Polisi Sulbar limpahkan perkara dugaan korupsi subsidi angkutan laut perintis
Mamuju (ANTARA) - Kepolisian Daerah Sulawesi Barat melimpahkan berkas perkara kasus dugaan korupsi subsidi angkutan laut perintis di Kabupaten Mamuju kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) setempat.
Direktur Kriminal Khusus Polda Sulbar Komisaris Besar Polisi Agustinus Suprianto, di Mamuju, Selasa, mengatakan pelimpahan perkara penyidikan dugaan korupsi subsidi angkutan laut perintis di Kabupaten Mamuju itu dilakukan setelah jaksa peneliti Kejati Sulbar menyatakan berkas perkara lengkap atau P21.
"Berkas perkara bersama dua tersangka dan barang bukti kasus dugaan korupsi subsidi angkutan laut di Mamuju tahun anggaran 2018 itu tadi pagi telah kami limpahkan ke Kejati Sulbar," kata Agustinus Suprianto.
Pada kasus dugaan korupsi subsidi angkutan laut perintis itu, lanjut Agustinus Suprianto, penyidik tindak pidana korupsi (Tipikor) Ditkrimsus Polda Sulbar menetapkan dua orang tersangka yakni IER selaku pejabat pembuat kontrak (PPK) dan ED, sebagai pihak penyedia yang juga sebagai Direktur PT Suasana Baru Line.
Dari hasil audit BPKP kata Agustinus Suprianto, kerugian negara yang ditimbulkan akibat dugaan korupsi pada kegiatan subsidi pengoperasian angkutan laut perintis pangkalan Mamuju trayek R-45 yang bersumber dari APBN tahun 2018 pada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, melalui Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Mamuju, yang dilaksanakan oleh PT Suasana Baru Line mencapai Rp4,9 miliar.
Pada kasus tersebut tambahnya, Penyidik Tipikor Ditkrimsus Polda Sulbar berhasil menyita barang bukti berupa, dokumen DIPA pada Kantor UPP Mamuju, dokumen kontrak, administrasi pencairan dana/SPM dan SP2D, dokumen kapal yang dioperasionalkan serta dokumen lain terkait pelaksanaan kontrak.
"Penyidik juga berhasil menyita uang tunai senilai Rp1 miliar yang disita dari penyedia, bukti penyetoran ke kas negara senilai Rp348 juta," ungkap Agustinus Suprianto.
Ia mengungkapkan bahwa dalam proses penyidikan, diketahui jika PPK dan pihak penyedia dalam hal ini PT Suasana Baru Line, melakukan adendum kontrak yang tidak sesuai ketentuan sebagai mana diatur dalam Perpres 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah serta Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif PNBP yang berlaku pada Kementerian Perhubungan, meliputi biaya labuh dan biaya tambat.
"Pada pelaksanaannya, terjadi perubahan kontrak atas kapal yang dioperasionalkan yang seharusnya menggunakan kapal dengan ukuran 2.000 GT berdasarkan kontrak awal namun pada pelaksanaannya pihak penyedia menggunakan kapal dengan ukuran 1.200 GT dan dalam pembayaran tetap menggunakan perhitungan dengan Kapal 2.000 GT," jelasnya.
"Sehingga dari hasil audit ditemukan adanya kelebihan pembayaran karena penggunaan kapal yang tidak sesuai dengan spesifikasi," ujar Agustinus Suprianto.
Atas perbuatannya, para pelaku kata Agustinus Suprianto, dijerat pasal 2 ayat (1) subsider pasal 3, subsider pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana, dengan ancaman hukuman pidana maksimal penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun.
Direktur Kriminal Khusus Polda Sulbar Komisaris Besar Polisi Agustinus Suprianto, di Mamuju, Selasa, mengatakan pelimpahan perkara penyidikan dugaan korupsi subsidi angkutan laut perintis di Kabupaten Mamuju itu dilakukan setelah jaksa peneliti Kejati Sulbar menyatakan berkas perkara lengkap atau P21.
"Berkas perkara bersama dua tersangka dan barang bukti kasus dugaan korupsi subsidi angkutan laut di Mamuju tahun anggaran 2018 itu tadi pagi telah kami limpahkan ke Kejati Sulbar," kata Agustinus Suprianto.
Pada kasus dugaan korupsi subsidi angkutan laut perintis itu, lanjut Agustinus Suprianto, penyidik tindak pidana korupsi (Tipikor) Ditkrimsus Polda Sulbar menetapkan dua orang tersangka yakni IER selaku pejabat pembuat kontrak (PPK) dan ED, sebagai pihak penyedia yang juga sebagai Direktur PT Suasana Baru Line.
Dari hasil audit BPKP kata Agustinus Suprianto, kerugian negara yang ditimbulkan akibat dugaan korupsi pada kegiatan subsidi pengoperasian angkutan laut perintis pangkalan Mamuju trayek R-45 yang bersumber dari APBN tahun 2018 pada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, melalui Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Mamuju, yang dilaksanakan oleh PT Suasana Baru Line mencapai Rp4,9 miliar.
Pada kasus tersebut tambahnya, Penyidik Tipikor Ditkrimsus Polda Sulbar berhasil menyita barang bukti berupa, dokumen DIPA pada Kantor UPP Mamuju, dokumen kontrak, administrasi pencairan dana/SPM dan SP2D, dokumen kapal yang dioperasionalkan serta dokumen lain terkait pelaksanaan kontrak.
"Penyidik juga berhasil menyita uang tunai senilai Rp1 miliar yang disita dari penyedia, bukti penyetoran ke kas negara senilai Rp348 juta," ungkap Agustinus Suprianto.
Ia mengungkapkan bahwa dalam proses penyidikan, diketahui jika PPK dan pihak penyedia dalam hal ini PT Suasana Baru Line, melakukan adendum kontrak yang tidak sesuai ketentuan sebagai mana diatur dalam Perpres 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah serta Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif PNBP yang berlaku pada Kementerian Perhubungan, meliputi biaya labuh dan biaya tambat.
"Pada pelaksanaannya, terjadi perubahan kontrak atas kapal yang dioperasionalkan yang seharusnya menggunakan kapal dengan ukuran 2.000 GT berdasarkan kontrak awal namun pada pelaksanaannya pihak penyedia menggunakan kapal dengan ukuran 1.200 GT dan dalam pembayaran tetap menggunakan perhitungan dengan Kapal 2.000 GT," jelasnya.
"Sehingga dari hasil audit ditemukan adanya kelebihan pembayaran karena penggunaan kapal yang tidak sesuai dengan spesifikasi," ujar Agustinus Suprianto.
Atas perbuatannya, para pelaku kata Agustinus Suprianto, dijerat pasal 2 ayat (1) subsider pasal 3, subsider pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana, dengan ancaman hukuman pidana maksimal penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun.