Makassar (ANTARA) - Energi baru terbarukan (EBT) sebagai sumber energi ramah lingkungan kini telah banyak dikembangkan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia yang menargetkan bauran EBT bisa mencapai 23 persen pada tahun 2025.
Menjadi keberkahan luar biasa karena dua pembangkit listrik EBT dengan pemanfaatan tenaga angin berdiri di tanah Sulawesi Selatan, yakni Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) dan PLTB Tolo di Kabupaten Jeneponto.
Kehadiran dua pembangkit listrik itu memberikan sumbangsih bagi masyarakat hingga pemerintah dengan sifatnya yang berkelanjutan dan bisa memperbaruinya. Bukan hanya dalam hal mengalirkan listrik, melainkan juga menciptakan lingkungan bersih tanpa polusi untuk memasok listrik kepada masyarakat.
"Namanya energi ramah lingkungan, itu kita harus dukung karena ke depan kita ingin ciptakan langit biru," kata Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah.
Pemprov Sulsel telah memperlihatkan langkahnya dalam mendukung pengembangan EBT di Sulsel. Itu dibuktikan dari beberapa pemanfaatan sumber energi lainnya, seperti PLTGU di Kabupaten Wajo, PLTA di Bakaru, dan PLTS di beberapa wilayah Sulsel.
Pemprov setempat komitmen membuka peluang dan terus mendorong para investor mengembangkan EBT di Sulsel. Melalui EBT, masyarakat akan hidup lebih sehat, menghirup udara segar karena hampir tidak ada polusi udara yang dihasilkan.
EBT dinilai menjadi solusi terhadap kondisi lingkungan yang telah disesaki oleh polusi udara dari aktivitas masyarakat Sulsel sehingga pada pemanfaatan sumber energi ini harus dimaksimalkan secara bijaksana.
Pulau Sulawesi memiliki kekayaan energi yang sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai EBT, seperti Sulsel kaya energi angin dan wilayah Manado Sulawesi Utara kaya energi surya.
Senior Manager Operasi Sistem Unit Induk Pembangkitan dan Penyaluran (UIKL) PLN Nurdin Pabi menyebutkan ada beberapa titik wilayah Indonesia yang sangat kaya dengan energi angin, yakni di bagian Selsel, bagian timur Indonesia (Tual) dan beberapa wilayah di Pulau Jawa.
Pada tahun 2038, kata Nurdin Pabi, rencananya posisi energi terbarukan akan meningkat menjadi 28 persen dan energi batu bara akan diturunkan. Porsi dari energi terbarukan di Sulawesi, khususnya Sulsel, akan makin meningkat.
Berkah angin yang diberikan Tuhan di tanah tandus Kabupaten Jeneponto mampu menghasilkan angin konstan dengan kecepatan angin di atas 10 m/s. Sementara itu, di daerah lain, seperti Barru, Sidrap, dan Parepare, potensi anginnya mendekati 7,8 m/s.
Sistem kelistrikan Sulsel melalui PLTB di dua lokasi, yakni Sidrap dan Jeneponto, memiliki daya mampu sebesar 130 MW, terdiri atas PLTB Sidrap 70 MW dan PLTB Tolo 60 MW.
Daya sebesar itu mampu menerangi 130.000 pelanggan rumah tangga dengan asumsi produksi PLTB Sidrap 70 MW menerangi 70.000 rumah dan PLTB Tolo untuk 60.000 rumah, hanya saja listrik dari PLTB sangat ditentukan oleh kondisi angin.
Capai Target Nasional
Perseroan Terbatas Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) melalui Unit Induk Pembangkitan dan Penyaluran (UIKL) Sulawesi merilis bahwa bauran energi terbarukan di Sulawesi telah mencapai target pemerintah sebesar 23 persen dari total penggunaan listrik melalui limpahan energi di Sulawesi.
Indonesia menargetkan konsumsi EBT bisa mencapai 23 persen pada tahun 2025 di setiap daerah. Namun, Sulawesi dengan kekayaan energi yang dimiliki tercatat telah mencapai target tersebut, khususnya di Sulsel.
"Kita didorong agar porsi energi terbarukan meningkat terus dan kita akan mengurangi potensi dari batu bara, gas, apalagi minyak. Penggunaan energi terbarukan Sulsel sudah 23 persen," kata Nurdin Pabi.
Hasilnya, kondisi sistem kelistrikan secara umum di Pulau Sulawesi Utara mencapai daya mampu 4,4 MW.
Sementara itu, bagian Sulsel yang telah terintegrasi dalam satu sistem koneksi kelistrikan menghubungkan empat provinsi, yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara, menghasilkan daya sebesar 2.100 MW dengan beban puncak hanya 1.411,02 MW.
Dengan demikian, PLN UIKL Sulawesi mencatat cadangan listrik yang tersedia sebesar 33,03 persen.
Ke depan, sesuai dengan target pemerintah secara nasional, berdasarkan rencana kerja PLN pada tahun 2025 akan menambah jumlah kapasitas energi terbarukan sebesar 6.251 MW terhadap total kapasitas yang akan dibangun.
