"Permendikbud 51 tahun 2018 ini merupakan bentuk peneguhan dan penyempurnaan dari sistem zonasi yang ada," ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.
Mendikbud menjelaskan bahwa peraturan tersebut akan digunakan sebagai cetak biru dalam mengidentifikasi permasalahan yang ada di sektor pendidikan. Nantinya setiap masalah diselesaikan berdasarkan zona yang ada, begitu juga dengan ketersediaan fasilitas sekolah dan sebaran siswa. "Mulai tahun ini, penggunaan surat keterangan tidak mampu (SKTM) tidak lagi berlaku," kata Mendikbud menambahkan.
Penerimaan siswa baru dilaksanakan melalui tiga jalur yaitu zonasi dengan kuota minimal 90 persen, prestasi dengan kuota maksimal lima persen dan jalur perpindahan orang tua dengan kuota maksimal lima persen.
Dia menjelaskan kuota 90 persen tersebut sudah termasuk peserta didik yang tidak mampu dan penyandang disabilitas pada sekolah yang menyelenggarakan layanan inklusif.
Sementara, untuk jalur prestasi diperuntukkan bagi siswa yang berdomisili di luar zonasi sekolah. Untuk jalur prestasi ditentukan oleh nilai Ujian Nasional (UN) ataupun dari hasil perlombaan di bidang akademik dan nonakademik. "Kuota lainnya yakni jalur perpindahan orang tua hanya untuk darurat saja. Misalnya mengikuti orang tuanya pindah tugas," jelas dia.
Untuk pendaftaran siswa tersebut, harus melampirkan Kartu Keluarga (KK) yang diterbitkan minimal satu tahun sebelumnya, jika tidak ada KK dapat diganti dengan Surat Keterangan (Suket) domisili dari RT/RW.
Dalam kesempatan itu, Mendikbud juga meminta agar pemerintah daerah harus membuat petunjuk teknis (juknis) PPDB dengan Peraturan Kepada Daerah yang berpedoman kepada Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB. Petunjuk teknis itu harus mengatur kriteria, pembagian zona, dan pendataan siswa di setiap zona, paling lambat satu bulan sebelum PPDB dimulai.
Tidak berlaku SMK
Sementara itu Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhammad mengatakan Permendikbud Nomor 51 tahun 2018 tentang penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2019 tidak berlaku untuk SMK. "Seleksi untuk siswa SMK dengan mempertimbangkan nilai Ujian Nasional (UN) tidak berdasarkan sistem zonasi," ujar Hamid dalam taklimat media di Jakarta, Selasa.
Dia menambahkan proses seleksi untuk SMK dengan mempertimbangkan hasil tes bakat dan minat sesuai dengan bidang keahlian, hasil perlombaan, dan jika hasil UN dan hasil seleksi lainnya sama maka sekolah memprioritaskan calon peserta didik yang berdomisili pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota yang sama dengan SMK yang bersangkutan.
Permendikbud tersebut juga tidak berlaku untuk sekolah swasta, satuan pendidikan kerja sama, sekolah Indonesia di luar negeri, sekolah pendidikan khusus, sekolah layanan khusus, sekolah berasrama, sekolah 3T, dan sekolah di daerah yang tidak dapat memenuhi ketentuan jumlah siswa dalam satu rombel.
Kondisi itu berbeda dengan sistem penerimaan di jenjang SD hingga SMA yang berdasarkan sistem zonasi. Hal itu diatur dalam Permendikbud Nomor 51 tahun 2018 tentang penerimaan peserta didik baru 2019 yang diluncurkan dalam kesempatan yang sama.
Hamid menjelaskan bahwa SMK tidak bisa berdasarkan sistem zonasi, karena tidak di setiap zonasi ada SMK yang memiliki kejuruan yang sama. Misalnya untuk SMK bidang seni mungkin hanya ada satu di setiap provinsi.