Diskop UKM Sulsel dorong peningkatan produksi komoditas melalui UMKM
Makassar (ANTARA) - Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Diskop UKM) Provinsi Sulawesi Selatan terus berupaya mendorong peningkatan produksi komoditas melalui pemberdayaan usaha mikro kecil menengah (UMKM) sesuai potensi daerah, seperti garam, rumput laut, coklat dan kopi di Kabupaten Jeneponto.
"Ada banyak potensi komoditi sumber daya alam di Jeneponto seperti Cabai, produksi garam, produksi rumput laut, coklat, kopi hingga gula merah cair. Potensi ini tentu perlu perhatian dan bisa dikelola melalui UMKM," ujar Kepala Dinas Koperasi dan UKM Sulsel Ashari Fakhsirie Radjamilo dalam diskusi publik di Makassar, Rabu.
Menurut mantan Kepala Dinas Perdagangan Pemprov Sulsel ini, Jeneponto salah satu sentra produksi cabai terbesar di Indonesia, begitu pula produksi serta suplai garam yang telah dikirim ke berbagai provinsi, termasuk rumput laut maupun kopi. Namun seiring perkembangan jumlah produksi terus menurun.
Hal ini terkendala karena bentuk pengelolaan belum memadai, bahkan sejumlah komoditi ini dibeli murah karena masih berbentuk bahan baku.
Permasalahan lainnya adalah kurangnya pengetahuan masyarakat terkait pemasaran hingga pengemasan bahan baku menjadi bahan setengah jadi maupun jadi.
Dari data jumlah pelaku UMKM se- Sulsel yang terdaftar berjumlah 1,5 jutaan, sebanyak 153 ribuan UMKM ada di Jeneponto. Namun demikian, perkembangannya jalan di tempat, sehingga perlu pemberdayaan agar bisa naik kelas menjadi usaha menengah.
Salah satu komoditi baru adalah Kopi Rumbia Jeneponto, namun setiap panen selalu diborong tengkulak dan harganya murah. Begitupun potensi gula merah cair, ada ribuan pohon lontar di Jeneponto yang menghasilkan gula. Tapi kurang dilirik pengusaha.
"Maka dari itu diperlukan upaya pemberdayaan UMKM dalam hal pengemasan, brand hingga pemasarannya yang tersistem serta memanfaatkan pemasaran digital dan tidak lagi secara tradisional agar pangsa pasarnya berskala lokal, nasional bahkan internasional atau bisa di ekspor," katanya putra asli Jeneponto di sapa akrab Karaeng Raja ini menekankan.
Upaya lainnya adalah membangun kerja sama pengusaha Amerika Serikat membeli gula cair produksi UMKM binaan Diskop dan UKM. Tetapi kendalanya adalah brand. Kendati demikian, pihaknya tetap optimistis bagaimana nantinya komoditi ini dikelola UMKM punya brand dapat dinikmati masyarakat, sesuai arahan Presiden Joko Widodo memanfaatkan produk lokal UMKM.
Pengusaha muda asal Jeneponto, Efendi Alqadri Mulyadi dalam diskusi itu mengemukakan, pengembangan UMKM bukan hanya dari bantuan permodalan, tapi dibutuhkan pemberdayaan mentoring dari pihak terkait. Sebab, modal utama dalam berbisnis adalah ide dan gagasan, apalagi saat ini UMKM didominasi anak muda.
"Walaupun punya modal, tapi kalau tidak ada ide, maka hasilnya kurang maksimal. Untuk itu perlu mentoring bukan hanya dari pemerintah tapi pelaku usaha yang sukses. Mulai dari pengemasan, hingga pemasaran moderen, tujuannya menumbuhkan ketertarikan anak muda menjadi entereprenur," papar dia.
Hal senada disampaikan pakar ekonomi Dr Sultan bahwa pengembangan UMKM masih berkutat pada Sumber Daya Manusianya. Dari hasil penelitian 99 persen pelaku UMKM tidak memiliki pengetahuan sistem keuangan, kadang laba dan modal bercampur hingga dibelanjakan sehingga sulit berkembang, karena tidak tertib mengelola keuangannya.
Praktisi DMS (Digital Marketing Specialist) asal Bandung, Syaripudin dalam diskusi tersebut menambahkan, pengembangan UMKM saat ini diperlukan adalah melalui digital marketing yang memanfaatkan teknologi serta media sosial agar lebih tepat dan efisien memasarkan produknya.
