Jakarta (ANTARA) - Kementerian Dalam Negeri meminta komitmen bersama pemerintah daerah untuk menyelesaikan persoalan peta batas desa dengan melibatkan perguruan tinggi dan swasta.
"Meminta komitmen bersama untuk menyelesaikan peta batas desa sesuai dengan Perpres Nomor 23 Tahun 2021, penyelesaian batas desa secara kolaboratif dengan melibatkan pihak swasta atau perguruan tinggi terkait, pembentukan tim kerja untuk melaksanakan clearing house permasalahan penetapan dan penegasan batas desa," jelas Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kemendagri Yusharto Huntoyungo dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Perpres No 23 Tahun 2021 itu mengatur tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta Pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000.
Kata dia, Perpres itu mengamanatkan target waktu dan lokasi penyelesaian peta batas desa mulai tahun 2021 hingga 2023. Adapun Peraturan Presiden tersebut memuat target penyelesaian peta batas desa di seluruh Indonesia yang harus diselesaikan dari tahun 2021 sejumlah 10 provinsi, 12 provinsi pada tahun 2022 dan 11 provinsi pada tahun 2023.
Hal itu juga ditegaskan Yusharto dalam Workshop Pengesahan Batas Desa yang digelar di Jakarta.
"Mari tingkatkan komitmen kita untuk bersama-sama bersinergi dan berkolaborasi dalam mencapai tujuan amanat peraturan presiden tersebut," harapnya.
Yusharto mengungkapkan dalam pelaksanaan penetapan dan penegasan batas desa untuk memenuhi aspek teknis, Kemendagri melalui Ditjen Bina Pemdes sebagai wali data peta batas administrasi desa yang dalam pelaksanaannya mengacu pada Pasal 401 dan Pasal 2 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Penegasan batas termasuk cakupan wilayah dan penentuan luas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan pada perhitungan teknis yang dibuat oleh lembaga yang membidangi informasi geospasial.
Penetapan dan penegasan batas desa bertujuan untuk menciptakan tertib administrasi pemerintahan, memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap batas wilayah suatu Desa yang memenuhi aspek teknis dan yuridis. Aspek teknis dimaksud pelaksanaannya difasilitasi dan disupervisi oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) yang mengacu pada UU Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial.
Aspek yuridis yang perlu diperhatikan dalam pengesahan batas desa melalui peraturan bupati/wali kota adalah lampiran berupa berita acara hasil musyawarah desa pada setiap tahapan penegasan batas desa yang dilakukan berdasarkan Pasal 15 Permendagri Nomor 45 Tahun 2016.
Kata dia, sesuai Pasal 21 ayat 2 Permendagri Nomor 45 Tahun 2016 tentang Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa, laporan pelaksanaan penetapan dan penegasan batas desa yang telah dilaporkan oleh Tim PPBDes Provinsi sebanyak 1.084 Desa dan telah diteruskan kepada wali data Kemendagri yaitu Pusdatin untuk diintegrasikan kepada Sekretariat Percepatan Kebijakan Satu Peta (PKSP),
Adapun Pusat Pemetaan Integrasi Tematik (PPIT) BIG sebagai Satgas 2 dari Sekretariat PKSP merespon dengan mengembalikan 109 perbup dan peta batas desa di 14 kabupaten/kota pada 10 provinsi akibat adanya kesalahan (error) topologi yaitu adanya area yang saling tumpang tindih, daerah tidak bertuan atau gap, dan ketidaksesuaian dengan batas administrasi.
Adapun sebanyak 806 desa lainnya yang telah dilaporkan selesai penegasan batas desanya dan masih dikoordinasikan untuk kelengkapan shape file-nya agar dapat diintegrasikan dengan IGT peta batas desa.
Ditjen Bina Pemdes bersama Pusat Pemetaan Batas Wilayah BIG yang tergabung dalam Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa mengidentifikasi 1.890 Desa pada 47 Kabupaten di 19 Provinsi sudah dilakukan Penegasan Batas Desa sesuai Pasal 15 Permendagri Nomor 45 Tahun 2016.
Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kemendagri minta komitmen pemda selesaikan peta batas desa