Kepala BKKBN : Tingginya angka anemia berpotensi lahirkan anak stunting
Makassar (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Dr (HC) dr Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) mengatakan, tingginya angka anemia dan gizi buruk pada remaja putri sebelum menikah hingga saat wanita hamil berpotensi melahirkan anak “stunting”.
“Oleh karena itu, pencegahan stunting harus dilakukan sebelum menikah. Oleh karena itu, dicanangkan program pemeriksaan kesehatan pranikah selama 3 bulan,” ujarnya saat launching program secara virtual dan dihadiri oleh seluruh kepala perwakilan BKKBN, termasuk BKKBN Sulsel Hj Andi. Kepala Perwakilan (Kaper) Ritamariani di Makassar, Jumat.
Ia mengatakan pentingnya program tersebut didasari alasan jika ditemukan kelainan (kondisi patologis) bagi calon istri,
Menurutnya, kasus yang paling sering terjadi adalah anemia pada remaja putri yang membutuhkan konsumsi tablet suplemen darah selama 90 hari.
Demikian pula jika pengantin wanita (catin) memiliki kondisi “kurang gizi” seperti kekurangan kalori protein atau kekurangan/kekurangan vitamin lain, maka dibutuhkan waktu setidaknya tiga bulan untuk memperbaiki keadaan tersebut.
Untuk Catin laki-laki, urgensi pemberian perhatian yang intensif pada masa pranikah karena produksi sperma untuk persiapan pembuahan dan menghasilkan keturunan yang sehat, membutuhkan prakondisi dan kebugaran bagi pria setidaknya 73-75 hari sebelumnya.
Hal ini sesuai dengan teori tentang proses pembentukan sperma/spermatogenesis yang berlangsung selama itu.
Oleh karena itu, kata dia, idealnya setiap catin, 3 bulan sebelum menikah harus memeriksakan kesehatannya, seperti tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan kadar hemoglobin (Hb).
Kemudian, kata Hasto Wardoyo, hasil pemeriksaan tersebut dimasukkan melalui aplikasi Elsimil (Elektronik Siap Nikah dan Hamil) yang diluncurkan secara nasional di Bantul, Yogyakarta.
Terkait hal tersebut, Kaper BKKBN Sulsel Andi Ritamariani sebelumnya telah mengintensifkan sosialisasi kepada remaja binaan melalui workshop implementasi modul 1001 cara berbicara yang bertujuan untuk mendekatkan orang tua dan remaja.
Melalui program tersebut juga menjadi tujuan akhir untuk menekan angka stunting dengan terbentuknya kesadaran remaja untuk tidak menikah di usia dini, termasuk memperhatikan asupan gizinya untuk persiapan sebelum menikah.
“Oleh karena itu, pencegahan stunting harus dilakukan sebelum menikah. Oleh karena itu, dicanangkan program pemeriksaan kesehatan pranikah selama 3 bulan,” ujarnya saat launching program secara virtual dan dihadiri oleh seluruh kepala perwakilan BKKBN, termasuk BKKBN Sulsel Hj Andi. Kepala Perwakilan (Kaper) Ritamariani di Makassar, Jumat.
Ia mengatakan pentingnya program tersebut didasari alasan jika ditemukan kelainan (kondisi patologis) bagi calon istri,
Menurutnya, kasus yang paling sering terjadi adalah anemia pada remaja putri yang membutuhkan konsumsi tablet suplemen darah selama 90 hari.
Demikian pula jika pengantin wanita (catin) memiliki kondisi “kurang gizi” seperti kekurangan kalori protein atau kekurangan/kekurangan vitamin lain, maka dibutuhkan waktu setidaknya tiga bulan untuk memperbaiki keadaan tersebut.
Untuk Catin laki-laki, urgensi pemberian perhatian yang intensif pada masa pranikah karena produksi sperma untuk persiapan pembuahan dan menghasilkan keturunan yang sehat, membutuhkan prakondisi dan kebugaran bagi pria setidaknya 73-75 hari sebelumnya.
Hal ini sesuai dengan teori tentang proses pembentukan sperma/spermatogenesis yang berlangsung selama itu.
Oleh karena itu, kata dia, idealnya setiap catin, 3 bulan sebelum menikah harus memeriksakan kesehatannya, seperti tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan kadar hemoglobin (Hb).
Kemudian, kata Hasto Wardoyo, hasil pemeriksaan tersebut dimasukkan melalui aplikasi Elsimil (Elektronik Siap Nikah dan Hamil) yang diluncurkan secara nasional di Bantul, Yogyakarta.
Terkait hal tersebut, Kaper BKKBN Sulsel Andi Ritamariani sebelumnya telah mengintensifkan sosialisasi kepada remaja binaan melalui workshop implementasi modul 1001 cara berbicara yang bertujuan untuk mendekatkan orang tua dan remaja.
Melalui program tersebut juga menjadi tujuan akhir untuk menekan angka stunting dengan terbentuknya kesadaran remaja untuk tidak menikah di usia dini, termasuk memperhatikan asupan gizinya untuk persiapan sebelum menikah.