Makassar (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo menyebut 1.500 polisi yang dikerahkan dalam pengamanan saat eksekusi lahan yang berujung ricuh di Jalan AP Pettarani Makassar belum lama ini dinilai sangat berlebihan.
"Jadi di Rumah Aspirasi ini ada masyarakat yang datang mengadukan permasalahannya ke Komisi III DPR dan saya merespons itu dengan mempelajari kasusnya," ujarnya di Makassar, Senin (24/2).
Rudianto Lallo mengatakan eksekusi lahan di Jalan AP Pettarani Makassar itu menjadi viral di sosial media dan menjadi perhatian banyak pihak termasuk dirinya.
Ia menyatakan tidak ingin masuk ke dalam teknis perkara seperti putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
"Saya tidak ingin masuk dalam teknis perkara, apakah ini adalah bagian dari praktik mafia tanah atau ada praktik mafia peradilan," katanya.
Kedua belah pihak itu memiliki pengacara atau kuasa hukum masing-masing dan telah melalui proses di pengadilan negeri hingga terbitlah keputusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Mantan Ketua DPRD Kota Makassar itu hanya menyayangkan eksekusi lahan dilakukan dengan pengamanan pihak kepolisian dengan jumlah personel seribuan orang tersebut menjadi tanda tanya besar.
"Sebagai anggota Komisi III DPR RI yang konsen mengawasi kinerja kepolisian dan kejaksaan, hal yang saya kritik dalam proses eksekusi lahan tersebut adalah pengerahan anggota kepolisian yang terlalu berlebihan, apakah ini genting sehingga ribuan orang dikerahkan," terangnya.
Sebelumnya, eksekusi lahan sengketa seluas 12.932 meter persegi yang di atasnya berdiri gedung eks sekolah Yayasan Hamrawati dan sembilan rumah toko (ruko) pada Jumat (14/2) berujung ricuh.
Eksekusi bangunan tersebut sempat mendapat perlawanan dari pihak tergugat. Aparat kepolisian yang mengawal eksekusi pembongkaran bangunan tersebut mengamankan tiga orang setelah terjadi kericuhan. Lokasi eksekusi berada di jalan protokol juga mengalami kemacetan.
Eksekusi lahan tersebut dilakukan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri Makassar Nomor 05 EKS/2021/PN.Mks jo.No.:49/Pdt.G/2018/PN.Mks, dalam perkara antara Andi Baso Matutu sebagai pemohon eksekusi melawan Drs. Salahuddin Hamat Yusuf, M.Si, dkk sebagai termohon eksekusi.