Makassar (ANTARA) - Polda Sulawesi Selatan segera mengambil alih penanganan kasus dugaan rudapaksa atau pencabulan disertai pemerkosaan terhadap anak oleh ayahnya bernisial SF di Kabupaten Luwu Timur.
"Sekarang tim masih bekerja. Tim dari Polres Lutim di backup (dibantu) tim dari Polda. Kemungkinan, informasi (perkembangan) kami sampaikan dan (kasusnya) ditarik ke Polda dalam waktu dekat," kata Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol, E Zulpan di Makassar, Jumat.
Menurut dia, sejauh ini tim kepolisian terus bekerja untuk menyelesaikan kasus tersebut karena viral hingga menjadi perbincangan publik. Kendati demikian, pihaknya meminta ibu para anak korban bernisial RA, kooperatif memenuhi panggilan polisi.
"Kepada ibu RA, saya berharap hendaknya bisa bersikap kooperatif bekerja sama dalam rangka pengungkapan kasus ini agar terang persoalan," ujar Zulpan.
"Artinya, untuk hadir apa bila diminta kehadirannya. Karena kita kesulitan untuk menemui atau menghadirkan ibu RA termasuk ketiga anaknya," ujarnya menambahkan.
Zulpan menegaskan bahwa kasus tersebut sudah ditindaklanjuti kepolisian dengan adanya laporan polisi model A. Sehingga kasus ini akan dibuka kembali sekiranya sudah memenuhi unsur sesuai ketentuan KUHPindana.
Ditanyakan mengenai laporan balik SF, melaporkan mantan istrinya RA atas dugaan pencemaran nama baik sekaitan viralnya kasus ini pada awal Oktober 2021 melalui media atas dihentikannya kasus penyelidikan oleh Polres Luwu Utara pada 10 Desember 2021, ia memastikan tetap diproses.
"Kita proses. Artinya, semua warga negara memiliki hak dalam rangka melaporkan sesuatu yang dianggap merugikan. Nanti kita lihat kasusnya kan sudah berjalan dua-duanya," ujar perwira menengah Polri ini.
Apabila nanti proses atensi dan supervisi dilakukan tim di Luwu Timur terbukti, tentunya akan dilaporkan ke Polda. Dan apabila perbuatan suaminya tidak terbukti, maka laporan di Polda tidak akan diproses.
Mengenai dengan acuan tim Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang diduga bertentangan dengan aturan perundang-undangan, bahwa saksi korban tidak bisa digugat balik pidana atau perdata, terkait laporan balik SF, kata Zulpan, pihaknya tetap berkoordinasi dengan LPSK.
Sejauh ini, tim LPSK telah berkoordinasi dengan tim kepolisian di lapangan untuk menyamakan pola pengamanan, karena itu merupakan hal teknis sehingga bisa jalan beriringan.
"Sudah ada kesesuaian dalam menyikapi persoalan ini. Intinya, bagaimana cara melindungi si ibu dan tiga anaknya. Kami memaklumi karena mungkin situasi trauma sehingga belum mau muncul. Tentu kita harapkan semoga ini bisa pulih sehingga bisa mempermudah penyelidikan," kata Zulpan.
Sebelumnya, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu saat berada di kantor Polda Sulsel menyatakan pelaporan balik SF terhadap mantan istrinya RA atas dugaan pencemaran nama baik, bertentangan dengan aturan perundang-undangan.
Edwin menjelaskan dalam ketentuan Undang-undang nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, di pasal 10 disebutkan, saksi, korban, ahli, pelapor, saksi pelaku tidak dapat digugat, baik pidana maupun perdata atas kesaksiannya sepanjang itu beritikad baik.
"Sebaiknya patuhi Undang-undang. Polisi, penyidik mesti mengacu pada Undang-undang nomor 31 tahun 2014, poinnya di pasal 10 itu, pelapor saksi korban tidak dapat digugat pidana maupun perdata," katanya menjelaskan.
Diketahui, kasus ini kembali mengemuka ke publik dan viral pada awal Oktober 2021, atas tulisan Eko Rusdianto dimuat di website project mutaluli.org yang menjadi produk jurnalistik dengan memberi ruang keluhan ibu korban RA atas dihentikannya kasus pencabulan disertai pemerkosaan ketiga anaknya pada 10 Desember 2019 di Polres Luwu Timur.