Jakarta (ANTARA) - Hasil survei yang dilakukan oleh Masyarakat Transportasi Indonesia menunjukkan sebagian masyarakat masih menganggap cukup berbahaya dalam melakukan penerbangan dengan pesawat saat pandemi COVID-19.
“Sebagian besar mereka mengatakan naik pesawat masih berbahaya,” kata Ketua MTI Wilayah Sumatera Barat Purnawan dalam diskusi virtual yang bertajuk “Upaya Menciptakan Penerbangan yang Selamat, Aman, Nyaman, dan Sehat” di Jakarta, Senin.
Purnawan menjelaskan survei tersebut diikuti oleh 193 responden usia aktif dan terdapat 55 responden yang menggunakan pesawat selama masa pandemi.
Sebagian besar responden yang menggunakan pesawat saat pandemi COVID-19 untuk tujuan tugas kantor (47,3 persen) dan urusan keluarga (41,8 persen).
“Sebagian besar responden yang menggunakan pesawat karena tidak ada pilihan lain, misalnya karena tugas jadi harus cepat,” katanya.
Selain itu, persyaratan dokumen kesehatan seperti tes cepat (rapid test) dan swab/PCR dianggap sebagai syarat yang mempersulit responden (70,9 persen).
“Apa yang membebani mereka, dari berbagai pertanyaan itu adanya surat keterangan bebas COVID meskipun tidak mayoritas tapi, itu ada beban di situ. Biaya dan sebagainya tidak jadi masalah,” katanya.
Purnawan menambahkan penumpang juga masih merasa tidak yakin tidak akan tertular COVID-19 di bandara dan pesawat meskipun penumpang lain membawa surat bebas terkena COVID-19 (63,6 persen).
“Mereka masih tidak yakin mereka merasa aman naik pesawat meskipun membawa surat bebas COVID-19,” katanya.
Kemudian, responden menilai bagian yang berpotensi terkena virus saat melakukan penerbangan, yakni di dalam pesawat (38,1 persen), kemudian diikuti saat antrean masuk bandara (14,4 persen), ruang tunggu sebelum naik pesawat (12,9 persen), antrean naik turun pesawat (12,9 persen), sisanya di antrean saat lapor diri (check in) tiket, ruang tunggu check in dan toko di dalam bandara.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional (Inaca) Denon Prawiraatmadja menuturkan pemerintah sudah mengeluarkan aturan protokol kesehatan, termasuk di sektor penerbangan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat.
“Saya pikir ini penting sekali bukan hanya sekadar untuk disampaikan pada pelaku industri, tapi pemahaman ini yang menjadi paling penting untuk masyarakat itu sendiri,” katanya.
Menurut dia, di dalam kabin pesawat sirkulasi udara cukup sehat dengan adanya HEPA filter di mana apabila dibandingkan dengan ruang gawat darurat di rumah sakit, pergantian udaranya cukup cepat yakni hanya dua hingga tiga menit.
“Kalau di RS ICU mungkin HEPA-nya lima sampai enam menit pergantian udaranya sementara di pesawat itu dua hingga tiga menit. Ini yang kami kampanyekan di dalam industri melalui masyarakat sehingga masyarakat percaya bahwa menggunakan transportasi udara ini cukup aman dari sisi penghentian penularan COVID-19.
Denon menyebutkan hanya ada tiga kasus di seluruh dunia di mana penularan diduga terjadi di dalam pesawat.
“Tapi itu pun belum terbukti bahkan di studi MIT di Januari ada satu penumpang yang teridentifikasi COVID-19 positif terbang dari Wuhan ke Toronto, Kanada tanpa ada satu penumpang lain pun yang tertular di dalam pesawat,” ujarnya.