Makassar (ANTARA) - Aliansi Penjaga Jejak Peradaban Sulawesi Selatan menyampaikan keprihatinan atas pemindahan artefak dari Makassar ke Cibinong yang dilakukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang dinilai melanggar prinsip transparansi.
Koordinator Aliansi Penjaga Jejak Peradaban Andi Muhammad Syahidan Ali Jihad di Makassar, Rabu mengemukakan pihaknya telah mendatangi kantor BRIN di Makassar untuk meminta kejelasan, namun pihak keamanan hanya menjawab “tidak tahu” dan menutup akses informasi mengenai proses tersebut.
“Ini menunjukkan adanya upaya menutup-nutupi, padahal sebelumnya BRIN berjanji mendengarkan aspirasi publik, tetapi kenyataannya artefak dikirim secara diam-diam tanpa transparansi,” ujarnya
Dia menyebut, pemindahan artefak dilakukan menggunakan jasa ekspedisi BPS Logistik, tanpa adanya pemberitahuan resmi kepada publik maupun komunitas pelestari budaya.
Selain itu, ironisnya, pihak Universitas Hasanuddin justru lebih dulu mengetahui rencana pemindahan ini.
Departemen Arkeologi Unhas menjadwalkan akan menggelar rapat internal khusus untuk membahas pemindahan artefak tersebut.
Menurut Syahidan BRIN memperlihatkan sikap arogan dengan memperlakukan artefak seolah milik eksklusif lembaga,
bukan milik bangsa.
“Dengan menutup informasi, BRIN menempatkan ilmu pengetahuan di atas kepentingan masyarakat. Ini berbahaya karena artefak adalah jejak peradaban yang tidak bisa dilepaskan dari masyarakat tempat ia berasal,” tegasnya.
Aliansi menekankan bahwa ilmu pengetahuan harus berjalan berdampingan dengan akuntabilitas publik.
“Jika pola seperti ini dibiarkan, yang rusak bukan hanya artefak yang dipindahkan, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga riset negara. Ilmu pengetahuan tanpa akuntabilitas
hanya akan melahirkan kolonialisme baru atas warisan budaya,” urainya.
Berdasarkan hasil kajian dan rangkuman notulensi Diskusi Publik yang dilaksanakan, terdapat beberapa poin-poin pelanggaran oleh BRIN yang dinilai telah melanggar sejumlah prinsip mendasar dalam tata kelola warisan budaya, mulai dari Prinsip Transparansi yakni tidak ada pengumuman resmi terkait pemindahan artefak.
Selanjutnya Hak Partisipasi Publik, yakni masyarakat lokal tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Kemudian akuntabilitas institusional, BRIN tidak menjelaskan alasan, metode, dan tujuan
pemindahan secara terbuka.
BRIN juga disebut melanggar Etika Pengelolaan Warisan Budaya yang mengabaikan konsultasi dengan pihak yang memiliki keterikatan historis dan kultural.
Selain itu pelanggaran Prosedur Administratif, yakni indikasi kuat bahwa prosedur perizinan dan pengawasan akademis tidak dijalankan sebagaimana mestinya.
"Alih-alih menjaga warisan budaya dengan prinsip keterbukaan, pemindahan artefak ini mencerminkan praktik birokrasi tertutup yang merusak kepercayaan publik," urainya.

Aliansi Penjaga Jejak Peradaban kritisi BRIN soal pemindahan artefak

Ilustrasi. Artefak Sulsel yang berada pada Fakultas Arkeologi Unhas. (ANTARA/HO-APJP)
