Makassar, (Antara) - Sekitar empat puluhan petani sawit dari suku bunggu berkumpul di sekolah lapang Desa Ngovi, Kecamatan Rio Pakava, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah, untuk mengikuti penyuluhan yang disampaikan PT Pasangkayu.
community Development Officer (CDO) PT Pasangkayu, Joko Sambodo dalam siaran pers yang dikirim ke Makassar, Senin, mengatakan sambil mengunyah sirih mayoritas petani yang merupakan suku Bunggu tampak antusias menghadiri penyuluhan.
Dia mengatakan penyuluhan bagi para petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Ingin Maju dan Sipatuo asuhan PT Pasangkayu ini memang rutin dilakukan setiap bulan.
Sekolah lapang sengaja memang didirikan diatas lahan Panggo yang juga merupakan kepala adat suku Bunggu.
"Tempat tersebut didirikan sebagai tempat pertemuan serta edukasi bagi para petani. Selain di Desa Ngovi, sekolah lapang juga dibangun di Desa Bambaapu," katanya.
Konsep sekolah alam ini, ujar Joko Sambodo, sebagai sarana yang lebih efektif bagi para petani untuk menerima ilmu dasar pertanian kelapa sawit dari perusahaan.
"Saya salut petani disini semangat mengikuti penyuluhan, membuat perusahaan juga semakin semangat untuk rutin berbagi ilmu dengan bapak dan ibu," kata Joko.
Mandor penyuluh PT pasangkayu, Nur Salim, mengatakan pelatihan sebelumnya berlangsung di gedung. "Dulu penyuluhan dilakukan di gedung training centre kami, tapi bapak tua ini resah tidak bisa menyirih di dalam ruangan, kalo begini lebih fokus ya pak," katanya.
Kepala adat suku bunggu, Panggo, perekonomian warga mulai membaik semenjak PT Astra Agro Lestari masuk.
"Dulu kami hanya bisa makan Ubi dari hutan tapi kini ekonomi kami sudah berubah. Sejak tahun 90an Astra Agro Masuk kamipun bisa menikmati dan membeli beras sendiri," katanya.
Saat penyuluhan Asisten kemitraan PT Pasangkayu Fuji Rahayu dan Hermanto Rudi yang merupakan asisten panen di PT Mamuang dihadirkan untuk berbagi pengalaman.
Hermanto Menegaskan agar para petani memanen buah yang telah matang dan memperhatikan managemen canopy.
"Kalo sawitnya masih dodos berarti bapak harus jaga songgo tiga atau menjaga tiga pelepah dibawah buah hitam, sedangkan kalo sudah egrek maka harus jaga songgo satu atau menjaga satu pelepah dibawah buah," ujar Hermanto.
Pelepah pohon tidak boleh dipotong berlebihan karena akan menumbuhkan buah jantan.
"Begitupun sebaliknya jika pelepah kurang dipotong menghambat produktivitas pohon menurun sehingga kedua situasi tersebut membuat pohon sawit bisa stress," ujar Hermawan.
Kebiasaan para petani yang memanen buah mentah juga menjadi faktor besar yang menyebabkan stressnya pohon sawit.
"Kalau bapak dan ibu ingin pohonnya produktif hingga 25 tahun maka panen dia sesuai rotasi, jangan panen buah mentah karena sama saja bapak ibu ngutang. Pohon yang sering dipanen akan menyebabkan usia produktivitasnya menurun hingga hanya 10-15 tahun saja," ujar Asisten kemitraan PT Pasangkayu Fuji Rahayu.
Berita Terkait
Suku Bunggu Matra miliki NIK Lampung-Bogor
Senin, 31 Oktober 2016 5:14 Wib
Suku terasing Bunggu butuh perhatian pemerintah
Minggu, 8 Maret 2015 21:09 Wib
Dana Penataan Pemukiman Suku Bunggu Rp1 Miliar
Kamis, 21 Maret 2013 20:41 Wib
Sulbar Anggarkan Penataan Kawasan Tradisional Suku Bunggu
Selasa, 19 Maret 2013 4:46 Wib
Suku Bunggu Minta Dialog dengan Gubernur Sulbar
Sabtu, 24 November 2012 16:58 Wib
2.142 Anak Suku Terasing Matra Sasaran PAUD
Sabtu, 29 September 2012 17:16 Wib
3.055 Anak Suku Terasing Matra Putus Sekolah
Kamis, 27 September 2012 12:35 Wib
Suku Terasing di Matra Butuh Sentuhan KB
Selasa, 28 Agustus 2012 8:21 Wib