Makassar (ANTARA) - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah memproses ratusan aduan terkait dugaan pelanggaran penyelenggara Pemilu sepanjang masa tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
"Selama tahun 2023 atau 10 bulan belakangan ini, jumlah perkara penyelenggara Pemilu yang sudah kita sidangkan itu mencapai 432 kasus. Artinya, sehari lebih dari satu penyelenggara yang kita sidangkan," ungkap Ketua DKPP Heddy Lugito kepada wartawan di sela Rapat Koordinasi Penyelenggara Pemilu Wilayah IV di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (22/11/2023).
Ia menyebutkan, dari 432 kasus ini angkanya sangat besar sehingga perlu perhatian bersama jangan sampai angka tersebut bertambah selama masa proses tahapan kampanye dan tahapan lanjutan lainnya.
"Harus menjadi perhatian, jangan sampai nanti ketika sudah mulai tahapan masuk terutama tahapan kampanye, pencoblosan, penghitungan suara, rekapitulasi suara, hingga tahapan penetapan suara ada pengaduan. Kalau ini terjadi, penyelenggaraan Pemilu akan terganggu proses pengerjaannya. Mari kita sama-sama menjaga ini (integritas)," tuturnya.
Anggota Dewan Penasihat Forum Pemred Indonesia ini mengemukakan, DKPP bersifat pasif dan hanya menunggu aduan baru dilaksanakan proses selanjutnya untuk ditindak sejauh mana pelanggaran kode etik penyelenggara tersebut.
"Kami bersikap pasif, kalau ada mengadukan baru DKPP bertindak. Tapi hanya DKPP yang diberikan kewenangan Undang-undang untuk memberhentikan penyelenggara Pemilu yang melakukan pelanggaran hukum," kata mantan Pimpinan Umum Majalah Gatra ini menegaskan.
Oleh karena itu, pihaknya selalu mewanti-wanti kepada penyelenggara Pemilu agar berhati-hati terkait persoalan pelanggaran etik, karena muaranya ke DKPP, selain paling mudah juga terjangkau serta pasti disidangkan. Ia berharap agar para penyelenggara Pemilu terus menjaga integritas dan marwah lembaga sehingga publik makin percaya.
"Di Sulsel tingkat pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu tergolong paling kecil. Jika, berkaca pada jumlah pelanggaran Pemilu per daerah, terbesar diduduki wilayah Papua sampai Papua Barat. Untuk Papua daerah otonomi baru ada empat, masih belum kita rekap. Disusul Sumatera Utara, kemudian Aceh, dan kawasan Sulawesi masih sedikit," sebutnya.
Hal senada diungkapkan Anggota DKPP Muhammad Tio Aliansyah bahwa jumlah pelanggaran etik paling banyak dilakukan penyelenggara Adhoc (anggota PPK dan PPS) di sejumlah daerah dan tertinggi berada di Sumatera Utara.
"Paling banyak adhoc, ada sekitar 139. Di daerah Sumatera Utara. Sudah diputus semua, ada yang rehabilitasi, ada yang diberi sanksi, ada yang sanksi keras. Bervariasi tergantung dari fakta-fakta persidangan," ujarnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: DKPP sebut 432 pelanggaran diproses sepanjang 2023