Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Eni Gustina menyarankan penggunaan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap pasangan.
Sebagai contoh, untuk calon pengantin, Eni mengatakan pihaknya menyarankan untuk menggunakan kontrasepsi seperti pil kombinasi yang memiliki efek samping ringan dan cenderung cepat untuk kembali ke masa subur.
"Menyesuaikan dengan kebutuhan dan umur juga, sih. Kalau calon pengantin sebenarnya kami lebih menyarankan untuk menggunakan kontrasepsi yang efek sampingnya ringan dan kembali ke kesuburannya cepat," kata Eni saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Sabtu.
Dia menjelaskan bahwa pil kombinasi mengandung hormon estrogen dan progesteron yang tidak mempengaruhi pola menstruasi perempuan. Selain pil kombinasi, pasangan usia yang subur juga dapat memilih kondom sebagai alat kontrasepsi lain.
Apabila pasangan perempuan sudah pernah melahirkan dan memiliki anak satu, Eni menyarankan untuk menggunakan metode kontrasepsi jangka seperti implan atau susuk KB dan spiral atau intra uterine device (IUD). Alat kontrasepsi bisa dihentikan jika pasangan ingin memiliki anak lagi.
"Atau kalau memang keputusannya sudah bulat, mau kontrasepsi mantap (tidak ingin punya anak lagi), dilakukan tubektomi juga nggak masalah (untuk istri) atau suaminya pakai vasektomi juga nggak masalah," kata Eni.
Walaupun ada KB suntik yang dapat dijadikan pilihan bagi pasangan perempuan, tetapi Eni mengatakan metode ini lebih banyak memakan biaya (cost) mengingat harus suntik ulang setiap satu bulan atau beberapa bulan sekali.
Sebelum menentukan jenis kontrasepsi yang tepat, Eni mendorong agar pasangan melakukan konseling dengan tenaga medis terlebih dahulu, baik dokter spesialis maupun bidan.
Selain bisa mengetahui informasi tentang setiap metode kontrasepsi secara lebih jauh, dokter juga akan memeriksa kondisi kesehatan pasangan sehingga penggunaan kontrasepsi yang disarankan disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasangan.
Sebagai contoh, apabila pasangan memiliki riwayat penyakit kencing manis atau diabetes, Eni mengatakan dokter mungkin tidak menyarankan penggunaan IUD karena khawatir kondisi itu lebih mudah mengalami infeksi yang dapat berujung pada perlukaan.
Atau kondisi obesitas di atas 90 kilogram, misalnya. Eni mengatakan dokter mungkin tidak menyarankan penggunaan KB implan karena efektivitas kontrasepsi pada kondisi tersebut menjadi berkurang.
"Jadi, (memilih kontrasepsi yang tepat) ada SOP-nya. Nggak semata-mata menggunakan kontrasepsi, sudah pakai ini. Nggak juga," kata Eni.
Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BKKBN sarankan penggunaan alat kontrasepsi sesuai kebutuhan
Berita Terkait
Polkes Bulukumba dan Kesdam XIV Hasanuddin raih dua penghargaan BKKBN
Selasa, 24 Oktober 2023 14:15 Wib
BKKBN Sulsel dan Pemkab Barru berikan layanan KB gratis di desa terpencil
Sabtu, 16 September 2023 0:59 Wib
IPeKB Jeneponto menggenjot penurunan angka prevalensi stunting
Jumat, 11 Agustus 2023 5:29 Wib
BKKBN: Baru tujuh persen perempuan di Indonesia yang pakai IUD
Jumat, 7 Juli 2023 18:26 Wib
BKKBN: Penggunaan kontrasepsi tanpa kontrol sebabkan pendarahan
Sabtu, 11 Februari 2023 10:21 Wib
BKKBN Sulsel : Capaian kepesertaan KB pria masih rendah di Sulsel
Kamis, 11 Agustus 2022 5:37 Wib
BKKBN Sulsel dorong penggunaan alat kontrasepsi KB cegah stunting
Selasa, 12 April 2022 22:24 Wib
BKKBN : 52,26 persen PUS Sulsel sudah gunakan KB modern
Sabtu, 15 Januari 2022 6:01 Wib