Makassar (ANTARA Sulsel) - Kepala Dinas Perhubungan Makassar, Muh Sabry diperiksa selama lima jam oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan terkait jual beli aset Pemerintah Kota Makassar di terminal Cargo.
"Kehadiran saya di Kejati ini karena pemanggilan yang dilakukan oleh penyidik dan sebagai warga negara yang baik saya harus mematuhinya," ujarnya di Makassar, Jumat.
Sabry mengungkapkan, pemeriksaa dirinya di kejaksaan terkait dengan jual beli aset yang kini telah diselidiki Kejati Sulsel.
Dia mengaku saat jual beli aset yang dimaksudkan oleh tim penyelidik itu, dirinya menjabat sebagai Camat Tamalanrea pada tahun 2005.
Sabry mengatakan, saat dirinya menjabat camat, ada peralihan pengelolaan Pelitagro oleh pihak swasta dan pada saat itu, baik dirinya selaku camat maupun bawahannya tidak pernah dilibatkan.
"Saat saya menjabat camat tahun 2005 memang ada peralihan dan dalam masa peralihan itu kami tidak dilibatkan. Baik saya selaku camat maupun staf saya," katanya.
Disebutkannya, adanya dokumen yang disita oleh tim penyelidik kejaksaan dari PT Pelitagro, dirinya tidak mengetahui persis dokumen apa yang disita itu.
Dia mengaku jika dokumen berdasar pada surat keputusan (SK) Struktur Pengkajian dan Pemanfaatan lahan Pelitagro itu memang camat berada dalam struktur tersebut, namun tidak pernah menghadiri rapat-rapat yang digelar.
"Nama dalam struktur itu ada, hanya karena jabatan yang melekat saat itu. Saya tidak pernah ikut rapat yang diadakan oleh mereka," ucapnya.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Rahman Morra mengatakan, jika nantinya hasil peninjauan ditemukan ada indikasi korupsi dan merugikan negara maka pihaknya akan melibatkan tim audit dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Indikasinya kita masih mencari alat bukti, jika ada indikasi kerugian negara, maka kami akan meminta tim audit untuk turun bersama ke lapangan," jelas Morra.
Diketahui, lahan seluas 11 Hektar milik Pemkot Makassar tersebut telah dipihakketigakan sejak tahun 1993 berdasarkan Perda Kota Madya Ujung Pandang bernomor 3 Tahun 1993.
Setelah 21 tahun, aset ini diduga dijual oleh Mustafa, kepada Jefri Kurniawan, adik kandung Ayong yang juga seorang pengusaha SPBU di Kota Makassar.
Lahan seluas 11 Hektar yang dibeli oleh Jefri tersebut, rencananya akan dibangun menjadi pergudangan. Lahan seluas 11 hektar yang dijual tersebut, dijual oleh Mustafa seharga Rp4 juta per meter yang jika dikalikan dengan luas tanah bisa mencapai triliunan rupiah.
Tidak hanya menjual kepada Jefri, Mustafa juga menjual lahan Pemkot tersebut kepada, Muji dan PT Bio, sebuah perusahaan pembalut asal Surabaya dengan hanya menggunakan surat Hak Guna Bangunan (HGB).
Sementara status lahan yang dikelola memiliki bukti Hak Pengelolaan Lahan (HPL), Namun belakangan PT Pelitagro meningkatkan status HPL menjadi Hak Guna Bangunan (HGB), yang dianggap telah sesuai dengan prosedur yakni dengan diterbitkannya surat HGB tersebut oleh BPN Pusat.
Alasannya karena HPL tidak bisa digunakan sebagai jaminan harus HGB sehingga HGB diberikan ke pembeli lahan tersebut oleh Mustafa Dade Direktur Utama PT Pelitagro.
Dengan cara memecah HGB tersebut dan dijual kepada tiga orang pembeli yaitu, Jefri Kurniawan, Muji dan PT Bio sebuah perusahaan pembalut asal Surabaya.
Lahan yang dikelola Mustafa, dilakukan dengan dasar adanya persetujuan dari mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin pada tahun 2007. FC Kuen

