LPSK mengapresiasi putusan hakim soal kasus pencabulan oleh oknum guru
Jakarta (ANTARA) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengapresiasi majelis hakim kasus pencabulan oleh oknum guru di Banjarnegara, Jawa Tengah, yang dalam putusannya meminta negara untuk membayarkan restitusi jika hasil lelang harta pelaku tidak dapat dilakukan.
"Hakim sangat progresif, kita menyambut baik, disebutkan di dalam putusan-nya bahwa jaksa harus melakukan lelang dan apabila lelang tidak dapat dilakukan, restitusi diberikan melalui kompensasi oleh negara," kata Analis Hukum Ahli Muda Biro Hukum, Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat LPSK Indryasari di Jakarta, Rabu.
Indryasari dalam konferensi pers "Komitmen Percepatan Pembentukan Peraturan Turunan UU TPKS", berharap putusan ini dapat diadopsi oleh para majelis hakim dalam kasus-kasus tindak pidana kekerasan seksual lainnya.
Pihaknya menjelaskan berdasarkan data LPSK, total restitusi untuk korban kekerasan seksual pada 2022 mencapai Rp5,7 miliar.
Namun, dari jumlah tersebut, persidangan hanya mengabulkan restitusi sebanyak Rp1,5 miliar dan yang mampu dibayar oleh pelaku hanya Rp134.939.813.
"Ada gap yang cukup jauh antara putusan Rp1,5 miliar yang diberikan oleh hakim kepada kurang lebih 245 korban yang difasilitasi restitusi-nya oleh LPSK," katanya.
Indryasari mengatakan dengan adanya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang mengatur tentang Dana Bantuan Korban (DBK), para korban tindak pidana kekerasan seksual akan mendapatkan bantuan melalui DBK.
"Kita berharap melalui DBK, ini menjadi jalan keluar yang baik, artinya tidak terulang lagi seperti di 2022, tapi 2023 sudah bisa terpenuhi kalau pelaku tidak mampu membayar, bisa diberikan oleh Dana Bantuan Korban," katanya.
Pihaknya menjelaskan prosedur pencairan DBK dapat dilakukan jika setelah terbitnya putusan atau penetapan pengadilan dan dilakukan lelang oleh jaksa, hasil lelang tidak cukup untuk membayar restitusi.
"Start-nya adanya putusan atau penetapan pengadilan yang menginstruksikan dilakukan lelang, sita harta kekayaan pelaku. Bila lelang tidak dapat dilakukan sepenuhnya, baik itu pelaku tidak mampu, karena memang tidak ada lagi harta yang bisa disita atau misalnya hasil lelang ternyata tidak cukup untuk membayar restitusi, maka jaksa akan menginformasikan kepada LPSK untuk memberikannya melalui DBK," katanya.
Indryasari juga menambahkan pemberian restitusi akan segera dieksekusi setelah LPSK mendapatkan informasi.*
Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: LPSK apresiasi putusan kasus pencabulan, minta negara bayar restitusi
"Hakim sangat progresif, kita menyambut baik, disebutkan di dalam putusan-nya bahwa jaksa harus melakukan lelang dan apabila lelang tidak dapat dilakukan, restitusi diberikan melalui kompensasi oleh negara," kata Analis Hukum Ahli Muda Biro Hukum, Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat LPSK Indryasari di Jakarta, Rabu.
Indryasari dalam konferensi pers "Komitmen Percepatan Pembentukan Peraturan Turunan UU TPKS", berharap putusan ini dapat diadopsi oleh para majelis hakim dalam kasus-kasus tindak pidana kekerasan seksual lainnya.
Pihaknya menjelaskan berdasarkan data LPSK, total restitusi untuk korban kekerasan seksual pada 2022 mencapai Rp5,7 miliar.
Namun, dari jumlah tersebut, persidangan hanya mengabulkan restitusi sebanyak Rp1,5 miliar dan yang mampu dibayar oleh pelaku hanya Rp134.939.813.
"Ada gap yang cukup jauh antara putusan Rp1,5 miliar yang diberikan oleh hakim kepada kurang lebih 245 korban yang difasilitasi restitusi-nya oleh LPSK," katanya.
Indryasari mengatakan dengan adanya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang mengatur tentang Dana Bantuan Korban (DBK), para korban tindak pidana kekerasan seksual akan mendapatkan bantuan melalui DBK.
"Kita berharap melalui DBK, ini menjadi jalan keluar yang baik, artinya tidak terulang lagi seperti di 2022, tapi 2023 sudah bisa terpenuhi kalau pelaku tidak mampu membayar, bisa diberikan oleh Dana Bantuan Korban," katanya.
Pihaknya menjelaskan prosedur pencairan DBK dapat dilakukan jika setelah terbitnya putusan atau penetapan pengadilan dan dilakukan lelang oleh jaksa, hasil lelang tidak cukup untuk membayar restitusi.
"Start-nya adanya putusan atau penetapan pengadilan yang menginstruksikan dilakukan lelang, sita harta kekayaan pelaku. Bila lelang tidak dapat dilakukan sepenuhnya, baik itu pelaku tidak mampu, karena memang tidak ada lagi harta yang bisa disita atau misalnya hasil lelang ternyata tidak cukup untuk membayar restitusi, maka jaksa akan menginformasikan kepada LPSK untuk memberikannya melalui DBK," katanya.
Indryasari juga menambahkan pemberian restitusi akan segera dieksekusi setelah LPSK mendapatkan informasi.*
Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: LPSK apresiasi putusan kasus pencabulan, minta negara bayar restitusi