Kehadiran PLTB Sidrap sebagai pembangkit listrik tenaga angin pertama di Indonesia dengan 30 turbin kincirnya turut memberi sumbangsih besar terhadap bauran energi terbarukan di Sulsel.
PT UPC Sidrap Bayu Energi yang merupakan perusahaan SPV bentukan konsorsium UPC Renewables sebagai pengemban PLTB Sidrap telah memproduksi listrik dengan total 554.689 GW sejak beroperasi pada bulan Agustus 2018 hingga 11 Agustus 2020.
"Pada tahun 2019, bahkan terjadi surplus yang hanya menargetkan produksi listrik sebanyak 240.000 GW sedangkan capaiannya hingga 250.002 GW," kata Kepala Cabang UPC Sidrap Bayu Energi Hamiruddin.
Produksi listrik PLTB Sidrap selama 3 tahun terkakhir, yakni pada tahun 2018 menghasilkan 187.981 GW, pada tahun 2019 sebanyak 250.002 GW, dan pada tahun 2020 hingga 11 Agustus 2020 telah diproduksi 116.706 GW dari target produksi 231.141 GW.
Berdasarkan produksi listrik yang dihasilkan tahun 2020, tampak tren produksi listrik mengalami sedikit penurunan sehingga target yang ditetapkan juga menurun, yakni 231.141 GW.
"Karena soal angin itu bukan kita yang pastikan, sekarang sudah di angka 116 GW dan target kami 231 GW, jadi tersisa 115 GW lagi untuk mencapai target produksi listrik PLTB Sidrap pada tahun ini," katanya.
Mengenai pemenuhan listrik di Sulsel, PLN Unit Induk Wilayah (UIW) Sulsel mencatat rasio elektrifikasi mencapai 99,99 persen, termasuk untuk listrik yang disediakan oleh non-PLN, sementara rasio elektrifikasi khusus pada listrik yang disediakan PLN mencapai 97,6 persen.
Ditentukan Angin
Hasil produksi PLTB yang mengandalkan angin untuk pembangkit listrik tentunya pula bergantung pada angin, termasuk pada pola dua musim di Indonesia ikut menentukan produksi PLTB di Sidrap.
Musim di Kabupaten Sidrap secara umum terlihat nyata dengan kategori musim angin kecil dan musim angin besar. Musim angin kecil itu terjadi pada saat musim hujan.
Meski kondisi angin tampak kencang, diketahui tidak datang dari arah yang konsisten sehingga sangat jarang bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di PLTB Sidrap. Kondisi itu berada di akhir November hingga awal Maret.
Kepala Cabang PT Bayu Energi Hamiruddin menyebutkan ada masa-masa produksi yang menurun, seperti pada tahun 2018 terjadi pada bulan November dan Desember. Selanjutnya, pada tahun 2019 berlangsung hingga April.
Pada tahun 2019, terendah itu pada bulan Februari, Maret, serta akhir tahun, yakni November dan Desember. Pada tahun ini, Februari hingga April. Diprediksi pada bulan November dan Desember juga terendah.
Kategori angin besar yang menjanjikan produksi listrik hingga kerap kali mencapai surplus terjadi pada musim kemarau, akhir Mei hingga Oktober dan November.
Seperti yang terjadi pada bulan Mei 2020 hingga sekarang berada pada kondisi angin besar yang diprediksi akan berlangsung hingga Oktober. Pada tahun ini, PLTB Sidrap memproduksi 116.706 GW per 11 Agustus dari total target 231 GW.
"Ada peralihan musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya, itu biasanya angin sedikit terjadi, bahkan pada peralihan dua musim tersebut terjadi masa transisi yang sering tidak ada angin," kata Kepala Pengembangan Proyek PT UPC Renewables, Niko Priyambada.
Kapasitas pembangkit tenaga angin yang fluktuatif dan pembangkitannya bergantung pada angin sehingga pada musim kemarau mampu memproduksi 75 MW per hari dan pada musim hujan hanya mampu berproduksi sebagian dari kapasitas tersebut.
"Naik turunnya produksi ini tidak berdampak kepada masyarakat sebab penyaluran listrik melalui PLTB Sidrap melalui PLN dan tentu sebelum digunakan masyarakat, hasil EBT PLTB Sidrap masuk dalam satu sistem kelistrikan bersama sumber energi listrik lainnya di Sulsel," katanya.
Berdasarkan hasil penelitian UPC Renewables, produksi tersebut tidak jauh berbeda dari hasil penelitian terhadap pola angin musiman sehingga produksi PLTB Sidrap selama 2 tahun terakhir dijadikan sebagai referensi untuk 28 tahun mendatang sesuai dengan kontrak operasi selama 30 tahun.
Potensi PLTB
Keberadaan angin yang melimpah di Sulawesi Selatan juga menjadi angin segar bagi para pengembang untuk melakukan ekspansi hingga pembangunan PLTB baru di beberapa wilayah Sulsel.
Salah satunya, PT UPC Renewables sebagai pihak swasta yang mengoordinasi PLTB di Kabupaten Sidrap telah melirik beberapa tempat dengan potensi pengembangan PLTB di Sulsel.
