Bawaslu Sulsel gandeng organisasi sipil petakan kerawanan Pilkada 2024
Makassar (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Selatan menggandeng organisasi masyarakat sipil untuk membantu memetakan Indeks Kerawanan Pilkada yang sedang disusun untuk 2024.
"Berkaca dari Pilkada 2019 dan 2020, kami mengidentifikasi titik-titik kerawanan yang masih relevan dengan pilkada serentak tahun ini. Kami pun akan meluncurkan hasil pemetaan termasuk mengatasi kerawanan secepat mungkin, baik di tingkat tahapan sampai pada isu-isu terkait," kata Anggota Bawaslu Sulsel Saiful Jihad di Hotel Swiss Bel inn Makassar, Rabu.
Ia mencontohkan kerawanan yang menjadi instrumen seperti netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), politik uang, isu SARA, hoaks, serta beberapa isu lainnya berkaitan dengan kerawanan Pilkada.
Oleh karena itu, kehadiran organisasi masyarakat sipil, dan organisasi pers dapat memberikan masukan agar menjadi bagian dalam rumusan kerawanan setiap tahapan pilkada.
Berdasarkan catatan Bawaslu, pelanggaran netralitas ASN menjadi perhatian, termasuk penggunaan anggaran ataupun kegiatan negara yang dimanfaatkan Petahana calon kepala daerah karena masih memiliki kewenangan bahkan dapat memobilisasi ASN.
Selain itu, aparat desa beserta kepala desanya ikut bermain dan juga berkaca pada Indek Kerawanan Pilkada (IKP) pada 2019.
"Inilah kemudian dipetakan di beberapa kabupaten. Begitu pula politik uang juga masuk dalam bagian instrumen IKP 2024," ujarnya.
"Inilah yang dilaksanakan bagaimana masukan-masukan ini diserap termasuk penggunaan media sosial dianggap wadah berkampanye. Walaupun Sulsel saat ini tidak masuk zona merah, bukan berarti membuat kita tidak melakukan upaya maksimal, tapi lebih kepada pencegahan," tambahnya.
Selain itu, pihaknya juga sudah mengidentifikasi beberapa isu rawan, mulai dari pembentukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih), pemutakhiran data pemilih melalui pencocokan dan penelitian (coklit) mulai 24 Juni-24 Juli 2024, hingga penetapan Daftar Pemilih Tetap atau DPT.
Pada Pilkada 2019 ditemukan banyak pemilih yang seharusnya tidak masuk dalam DPT karena meninggal maupun menjadi anggota TNI Polri tetapi Nomor Induk Kependudukan (NIK) masih aktif. Bahkan masih ada warga memiliki NIK ganda.
"Berkaca dari Pilkada 2019 dan 2020, kami mengidentifikasi titik-titik kerawanan yang masih relevan dengan pilkada serentak tahun ini. Kami pun akan meluncurkan hasil pemetaan termasuk mengatasi kerawanan secepat mungkin, baik di tingkat tahapan sampai pada isu-isu terkait," kata Anggota Bawaslu Sulsel Saiful Jihad di Hotel Swiss Bel inn Makassar, Rabu.
Ia mencontohkan kerawanan yang menjadi instrumen seperti netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), politik uang, isu SARA, hoaks, serta beberapa isu lainnya berkaitan dengan kerawanan Pilkada.
Oleh karena itu, kehadiran organisasi masyarakat sipil, dan organisasi pers dapat memberikan masukan agar menjadi bagian dalam rumusan kerawanan setiap tahapan pilkada.
Berdasarkan catatan Bawaslu, pelanggaran netralitas ASN menjadi perhatian, termasuk penggunaan anggaran ataupun kegiatan negara yang dimanfaatkan Petahana calon kepala daerah karena masih memiliki kewenangan bahkan dapat memobilisasi ASN.
Selain itu, aparat desa beserta kepala desanya ikut bermain dan juga berkaca pada Indek Kerawanan Pilkada (IKP) pada 2019.
"Inilah kemudian dipetakan di beberapa kabupaten. Begitu pula politik uang juga masuk dalam bagian instrumen IKP 2024," ujarnya.
"Inilah yang dilaksanakan bagaimana masukan-masukan ini diserap termasuk penggunaan media sosial dianggap wadah berkampanye. Walaupun Sulsel saat ini tidak masuk zona merah, bukan berarti membuat kita tidak melakukan upaya maksimal, tapi lebih kepada pencegahan," tambahnya.
Selain itu, pihaknya juga sudah mengidentifikasi beberapa isu rawan, mulai dari pembentukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih), pemutakhiran data pemilih melalui pencocokan dan penelitian (coklit) mulai 24 Juni-24 Juli 2024, hingga penetapan Daftar Pemilih Tetap atau DPT.
Pada Pilkada 2019 ditemukan banyak pemilih yang seharusnya tidak masuk dalam DPT karena meninggal maupun menjadi anggota TNI Polri tetapi Nomor Induk Kependudukan (NIK) masih aktif. Bahkan masih ada warga memiliki NIK ganda.