Denpasar (ANTARA) -
"Menolak eksepsi termohon seluruhnya. Dalam pokok perkara, menolak permohonan pemohon seluruhnya dan menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara," kata Hakim Tunggal, Agus Akhyudi, saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Selasa.
Secara terpisah, Humas Pengadilan Negeri Denpasar Gede Putra Astawa menjelaskan inti pertimbangan Hakim dalam putusan sidang tersebut mencakup beberapa hal yakni bahwa dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 selain memuat perluasan obyek praperadilan, juga memberikan penjelasan atas pengertian bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup yaitu adalah minimal dua alat bukti sebagaimana termuat dalam Pasal 184 KUHAP.
Astawa mengatakan pemeriksaan praperadilan terhadap permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka hanya menilai aspek formil, yaitu apakah ada paling sedikit dua alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi perkara.
"Dari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut serta ketentuan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2016 tentang larangan peninjauan kembali putusan praperadilan, dapat disimpulkan bahwa yang dipersyaratkan dalam penetapan tersangka adalah hanya menilai aspek formil, adanya alat bukti yang sah paling sedikit dua dan tidak memasuki materi perkara," kata Astawa.
Berdasarkan fakta di persidangan, hakim menilai telah terdapat alat bukti berupa saksi, ahli dan surat dalam penetapan pemohon sebagai tersangka dalam perkara dugaan penyalahgunaan dana sumbangan pembangunan institusi (SPI) mahasiswa baru seleksi jalur mandiri Universitas Udayana tahun akademik 2018/2019 sampai dengan 2022/2023.
Hal tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 12 huruf e Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Semua alat bukti tersebut digunakan oleh termohon sebagai alat bukti untuk menetapkan pemohon sebagai tersangka, dengan demikian telah terdapat tiga alat bukti yang digunakan oleh termohon untuk menetapkan pemohon sebagai tersangka," kata Astawa
Berdasarkan keseluruhan pertimbangan tersebut di atas, Hakim Pengadilan Negeri Denpasar berkesimpulan bahwa penetapan pemohon Prof Dr I Nyoman Gde Antara sebagai tersangka telah didasarkan pada tiga alat bukti.
Oleh karena itu, penetapan Prof Antara telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 Jo. Pasal 2 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan.
Selain itu, Astawa mengatakan dalam putusan praperadilan terhadap tiga tersangka lainnya dalam perkara dugaan korupsi dana SPI juga ditolak oleh hakim.