Jakarta (ANTARA) - Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri mengungkap kasus tindak pidana pornografi anak secara daring dengan modus melalui aplikasi Telegram.
"Penyidik Dittipidsiber Bareskrim Polri pada tanggal 3 Oktober 2024 telah berhasil mengungkap tindak pidana pornografi anak secara online dengan modus melalui aplikasi media sosial Telegram dengan nama grup Meguru Sensei dan Acilsunda," kata Wakil Direktur Tipidsiber Bareskrim Polri Komisaris Besar Polisi Dani Kustoni pada konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu.
Ia mengungkapkan saat ini anggota grup Telegram Meguru Sensei berjumlah 2.701 orang, sedangkan grup Acilsunda memiliki anggota sebanyak 222 orang.
"Di dalam grup Telegram Acilsunda, berisi 146 video yang di antaranya berisikan adegan asusila dengan anak di bawah umur dan adegan asusila sesama jenis, pria dengan pria, yang dibuat dan diperankan langsung oleh tersangka," katanya.
Dalam pengungkapan kasus ini, penyidik Dittipidsiber berhasil menangkap tiga orang tersangka masing-masing berinisial MS (26), S alias Acil Sunda (24), dan anak berkonflik dengan hukum (ABH) berinisial SHP (16). Tiga orang tersangka tersebut memiliki modus berbeda-beda.
Dani menjelaskan tersangka MS berperan sebagai penjual konten video berisikan adegan asusila anak di bawah umur melalui aplikasi Telegram.
Modus tersangka adalah mencari dan mengunduh konten-konten video asusila tersebut dari berbagai sumber di internet dan dijual kembali di akun Telegram VIP Meguru Sensei.
"Tersangka mematok harga mulai Rp50 ribu hingga Rp250 ribu untuk masuk ke member VIP," kata Dani.
Kemudian tersangka S alias Acil Sunda berperan sebagai orang yang mengeksploitasi anak dengan cara menjadi pemeran dan menjual video asusila anak di bawah umur.
"Tersangka juga yang mencari talent serta beradegan asusila dengan anak di bawah umur dan merekamnya menjadi sebuah konten video asusila, lalu disebarkan melalui media sosial grup Telegram yang dibuatnya dengan nama Acilsunda," ucapnya.
Kepada korbannya, tersangka S menjanjikan akan memberikan satu unit telepon seluler. Namun, pada kenyataannya korban anak di bawah umur hanya diberikan uang sebesar Rp200 ribu.
Tersangka terakhir adalah seorang anak berkonflik dengan hukum berinisial SHP.
Dani mengatakan SHP berperan mencari korban anak di bawah umur di lingkungan pertemanan sebayanya untuk ditawarkan membuat konten video asusila dengan tersangka S alias Acil Sunda.
"Korban dijanjikan akan mendapatkan bagian dari hasil video yang dijual," ujarnya.
Dalam kasus ini, penyidik menyita sejumlah barang bukti, di antaranya dua akun Telegram, tiga akun surel, satu lembar akta kelahiran anak, dan dua lembar kartu identitas pelajar.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 45 Ayat 1 juncto Pasal 27 Ayat 1 jo Pasal 52 Ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Selain itu, tersangka juga dijerat Pasal 4 Ayat 1 jo Pasal 29 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Pasal 76D jo Pasal 81 Ayat 1, 2, 5, 6, dan 7 dan/atau Pasal 76I jo Pasal 88 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Tiga orang tersangka tersebut terancam hukuman paling lama 20 tahun penjara.
Saat ini, kata Dani, para korban di bawah umur yang terlibat dalam kasus ini telah dititipkan di Rumah Aman UPT P3A Provinsi DKI Jakarta untuk dilakukan asesmen pendampingan psikologis dan pendampingan hukum.Dani, para korban di bawah umur yang terlibat dalam kasus ini telah dititipkan di Rumah Aman UPT P3A Provinsi DKI Jakarta untuk dilakukan asesmen pendampingan psikologis dan pendampingan hukum.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Bareskrim ungkap kasus pornografi anak lewat aplikasi Telegram