Ketum PBNU minta identitas agama tak dijadikan senjata politik
Yogyakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf meminta identitas agama tidak dimanipulasi menjadi senjata untuk meraih dukungan politik atau menyerang pihak lain.
Yahya Cholil saat peluncuran buku berjudul "Proceedings of the R20 International Summit of Religious Leaders" di Balai Senat, UGM, Yogyakarta, Jumat, menyebut praktik manipulasi semacam itu justru berpotensi menggiring agama sebagai sumber masalah.
"Kita harus mencegah agama kita menjadi masalah," kata pria yang biasa disapa Gus Yahya ini.
Menurut Gus Yahya, dua pemilihan umum terakhir, yakni Pilpres 2014 dan Pilpres 2019 menjadi pengalaman buruk imbas penggunaan politik identitas.
"Pengalaman yang sangat buruk terkait politik identitas di mana orang menggunakan agama sebagai senjata untuk mendapatkan dukungan politik guna menyerang orang lain," kata dia.
Menurut dia, membiarkan penggunaan agama sebagai senjata politik berisiko memicu konflik atau persaingan antaragama dalam memperebutkan ruang publik dan sosial.
"Tentu berbahaya membiarkan agama saling berebut dominasi di ruang publik dan sosial karena saat ini kita hidup dalam kelompok berbeda, kelompok berbeda agama, namun tinggal bersebelahan di lingkungan yang sama," kata dia.
Karena itu, ujar Gus Yahya, inisiatif R20 merupakan upaya untuk menjadikan agama sebagai sumber solusi dan bukan masalah dinamika global yang terjadi.
"Kami sedang mencari cara untuk terus menegakkan agama kita dan menjadikannya sebagai kontribusi bagi peradaban akan datang yang seluruh masyarakat kesusahan karena perang. Karena itulah terciptanya inisiatif R20 adalah menghentikan agama sebagai sumber masalah dan mulai menjadikannya sebagai sumber solusi," kata dia.
Yahya Cholil saat peluncuran buku berjudul "Proceedings of the R20 International Summit of Religious Leaders" di Balai Senat, UGM, Yogyakarta, Jumat, menyebut praktik manipulasi semacam itu justru berpotensi menggiring agama sebagai sumber masalah.
"Kita harus mencegah agama kita menjadi masalah," kata pria yang biasa disapa Gus Yahya ini.
Menurut Gus Yahya, dua pemilihan umum terakhir, yakni Pilpres 2014 dan Pilpres 2019 menjadi pengalaman buruk imbas penggunaan politik identitas.
"Pengalaman yang sangat buruk terkait politik identitas di mana orang menggunakan agama sebagai senjata untuk mendapatkan dukungan politik guna menyerang orang lain," kata dia.
Menurut dia, membiarkan penggunaan agama sebagai senjata politik berisiko memicu konflik atau persaingan antaragama dalam memperebutkan ruang publik dan sosial.
"Tentu berbahaya membiarkan agama saling berebut dominasi di ruang publik dan sosial karena saat ini kita hidup dalam kelompok berbeda, kelompok berbeda agama, namun tinggal bersebelahan di lingkungan yang sama," kata dia.
Karena itu, ujar Gus Yahya, inisiatif R20 merupakan upaya untuk menjadikan agama sebagai sumber solusi dan bukan masalah dinamika global yang terjadi.
"Kami sedang mencari cara untuk terus menegakkan agama kita dan menjadikannya sebagai kontribusi bagi peradaban akan datang yang seluruh masyarakat kesusahan karena perang. Karena itulah terciptanya inisiatif R20 adalah menghentikan agama sebagai sumber masalah dan mulai menjadikannya sebagai sumber solusi," kata dia.