"Marketing digital jauh lebih efektif dibanding cara konvensional. Misalnya, Kopi Rumbia ini bisa dirasakan orang Bandung tanpa mereka harus datang ke Jeneponto. Marketing digital bukan sekedar iklan di media sosial, tapi bagaimana kerangka pemasaran mulai dari pengemasan, konten, hingga layanan after sales atau setelah penjualan," paparnya menyarankan.
"Ada banyak potensi komoditi sumber daya alam di Jeneponto seperti Cabai, produksi garam, produksi rumput laut, coklat, kopi hingga gula merah cair. Potensi ini tentu perlu perhatian dan bisa dikelola melalui UMKM," ujar Kepala Dinas Koperasi dan UKM Sulsel Ashari Fakhsirie Radjamilo dalam diskusi publik di Makassar, Rabu.
Menurut mantan Kepala Dinas Perdagangan Pemprov Sulsel ini, Jeneponto salah satu sentra produksi cabai terbesar di Indonesia, begitu pula produksi serta suplai garam yang telah dikirim ke berbagai provinsi, termasuk rumput laut maupun kopi. Namun seiring perkembangan jumlah produksi terus menurun.
Hal ini terkendala karena bentuk pengelolaan belum memadai, bahkan sejumlah komoditi ini dibeli murah karena masih berbentuk bahan baku.
Permasalahan lainnya adalah kurangnya pengetahuan masyarakat terkait pemasaran hingga pengemasan bahan baku menjadi bahan setengah jadi maupun jadi.
Dari data jumlah pelaku UMKM se- Sulsel yang terdaftar berjumlah 1,5 jutaan, sebanyak 153 ribuan UMKM ada di Jeneponto. Namun demikian, perkembangannya jalan di tempat, sehingga perlu pemberdayaan agar bisa naik kelas menjadi usaha menengah.
Salah satu komoditi baru adalah Kopi Rumbia Jeneponto, namun setiap panen selalu diborong tengkulak dan harganya murah. Begitupun potensi gula merah cair, ada ribuan pohon lontar di Jeneponto yang menghasilkan gula. Tapi kurang dilirik pengusaha.
"Maka dari itu diperlukan upaya pemberdayaan UMKM dalam hal pengemasan, brand hingga pemasarannya yang tersistem serta memanfaatkan pemasaran digital dan tidak lagi secara tradisional agar pangsa pasarnya berskala lokal, nasional bahkan internasional atau bisa di ekspor," katanya putra asli Jeneponto di sapa akrab Karaeng Raja ini menekankan.
Upaya lainnya adalah membangun kerja sama pengusaha Amerika Serikat membeli gula cair produksi UMKM binaan Diskop dan UKM. Tetapi kendalanya adalah brand. Kendati demikian, pihaknya tetap optimistis bagaimana nantinya komoditi ini dikelola UMKM punya brand dapat dinikmati masyarakat, sesuai arahan Presiden Joko Widodo memanfaatkan produk lokal UMKM.
Pengusaha muda asal Jeneponto, Efendi Alqadri Mulyadi dalam diskusi itu mengemukakan, pengembangan UMKM bukan hanya dari bantuan permodalan, tapi dibutuhkan pemberdayaan mentoring dari pihak terkait. Sebab, modal utama dalam berbisnis adalah ide dan gagasan, apalagi saat ini UMKM didominasi anak muda.
"Walaupun punya modal, tapi kalau tidak ada ide, maka hasilnya kurang maksimal. Untuk itu perlu mentoring bukan hanya dari pemerintah tapi pelaku usaha yang sukses. Mulai dari pengemasan, hingga pemasaran moderen, tujuannya menumbuhkan ketertarikan anak muda menjadi entereprenur," papar dia.
Hal senada disampaikan pakar ekonomi Dr Sultan bahwa pengembangan UMKM masih berkutat pada Sumber Daya Manusianya. Dari hasil penelitian 99 persen pelaku UMKM tidak memiliki pengetahuan sistem keuangan, kadang laba dan modal bercampur hingga dibelanjakan sehingga sulit berkembang, karena tidak tertib mengelola keuangannya.
Praktisi DMS (Digital Marketing Specialist) asal Bandung, Syaripudin dalam diskusi tersebut menambahkan, pengembangan UMKM saat ini diperlukan adalah melalui digital marketing yang memanfaatkan teknologi serta media sosial agar lebih tepat dan efisien memasarkan produknya.
"Marketing digital jauh lebih efektif dibanding cara konvensional. Misalnya, Kopi Rumbia ini bisa dirasakan orang Bandung tanpa mereka harus datang ke Jeneponto. Marketing digital bukan sekedar iklan di media sosial, tapi bagaimana kerangka pemasaran mulai dari pengemasan, konten, hingga layanan after sales atau setelah penjualan," paparnya menyarankan.