ESDM: Bioenergi terpenuhi 10 persen dari target 23 persen EBT 2025
Makassar (ANTARA) - Bioenergi sudah terpenuhi sekitar 10 persen pada 2021 dari 23 persen target pemenuhan Energi Baru Terbarukan (EBT) pada 2025, kata Direktur Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya (ESDM) Edi Wibowo pada talk show dan peluncuran buku "Menggapai Asa Bahan Bakar Nabati Indonesia" secara virtual.
Talk Show dan peluncuran buku itu diselenggarakan oleh Yayasan Madani Berkelanjutan dan Mongabay Indonesia yang diikuti peserta dari Makassar, Rabu.
Menurut Edi, Kementerian ESDM terus mendorong pengadaan dan produksi Bahan Bakar Nabati (BBN) di lapangan yang diperkuat dengan adanya regulasi pentahapan mandatori yang sudah ditetapkan Kementerian ESDM Nomor 12 Tahun 2015.
Dia mengatakan sejak adanya regulasi tersebut pada 2015, Kementerian ESDM secara bertahap mengembangkan biodiesel atau bioetanol dari berbagai jenis BBN.
"Ada banyak yang bisa dikembangkan seperti sawit, tebu, singkong dapat dikembangkan menjadi bioetanol atau biofuel sebagai BBN," ujarnya.
Namun, lanjutnya, saat ini tanaman sawit masih mendominasi sebagai sumber utama untuk produksi biodiesel. Kendati demikian, dinilai tidak menutup kemungkinan jenis tanaman juga dapat diproduksi.
Hanya saja, diakui masih membutuhkan penelitian lebih lanjut dan harus ada teknologi tinggi yang menjadi pendukung produksi BBN tersebut.
Sementara itu, Peneliti Ahli Utama Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH), Prof (Ris) Dr Ir Budi Leksono M.P mengatakan kurang lebih 13 tahun meneliti tanaman nyamplung, akhirnya diketahui ada dua potensi tanaman tersebut.
"Selain dapat menjadi sumber BBN biodiesel, juga menjadi bahan kosmetik dan obat-obatan. Bahkan dari hasil perkembangan penelitian kami, dapat kembangkan menjadi BBN bioaftur untuk kebutuhan pesawat," katanya.
Selama ini, lanjut Budi, minyak nyamplung sudah menembus pasar mancanegara untuk kebutuhan kosmetik dan obat-obatan. Karena itu, ke depan produktivitas tanaman nyamplung harus lebih digenjot lagi.
Apalagi saat ini, ungkapnya, sudah ada bibit unggul tanaman nyamplung yang mulai dikembangkan dengan umur tanaman sekitar dua tahun sudah dapat berbuah.
Khusus peluncuran buku berjudul "Menggapai Asa Bahan Bakar Nabati Indonesia" salah seorang penulis buku tersebut Ariel Kahhari yang juga adalah Produser dan Jurnalis TVRI Ariel Kahhari, mengangkat potensi ampas kopi di Aceh sebagai sumber bahan bakar nabati.
Sedang penulis lainnya yang juga penerima fellowship dari Yayasan Madani Berkelanjutan dan Mongabay Indonesia mengangkat potensi BBN jenis lainnya seperti tanaman nyamplung, tongkol jagung, sekam padi dan sebagainya.
Talk Show dan peluncuran buku itu diselenggarakan oleh Yayasan Madani Berkelanjutan dan Mongabay Indonesia yang diikuti peserta dari Makassar, Rabu.
Menurut Edi, Kementerian ESDM terus mendorong pengadaan dan produksi Bahan Bakar Nabati (BBN) di lapangan yang diperkuat dengan adanya regulasi pentahapan mandatori yang sudah ditetapkan Kementerian ESDM Nomor 12 Tahun 2015.
Dia mengatakan sejak adanya regulasi tersebut pada 2015, Kementerian ESDM secara bertahap mengembangkan biodiesel atau bioetanol dari berbagai jenis BBN.
"Ada banyak yang bisa dikembangkan seperti sawit, tebu, singkong dapat dikembangkan menjadi bioetanol atau biofuel sebagai BBN," ujarnya.
Namun, lanjutnya, saat ini tanaman sawit masih mendominasi sebagai sumber utama untuk produksi biodiesel. Kendati demikian, dinilai tidak menutup kemungkinan jenis tanaman juga dapat diproduksi.
Hanya saja, diakui masih membutuhkan penelitian lebih lanjut dan harus ada teknologi tinggi yang menjadi pendukung produksi BBN tersebut.
Sementara itu, Peneliti Ahli Utama Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH), Prof (Ris) Dr Ir Budi Leksono M.P mengatakan kurang lebih 13 tahun meneliti tanaman nyamplung, akhirnya diketahui ada dua potensi tanaman tersebut.
"Selain dapat menjadi sumber BBN biodiesel, juga menjadi bahan kosmetik dan obat-obatan. Bahkan dari hasil perkembangan penelitian kami, dapat kembangkan menjadi BBN bioaftur untuk kebutuhan pesawat," katanya.
Selama ini, lanjut Budi, minyak nyamplung sudah menembus pasar mancanegara untuk kebutuhan kosmetik dan obat-obatan. Karena itu, ke depan produktivitas tanaman nyamplung harus lebih digenjot lagi.
Apalagi saat ini, ungkapnya, sudah ada bibit unggul tanaman nyamplung yang mulai dikembangkan dengan umur tanaman sekitar dua tahun sudah dapat berbuah.
Khusus peluncuran buku berjudul "Menggapai Asa Bahan Bakar Nabati Indonesia" salah seorang penulis buku tersebut Ariel Kahhari yang juga adalah Produser dan Jurnalis TVRI Ariel Kahhari, mengangkat potensi ampas kopi di Aceh sebagai sumber bahan bakar nabati.
Sedang penulis lainnya yang juga penerima fellowship dari Yayasan Madani Berkelanjutan dan Mongabay Indonesia mengangkat potensi BBN jenis lainnya seperti tanaman nyamplung, tongkol jagung, sekam padi dan sebagainya.