pola anomali transaksi seperti apa yang bisa dikategorikan sebagai transaksi judi online, misalnya, dilihat dari nominal transaksi dan seberapa sering transfer yang dilakukan pelaku. Kriteria tersebut harus jelas sehingga dapat disepakati bersama melalui aturan tertulis.
Selain Krom Bank, Bank Mandiri juga melakukan integrasi langkah-langkah dalam identifikasi rekening judi online dimulai dari pencarian situs judi online yang menggunakan rekening Bank Mandiri atau web crawling hingga analisis anomali transaksi.
Bank Mandiri selanjutnya memanfaatkan teknologi analisis algoritma tingkat lanjut (external cyber threat intelligence) pada data keamanan siber dari berbagai sumber untuk mengidentifikasi website judi online yang secara ilegal menyalahgunakan identitas bank tersebut.
Penggunaan teknologi informasi (IT) untuk mengidentifikasi transaksi judi online diharapkan dapat terus dioptimalkan oleh pihak perbankan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan pemanfaatan sistem IT akan menjadi andalan dalam pemberantasan judi online mengingat transaksi ilegal itu yang banyak setiap harinya melalui rekening bank.
Kemudian dalam kasus jual-beli rekening, bank diminta untuk mengintensifkan upaya untuk meminimalkan kegiatan ilegal tersebut dengan menyebarkan edukasi mengenai hak dan kewajiban nasabah ketika mendapatkan akun rekening bank. Sebagaimana diamini oleh OJK, masyarakat yang melakukan jual-beli rekening kemungkinan memiliki tingkat literasi yang belum memadai.
Di sisi lain, OJK juga telah mengingatkan bahwa pemilik rekening yang melakukan jual-beli rekening memiliki risiko hukum. Mereka berpotensi menjadi pihak yang dapat dimintakan pertanggungjawaban dan dianggap turut serta dalam mendukung judi online.
Dari seluruh upaya pemberantasan judi online yang melibatkan peran aktif perbankan, Pemerintah tak boleh melupakan jalur transaksi lainnya di luar bank seperti dompet digital (e-wallet). Apalagi, transaksi judi online terkadang hanya berupa nominal kecil dan penarikan uang yang segera.
Saat ini rekening bank dan fintech, yang di dalamnya termasuk dompet digital, sudah dapat disejajarkan dari sisi fungsi dan ragam transaksi yang dapat dilayani. Maka langkah mitigasi, monitoring, dan investigasi sampai dengan penyelesaian akhirnya terkait judi online juga harus dengan tata kelola dan aturan yang sama.
Terkait hal itu, Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) pun turut menegaskan langkah-langkah preventif untuk mencegah dan mengantisipasi praktik judi online. Ketua Umum Aftech Pandu Sjahrir menyatakan asosiasi telah merancang berbagai strategi termasuk pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam proses KYC dan penilaian kelayakan kredit.
Penerapan teknologi fraud detection system (FDS) juga menjadi langkah penting yang dilakukan oleh Aftech. Aftech bersama anggotanya juga terus memonitor dan menutup akun dompet digital yang terindikasi terlibat dalam aktivitas judi online.
Melalui berbagai upaya yang terus dilakukan para pemangku kepentingan bersama lembaga jasa keuangan, rantai transaksi judi online diharapkan dapat diputus.
Meski bukan pekerjaan mudah, masyarakat menanti hasil positif atas kerja keras satgas bersama lembaga terkait lainnya. Setidaknya, masih ada waktu tersisa hingga akhir tahun untuk menuntaskan tugas penting tersebut.
Editor: Achmad Zaenal M