Makassar (ANTARA) - Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE), Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Setia Diarta mengemukakan bahwa Indonesia memproyeksikan hilirisasi baterai kendaraan motor dan mobil dalam dua tahun ke depan.
"Jadi mungkin dalam dua tahun ke depan akan mulai ada hilirisasi baterai yang dihasilkan dari Indonesia sendiri, utamanya baterai berbasis nikel," ujarnya usai menghadiri pembukaan Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) di Makassar, Rabu.
Dia menyebut pemerintah masih berupaya mendorong hilirisasi baterai, terbukti dengan hadirnya pabrik dari beberapa konsorsium yang sedang dalam proses pembangunan di Karawang dan juga beberapa konsorsium yang melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pada pameran otomotif terbesar di Indonesia ini juga digaungkan kendaraan berbahan bakar ramah lingkungan atau kendaraan listrik.
Menurut Setia Diarta, setiap gerai yang hadir pada pameran otomotif ini menampilkan kendaraan beremisi rendah, sekaligus menghadirkan edukasi terkait manfaat penggunaan kendaraan yang ramah lingkungan.
"Jadi setiap kita yang datang, bisa melihat perkembangan dan kontribusi kendaraan yang dipamerkan terhadap emisi, perkembangan teknologi yang digunakan, jenis baterai, dan segala macam yang bisa kita interaksikan langsung," urainya.
Ketua Umum Gaikindo Putu Juli Ardika menyebut perkembangan teknologi kendaraan, khususnya pada kendaraan listrik dinilai sangat tepat bagi masyarakat di Sulawesi Selatan, karena produksi listrik berlebih di daerah ini.
"Teknologi untuk kendaraan-kendaraan ini sudah memungkinkan untuk melakukan charging di rumah. Jadi sambil jalan pun bisa diatur, apalagi di Sulawesi Selatan ini produksi listriknya berlebih," kata dia.
Gaikindo mencatat bahwa GIIAS Makassar memiliki kontribusi cukup besar dengan target 4,1 persen dari penjualan seluruh Indonesia
Putu Juli optimistis terhadap penjualan tersebut lantaran Makassar menjadi hub untuk wilayah Timur Indonesia dengan penduduk Makassar sekitar 1,4 juta jiwa dan di Indonesia Timur ada sekitar 50 juta jiwa. "Jadi potensinya besar, apalagi tingkat kepemilikan kendaraan per seribu orang masih kecil," ujarnya.