Riset yang telah dilakukan PT UPC Renewables sejak 2013 dalam mengukur kondisi angin pada sejumlah daerah di Sulsel menemukan beberapa daerah dengan kondisi angin konstan dan sangat bagus untuk pengembangan PLTB.
Misalnya, di selatan Sidrap yang berbatasan dengan Kabupaten Soppeng, Kabupaten Jeneponto melalui keberadaan PLTB Tolo. Namun, dinilai masih memungkinkan untuk pengembangan PLTB di kawasan tersebut, termasuk Kabupaten Takalar yang berbatasan dengan Jeneponto dan Kabupaten Kepulauan Selayar dinilai punya potensi besar dalam menghasilkan kapasitas listrik.
Meski potensi angin di Kabupaten Takalar sangat bagus, menurut Kepala Pengembangan Proyek PT UPC Renewables Niko Priyambada, pihaknya akan sulit memperoleh izin pengembangan PLTB karena wilayah itu menjadi kawasan latihan terbang TNI AU. Hal ini mengingat bangunan dengan ketinggian tertentu dibatasi.
Pada peraturannya, ketinggian 75 meter tidak memungkinkan untuk pembangunan di Kabupaten Takalar, sedangkan tinggi tiang turbin beserta baling-baling pada posisi di atas mencapai 130 meter.
Potensi lainnya, yakni di Kabupaten Kepulauan Selayar dengan kapasitas yang sangat besar, bahkan digadang-gadang mampu menghasilkan kapasitas listrik sebanyak 100—200 MW.
Pengembangan PLTB Selayar untuk perencanaan jangka panjang sesuai dengan kondisi demografis sebagai wilayah kepulauan. Pada perencanaannya, sambungan kabel bawah laut untuk disambungkan ke wilayah darat, yakni Kabupaten Bulukumba. Selanjutnya, pembangkit listrik di Selayar akan memasok listrik ke Sulawesi.
"Ini kami usulkan ke PLN, kami harapkan program raksasa ini bisa terlaksana karena kapasitas listrik 100—200 MW itu ada. Namun, distribusinya juga harus jelas apakah PLN siap membeli listrik dari hasil PLTB Selayar nantinya," ujar Niko
Kapasitas listrik yang besar dari potensi PLTB di Selayar juga menjadi boomerang sebab tidak sesuai dengan kebutuhan daya yang dihasilkan.
Ini karena Selayar diperkirakan hanya butuh pasokan listrik maksimum 6 MW dan akan mengalami kesulitan untuk memasok listrik ke wilayah lain sebagai kabupaten kepulauan.
Selain itu, juga akan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di Pulau Sulawesi untuk menambah pasokan listrik sebesar itu.
Meski demikian, peluang pengembangan PLTB di Sulawesi cukup besar. PLN diketahui telah menarik jaringan yang menginterkoneksikan tiga provinsi di Pulau Sulawesi, yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara pada tahun 2019. Dengan demikian, memungkinkan peningkatan industri dengan penggunaan listrik yang lebih besar.
Terkait dengan potensi ini, PT PLN harus lebih dulu menyusun proyeksi jumlah kebutuhan listrik ke depan sebab hanya sebagian atau tidak semuanya kebutuhan listrik masyarakat bisa dipasok dari energi listrik terbarukan, khususnya PLTB, karena kapasitas listrik yang dihasilkan sangat tergantung pada kondisi angin.
"Sebagian kebutuhan listrik masyarakat harus diisi oleh pembangkit listrik yang sifatnya based load, artinya pembangkit yang beroperasi 24 jam tanpa berhenti, seperti penggunaan batu bara, minyak diesel, air, dan panas bumi," katanya.
Tambah 1 PLTB
PLN UIKL Sulawesi merilis pengembangan PLTB di Sulawesi telah disebutkan pada RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) 2019—2024 bahwa terdapat penambahan 1 slot lokasi untuk pengembangan PLTB di Pulau Sulawesi.
Mengenai rencana ini, pengembang PLTB Sidrap maupun PLTB Tolo Jeneponto telah sama-sama menyiapkan izin dan lahan untuk pengembangan energi terbarukan dari sumber angin yang telah terbukti bagus.
Pihak pemerintah bersama PLN terbilang sangat ketat pada penentuan RUPTL tersebut. PLN menginginkan prediksi produksi pasti serta jumlah deviasi yang dihasilkan masing-masing PLTB.
Hingga saat ini, PLN belum memastikan penambahan 1 slot PLTB di Pulau Sulawesi terkait dengan tempat dan pengembang yang akan ditunjuk untuk pembangunan megaproyek tersebut.
"Dalam RUPTL 2019—2024 memang terdapat 1 slot PLTB di Sulawesi. Akan tetapi, kita belum tahu siapa, bisa jadi Sidrap, bisa jadi Tolo, atau malah bisa jadi perusahaan lain," kata Humas PLN UIKL Sulawesi Indri Yanto.
Rencana pembangunannya masih belum bisa dipastikan karena dampak wabah pandemi COVID-19 yang mengakibatkan efek domino pada seluruh aspek kehidupan.