YRC Indonesia dan DKP berkolaborasi wujudkan konservasi perikanan di Pangkep
Makassar (ANTARA) - Yayasan Roman Celebes (YRC) Indonesia bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) berkolaborasi dalam mewujudkan konservasi di bidang perikanan termasuk pengembangan spesies teripang di Pulau Sapuka, Kecamatan Liukang Tangaya, Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep) Sulawesi Selatan.
"Visi kami bagaimana sumber daya alam dapat berkelanjutan. Selama dua tahun ini kami mendata spesies teripang di Sapuka serta beragam program pendampingan bagi masyarakat pulau dengan praktik baik agar bermanfaat bagi penduduk," kata Direktur Eksekutif YRC Indonesia Awaluddin di Makassar, Selasa.
Ia pun menyampaikan dalam workshop perikanan skala kecil berkelanjutan dalam mendukung efektivitas kawasan konservasi Sulawesi Selatan di hotel setempat, bahwa diperlukan tata kelola perikanan secara berkelanjutan bukan hanya perikanan tapi juga teripang yang penangkapanya sudah berlebihan atau over eksploitasi.
Hal itu kemudian mendorong YRC Indonesia sejak 2021 hingga kini menjalankan program keselarasan pola pemanfaatan, konservasi, dan perdagangan teripang skala kecil di Pulau Sapuka disingkat 'Konsepsi Tangaya Project' didukung perkumpulan Burung Indonesia melalui program Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF).
Berdasarkan data KKP, di Sulsel tahun 2024 telah ditetapkan kawasan konservasi daerah (KKD) dengan total luasan mencapai 578.435,53 hektare, yakni KKD Liukang Tupabbiring seluas 63.407, 27 hektare, KKD Liukang Tangaya seluas 505.862,34 hektare, KKD Panikiang seluas 496,8 hektare, KKD Kayuadi seluas 6.899,43 hektare dan KKD Pasi Gusung seluas 1.769,73 hektare.
Tujuan dari program ini, kata Awal, adalah menguatkan tata kelola perikanan skala kecil untuk komoditi teripang di pulau sapuka yang mendukung peningkatan pendapatan masyarakat dan kelestarian keragaman hayati koridor laut Pangkajene Kepulauan.
"Konsepsi Tangaya Project ini diharapkan dapat menjadi inisiasi awal dalam mendorong perbaikan tata kelola perikanan skala kecil secara berkelanjutan melalui komoditas teripang," katanya menambahkan.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pangkep Amril pada kesempatan itu mengapresiasi upaya dilakukan YRC Indonesia dalam hal perlindungan konservasi serta pelestarian teripang. Kendati demikian, pihaknya tidak bisa berbuat banyak berkaitan konservasi karena ada aturan, bahkan tidak ada program melekat di kabupaten, tapi semuanya dijalankan tingkat provinsi.
"Masih ada upaya lain bisa dilakukan, seperti penggunaan dana desa yang anggaran bisa dialokasikan bersinggungan konservasi dan pemberdayaan nelayan kecil. Sebab diketahui, 40 persen kontribusi perikanan itu dihasilkan nelayan kecil. Kami tentu sangat terbuka dan mendukung upaya konservasi," tuturnya menyarankan.
Sementara itu, Kepala Bidang Pesisir Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulsel Abdul Muas Mubarak menambahkan, pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2025-2045 telah dimasukkan lima poin besar dalam hal perencanaan, dua poin diantaranya perluasan konservasi perikanan, mengingat luas laut sekitar 70 persen dibanding daratan hanya 30 persen.
Berbicara destructive illegal fishing atau penangkapan ikan dengan bahan peledak, Kasubdit Gakkum Polairud Polda Sulsel AKBP Soma Miharja menyebut, hingga Agustus 2024, tercatat ada 13 kasus dan ribuan liter potasium nitrat disita. Kota Makassar enam kasus, Kabupaten Bone tiga kasus, Pangkep dua kasus, dan Luwu serta Sinjai masing-masing satu kasus.
"Inilah gambarannya dan itu sangat berbahaya. Kita pertama di Sulsel yang mengungkap jaringannya dari Malaysia diperoleh detonator (hulu ledak). Nelayan kecil ini hanya korban, sedangkan diuntungkan pengedar maupun pemasoknya. Mereka bahkan lebih pintar (membom ikan) memanfaatkan hari besar, lebaran, di saat kita sibuk," ungkap Soma pada kegiatan itu.
