Polrestabes Makassar selidiki dugaan korupsi dana hibah masjid Rp2 miliar
Makassar (ANTARA) - Jajaran Polrestabes Makassar sedang menyelidiki dugaan korupsi penyimpangan dana bantuan hibah dari Sekretariat Daerah (Sekda) Pemerintah Kota Makassar untuk rehabilitasi pembangunan rumah ibadah yakni Masjid Nurul Dzikir tahun anggaran 2022 senilai Rp2 miliar.
"Indikasi total kerugian negara oleh panitia pembangunan masjid senilai Rp2 miliar," kata Kapolda Sulsel Irjen Pol Yudhiawan Wibisono didampingi Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Mokh Ngajib dan Direskrimsus Polda Sulsel Kombes Pol Dedi Supryadi saat memberi keterangan pers di Mapolrestabes Makassar, Sulawesi Selatan, Senin.
Modus operandi yang dijalankan panitia masjid tersebut, kata Kapolda, diduga tidak melaksanakan pembangunan sesuai dengan Naskah Perjanjian Hibah Daerah atau NHPD yang telah disepakati dengan bagian Kesra Pemkot Makassar.
Selain itu, membuat laporan pertanggungjawaban dengan menggunakan nota atau kuitansi fiktif, sehingga bangunan tersebut yang dibuat dengan dana hibah tidak aman difungsikan, karena struktur bangunan tidak kokoh dan dikhawatirkan akan ambruk bila digunakan.
"Jadi, sudah jelas uang dari pemerintah untuk pembangunan masjid, tapi uangnya tidak dipakai sebagaimana mestinya. Kemudian menggunakan laporan fiktif, serta bangunannya tidak sesuai dengan spek, dan ini sangat membahayakan," papar Kapolda kepada wartawan menekankan.
Dari kronologi kejadian, awalnya pada 12 April 2021, pengurus Masjid Nurul Dzikir mengajukan permohonan ke Wali Kota Makassar dengan melampirkan desain serta Rancangan Anggaran Biaya (RAB) melalui Kepala Bagian Kesra Pemkot Makassar senilai Rp2,4 miliar.
Pada 10 Juni 2024, setelah diverifikasi permohonan yang bersangkutan, disetujui dan diberikan bantuan dana hibah sebesar Rp2 miliar bersumber dari APBD tahun anggaran 2022. Sebelum dana dicairkan tentu ada perjanjian-perjanjian namun belakangan tidak dilaksanakan.
Berdasarkan hasil penyelidikan, dalam laporan pertanggungjawaban pengurus masjid Nurul Dzikir ditemukan banyak nota-nota fiktif yang dijadikan sebagai laporan penggunaan dana hibah.
Sejauh ini, perkara sudah naik ke tahap penyidikan dan kini masih dalam perhitungan kerugian negara oleh tim ahli konstruksi dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau BPKP. Akibat perbuatan panitia, pembangunan masjid ini negara mengalami kerugian Rp2 miliar.
"Kerugian uang yang sekitar Rp2 miliar atau total loss, karena kalau dipakai membangun terus bangunannya tidak bisa dipakai pasti total loss atau hilang," ungkap mantan Kapolrestabes Makassar ini.
Saat ditanyakan pada kasus ini apakah sudah ada tersangkanya, kata dia, belum ditetapkan, namun telah diperiksa 10 orang panitia pembangunan masjid, enam orang tukang, 17 pemilik toko bangunan serta tiga orang tim evaluasi dan verifikasi, termasuk meminta keterangan ahli konstruksi.
"Saat ini telah dilakukan perhitungan kerugian negara oleh BPKP perwakilan Sulsel dan sudah dilakukan pemeriksaan fisik oleh ahli konstruksi. Bila terbukti, disangkakan pasal 2 dan 3 ayat 1 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 KUHP," katanya menegaskan.
"Indikasi total kerugian negara oleh panitia pembangunan masjid senilai Rp2 miliar," kata Kapolda Sulsel Irjen Pol Yudhiawan Wibisono didampingi Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Mokh Ngajib dan Direskrimsus Polda Sulsel Kombes Pol Dedi Supryadi saat memberi keterangan pers di Mapolrestabes Makassar, Sulawesi Selatan, Senin.
Modus operandi yang dijalankan panitia masjid tersebut, kata Kapolda, diduga tidak melaksanakan pembangunan sesuai dengan Naskah Perjanjian Hibah Daerah atau NHPD yang telah disepakati dengan bagian Kesra Pemkot Makassar.
Selain itu, membuat laporan pertanggungjawaban dengan menggunakan nota atau kuitansi fiktif, sehingga bangunan tersebut yang dibuat dengan dana hibah tidak aman difungsikan, karena struktur bangunan tidak kokoh dan dikhawatirkan akan ambruk bila digunakan.
"Jadi, sudah jelas uang dari pemerintah untuk pembangunan masjid, tapi uangnya tidak dipakai sebagaimana mestinya. Kemudian menggunakan laporan fiktif, serta bangunannya tidak sesuai dengan spek, dan ini sangat membahayakan," papar Kapolda kepada wartawan menekankan.
Dari kronologi kejadian, awalnya pada 12 April 2021, pengurus Masjid Nurul Dzikir mengajukan permohonan ke Wali Kota Makassar dengan melampirkan desain serta Rancangan Anggaran Biaya (RAB) melalui Kepala Bagian Kesra Pemkot Makassar senilai Rp2,4 miliar.
Pada 10 Juni 2024, setelah diverifikasi permohonan yang bersangkutan, disetujui dan diberikan bantuan dana hibah sebesar Rp2 miliar bersumber dari APBD tahun anggaran 2022. Sebelum dana dicairkan tentu ada perjanjian-perjanjian namun belakangan tidak dilaksanakan.
Berdasarkan hasil penyelidikan, dalam laporan pertanggungjawaban pengurus masjid Nurul Dzikir ditemukan banyak nota-nota fiktif yang dijadikan sebagai laporan penggunaan dana hibah.
Sejauh ini, perkara sudah naik ke tahap penyidikan dan kini masih dalam perhitungan kerugian negara oleh tim ahli konstruksi dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau BPKP. Akibat perbuatan panitia, pembangunan masjid ini negara mengalami kerugian Rp2 miliar.
"Kerugian uang yang sekitar Rp2 miliar atau total loss, karena kalau dipakai membangun terus bangunannya tidak bisa dipakai pasti total loss atau hilang," ungkap mantan Kapolrestabes Makassar ini.
Saat ditanyakan pada kasus ini apakah sudah ada tersangkanya, kata dia, belum ditetapkan, namun telah diperiksa 10 orang panitia pembangunan masjid, enam orang tukang, 17 pemilik toko bangunan serta tiga orang tim evaluasi dan verifikasi, termasuk meminta keterangan ahli konstruksi.
"Saat ini telah dilakukan perhitungan kerugian negara oleh BPKP perwakilan Sulsel dan sudah dilakukan pemeriksaan fisik oleh ahli konstruksi. Bila terbukti, disangkakan pasal 2 dan 3 ayat 1 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 KUHP," katanya menegaskan.