Makassar (ANTARA) - Pemerhati masalah anak Lusia Palulungan mengatakan fenomena kekerasan terhadap anak sepanjang Januari-Juni 2020 yang tercatat sebanyak 200 kasus, perlu dianalisis secara komprehensif.
"Meningkatkan kasus yang ditangani Dinas Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Makassar, perlu dianalisis dari beberapa hal," kata Lusia di Makassar, Selasa.
Dia mengatakan dengan banyaknya kasus yang terdata di DP3A Makassar, maka hal itu menunjukkan bahwa layanan yang tersedia dan yang diberikan sudah semakin baik, sehingga korban dapat dengan mudah untuk mengakses layanan atau melaporkan.
Apalagi kalau ada layanan penjangkauan yang sifatnya jemput bola ataupun penyediaan media pelaporan kasus yang sifatnya online (daring), sehingga korban tidak perlu datang ke tempat layanan.
Kedua, lanjut perempuan yang pernah bergelut di LBH Apik ini, jika kesadaran masyarakat untuk bersuara dan melapor sudah semakin tinggi, sehingga banyak yang melapor.
"Ketiga, data tersebut masih perlu dianalisis mengenai bentuk-bentuk kekerasannya dan mekanisme penyelesaiannya," katanya.
Menurut alumni Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin itu, jika kasus kekerasan lebih banyak kekerasan seksual atau bentuk kekerasan lainnya yang termasuk dalam delik biasa, maka hal ini perlu diwaspadai untuk memikirkan strategi yang dapat dilakukan untuk pencegahan dan penanganan kasus.
Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa yang urgen untuk dilakukan oleh pemerintah adalah menganalisis kasus-kasus tersebut terkait dengan penyebabnya, cara penyelesaiannya, tantangan yang dihadapi korban dan hal lainnya.
Hal itu dimaksudkan agar penyebabnya dapat diminimalisasi, termasuk mengidentifikasi peran masyarakat di dalamnya yang disinergikan dengan peran pemerintah, mengingat kasus kekerasan sulit diprediksi jumlahnya secara pasti karena hal tersebut ibarat gunung es.
Namun, kata dia, yang dapat dilakukan adalah kampanye untuk meningkatkan kesadaran setiap orang agar ikut mencegah dirinya dan orang lain mengalami kekerasan.
Termasuk menyediakan sarana, prasarana dan SDM yang responsif dan berperspektif dalam penanganan kasus-kasus kekerasan, sehingga penanganan kasus akhirnya menjadi entri poin pencegahan terjadinya kekerasan akibat kuatnya penegakan hukum.