Workshop tersebut juga dihadiri perwakilan DPD Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (ISPIKANI) Sulsel, Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar - KKP, Team Leader RIT Program Kemitraan - Burung Indonesia, perwakilan BKSDA, Fakultas Perikanan Universitas Cokroaminoto, Departemen Perikanan FKIP Unhas dan undangan lainnya.
"Visi kami bagaimana sumber daya alam dapat berkelanjutan. Selama dua tahun ini kami mendata spesies teripang di Sapuka serta beragam program pendampingan bagi masyarakat pulau dengan praktik baik agar bermanfaat bagi penduduk," kata Direktur Eksekutif YRC Indonesia Awaluddin di Makassar, Selasa.
Ia pun menyampaikan dalam workshop perikanan skala kecil berkelanjutan dalam mendukung efektivitas kawasan konservasi Sulawesi Selatan di hotel setempat, bahwa diperlukan tata kelola perikanan secara berkelanjutan bukan hanya perikanan tapi juga teripang yang penangkapanya sudah berlebihan atau over eksploitasi.
Hal itu kemudian mendorong YRC Indonesia sejak 2021 hingga kini menjalankan program keselarasan pola pemanfaatan, konservasi, dan perdagangan teripang skala kecil di Pulau Sapuka disingkat 'Konsepsi Tangaya Project' didukung perkumpulan Burung Indonesia melalui program Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF).
Berdasarkan data KKP, di Sulsel tahun 2024 telah ditetapkan kawasan konservasi daerah (KKD) dengan total luasan mencapai 578.435,53 hektare, yakni KKD Liukang Tupabbiring seluas 63.407, 27 hektare, KKD Liukang Tangaya seluas 505.862,34 hektare, KKD Panikiang seluas 496,8 hektare, KKD Kayuadi seluas 6.899,43 hektare dan KKD Pasi Gusung seluas 1.769,73 hektare.
Tujuan dari program ini, kata Awal, adalah menguatkan tata kelola perikanan skala kecil untuk komoditi teripang di pulau sapuka yang mendukung peningkatan pendapatan masyarakat dan kelestarian keragaman hayati koridor laut Pangkajene Kepulauan.
"Konsepsi Tangaya Project ini diharapkan dapat menjadi inisiasi awal dalam mendorong perbaikan tata kelola perikanan skala kecil secara berkelanjutan melalui komoditas teripang," katanya menambahkan.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pangkep Amril pada kesempatan itu mengapresiasi upaya dilakukan YRC Indonesia dalam hal perlindungan konservasi serta pelestarian teripang. Kendati demikian, pihaknya tidak bisa berbuat banyak berkaitan konservasi karena ada aturan, bahkan tidak ada program melekat di kabupaten, tapi semuanya dijalankan tingkat provinsi.
"Masih ada upaya lain bisa dilakukan, seperti penggunaan dana desa yang anggaran bisa dialokasikan bersinggungan konservasi dan pemberdayaan nelayan kecil. Sebab diketahui, 40 persen kontribusi perikanan itu dihasilkan nelayan kecil. Kami tentu sangat terbuka dan mendukung upaya konservasi," tuturnya menyarankan.
Sementara itu, Kepala Bidang Pesisir Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulsel Abdul Muas Mubarak menambahkan, pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2025-2045 telah dimasukkan lima poin besar dalam hal perencanaan, dua poin diantaranya perluasan konservasi perikanan, mengingat luas laut sekitar 70 persen dibanding daratan hanya 30 persen.
Berbicara destructive illegal fishing atau penangkapan ikan dengan bahan peledak, Kasubdit Gakkum Polairud Polda Sulsel AKBP Soma Miharja menyebut, hingga Agustus 2024, tercatat ada 13 kasus dan ribuan liter potasium nitrat disita. Kota Makassar enam kasus, Kabupaten Bone tiga kasus, Pangkep dua kasus, dan Luwu serta Sinjai masing-masing satu kasus.
"Inilah gambarannya dan itu sangat berbahaya. Kita pertama di Sulsel yang mengungkap jaringannya dari Malaysia diperoleh detonator (hulu ledak). Nelayan kecil ini hanya korban, sedangkan diuntungkan pengedar maupun pemasoknya. Mereka bahkan lebih pintar (membom ikan) memanfaatkan hari besar, lebaran, di saat kita sibuk," ungkap Soma pada kegiatan itu.
Workshop tersebut juga dihadiri perwakilan DPD Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (ISPIKANI) Sulsel, Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar - KKP, Team Leader RIT Program Kemitraan - Burung Indonesia, perwakilan BKSDA, Fakultas Perikanan Universitas Cokroaminoto, Departemen Perikanan FKIP Unhas dan undangan lainnya.