Jenewa (ANTARA) - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) harus segera mendapatkan hasil uji klinis yang sedang dilakukan dari obat-obatan yang mungkin efektif mengobati pasien COVID-19, kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Jumat.
"Hampir 5.500 pasien di 39 negara sejauh ini telah dilibatkan dalam uji coba Solidaritas," katanya saat konferensi pers, merujuk pada riset klinis PBB yang sedang dilakukan.
"Kami mengharapkan hasil sementara dalam dua pekan ke depan."
Uji coba Solidaritas dimulai dalam lima tahap dengan melihat pendekatan pengobatan potensial COVID-19 dari pengobatan standar, remdesivir, obat anti-malaria yang digembar-gemborkan oleh Presiden AS Donald Trump, hydroxychloroquine, obat HIV lopinavir/ritonavir, dan lopanivir/ritonavir yang dikombinasikan dengan interferon.
Awal bulan ini WHO menghentikan uji coba hydroxychloroquine pada pasien COVID-19 setelah penelitian menunjukkan tidak adanya manfaat dari obat tersebut, namun banyak pekerjaan yang masih diperlukan untuk melihat apakah obat itu cukup efektif sebagai obat pencegahan.
Kepala program kedaruratan WHO, Mike Ryan, mengatakan tidak bijaksana untuk memprediksi kapan sebuah vaksin bisa siap melawan COVID-19, penyakit pernapasan yang disebabkan oleh virus corona jenis baru dan telah menelan lebih dari setengah juta orang.
Sementara calon vaksin mungkin menunjukkan kemanjurannya pada akhir tahun, pertanyaannya adalah seberapa cepat vaksin itu dapat diproduksi secara massal, katanya kepada asosiasi jurnalis PBB ACANU di Jenewa.
Tidak ada vaksin yang terbukti melawan penyakit COVID-19 untuk saat ini, sementara 18 calon vaksin sedang diujikan pada manusia.
Pejabat WHO mempertahankan respons mereka terhadap virus yang muncul di China tahun lalu, dengan mengatakan bahwa mereka telah diarahkan oleh ilmu pengetahuan ketika virus itu berkembang. Ryan menuturkan apa yang ia sesalkan adalah bahwa rantai pasokan global putus, sehingga membuat para staf medis tidak memiliki alat pelindung.
"Saya menyesal bahwa tidak ada akses yang merata untuk mendapatkan alat COVID. Saya menyesal bahwa sejumlah negara memiliki lebih banyak dari yang lain, dan saya menyesal bahwa petugas lini terdepan meninggal karena (itu)," katanya.
Ia mendesak negara-negara agar terus mengidentifikasi klaster baru COVID-19, melacak orang yang terinfeksi dan mengisolasi mereka untuk membantu memutus rantai penularan.
"Mereka yang duduk di sekitar meja kopi dan berspekulasi serta berbicara (tentang penularan) tidak mencapai apa-apa. Mereka yang mengejar virus mencapai sesuatu," katanya.
Sumber: Reuters
Berita Terkait
Panglima TNI : KKB di Papua kembali disebut OPM
Kamis, 11 April 2024 5:00 Wib
Kakanwil kemenkumham Sulsel sebut mutasi untuk penyegaran dan tingkatkan kinerja organisasi
Jumat, 5 April 2024 16:10 Wib
Pj Sekprov Sulsel ajak organisasi perempuan bersinergi bangun Sulsel
Senin, 1 April 2024 2:14 Wib
Abdul Azis jabat Direktur Eksekutif Pelindo Regional 4
Minggu, 10 Maret 2024 10:20 Wib
Organisasi penyintas sosialisasikan aplikasi Lapor TBC ke OPD Makassar
Jumat, 8 Maret 2024 1:19 Wib
Pelindo melakukan pergantian direksi Subholding Pelindo Jasa Maritim
Minggu, 3 Maret 2024 10:10 Wib
Pemprov Sulbar melibatkan elemen pemuda pada penyusunan RPJPD 2025-2045
Jumat, 1 Maret 2024 10:57 Wib
Enam organisasi bantuan hukum di Sulbar bantu masyarakat miskin
Kamis, 25 Januari 2024 1:02 Wib