Makassar (ANTARA) - Sejumlah akademisi di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, memastikan bahwa kehadiran listrik di wilayah tertinggal, terluar, terdepan (3T) menjadi kunci capaian rasio elektrifikasi secara nasional dan listrik berkeadilan
Pakar Energi Sulawesi Selatan Syarifuddin Nojeng mengemukakan bahwa Indonesia memiliki target rasio elektrifikasi hingga 100 persen, namun kondisi ergonomis Indonesia yang banyak terdiri dari daerah terpencil mengakibatkan target tersebut tidak mudah direalisasikan.
"Persoalannya banyak di daerah-daerah kita tidak semua bisa teraliri listrik karena lokasi yang terpencil. Jadi untuk mencapai 100 persen itu memang butuh pendanaan yang luar biasa," ujar Syarifuddin pada diskusi bertema Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran dari Sudut Pandang Energi di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin.
Dia pun menilai langkah pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menggelontorkan anggaran Rp4,3 triliun untuk mempercepat elektrifikasi di desa sebagai kebijakan yang tepat.
Program listrik desa dinilainya menjadi kunci untuk mendongkrak rasio elektrifikasi menuju 100 persen sekaligus membuka akses ekonomi baru bagi masyarakat terpencil.
Ia menilai upaya Kementerian ESDM dalam menjangkau wilayah 3T merupakan langkah realistis, meski tidak mudah diselesaikan dalam waktu singkat.
Apalagi, kata dia, beberapa daerah membutuhkan sistem pembangkit listrik hybrid agar listrik bisa berjalan 24 jam karena akses infrastruktur PLN yang berasal dari PLTU belum bisa mencapai daerah pelosok.
Ekonom Universitas Muhammadiyah Makassar Sutardjo Tui optimistis target elektrifikasi 100 persen dapat tercapai jika pemerintah memiliki komitmen kuat. Sebab, diakui Indonesia memiliki sumber energi yang melimpah, sehingga kendala teknis seharusnya bisa diatasi.
"Elektrifikasi di desa tidak hanya menambah kenyamanan masyarakat, tetapi juga langsung menggerakkan ekonomi daerah," katanya.
Menurut dia, keberadaan listrik membuka peluang usaha baru, meningkatkan kualitas pendidikan, hingga mempercepat aktivitas ekspor komoditas desa.
Dari perspektif kebijakan publik, Direktur Lembaga Studi Kebijakan Publik Kafrawy Saenong menilai keputusan pemerintah mengalokasikan Rp4,3 triliun sudah tepat. Namun, ia menekankan bahwa kebijakan publik harus diiringi dengan pengawasan agar manfaatnya benar-benar sampai ke masyarakat.
"Kalau dari sisi kebijakan, itu (listrik desa) harus diperjuangkan. Setelah diperjuangkan tentu harus diawasi bahwa betul-betul kebijakan ini berdaya guna," kata Kafrawy.
Lebih lanjut, ia menyebut langkah pemerintah yang mengutamakan daerah 3T untuk menerima manfaat program ini juga sudah tepat. Sebab, daerah-daerah itu sering terlupakan dan memerlukan perhatian khusus. Namun, ia juga mengingatkan agar program ini turut menyasar daerah di luar 3T yang masih belum teraliri listrik.

Akademisi: Melistriki daerah 3T kunci capaian rasio elektrifikasi

Sejumlah akademisi di Makassar pada diskusi bertema Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran dari Sudut Pandang Energi di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (17/11/2025). (ANTARA/Nur Suhra Wardyah)
