Ombudsman RI mendorong pembentukan Badan Metrologi Nasional
Jakarta (ANTARA) - Ombudsman RI mendorong pembentukan Badan Metrologi Nasional untuk memperkuat pelayanan publik dalam kegiatan Koordinasi Teknis Kemetrologian yang diselenggarakan Kementerian Perdagangan (Kemendag) di Bandung, Jawa Barat, Kamis (25/7).
Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi, kata anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, metrologi menjadi kebutuhan fundamental bagi pemerintah, pedagang, pengusaha, konsumen, dan masyarakat luas.
"Keberadaan metrologi ini juga menjadi bagian penting dalam menjamin terciptanya tata niaga perdagangan yang adil, jujur, dan menunjang perlindungan masyarakat yang lebih baik, khususnya dalam hal keselamatan, keamanan, dan kesehatan barang konsumsi," ujar Yeka seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima di Jakarta.
Yeka menyebutkan bagi pemerintah, keberadaan unit metrologi legal (UML) di daerah merupakan salah satu ukuran tingkat kesejahteraan masyarakat. Alasannya, keberadaan dan operasional UML akan memberikan jaminan bahwa setiap barang konsumsi yang diperoleh masyarakat takaran dan mutunya sesuai dengan harga yang dibayarkan.
Maka dari itu, dia menilai penguatan Direktorat Metrologi menjadi penting saat ini. Hal tersebut dapat diperkuat dengan pembentukan Badan Metrologi Nasional yang tetap berada di bawah naungan Kemendag seperti Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).
"Atau bisa juga dibuat badan yang berdiri sendiri seperti Bapanas dan Barantin," tuturnya.
Ia memaparkan masalah layanan barang yang sering timbul dan menyebabkan kerugian masyarakat, antara lain, berupa harga tidak sama antardaerah, distribusi tidak merata, kualitas barang, pengawasan dan pengendalian, transparansi dan akuntabilitas, serta keamanan dalam penyaluran.
Selain masalah layanan barang, kata dia, terdapat pula kendala yang timbul dalam pelaksanaan layanan jasa metrologi, misalnya aksesibilitas layanan uji tera, yakni ketiadaan UML.
Terdapat juga masalah kurangnya sumber daya manusia yang terlatih serta alat ukur yang tidak akurat. Menurut dia, berbagai masalah tersebut dapat menyebabkan kerugian pada masyarakat, baik konsumen maupun pelaku usaha.
Dalam memberikan layanan barang publik, Yeka menjelaskan bahwa UML memberikan jaminan atas barang publik yang beredar di tengah masyarakat sesuai dengan baku mutu yang ditentukan, terkait dengan berat isi/volume, dan keamanan barang.
Pada layanan jasa, dia berharap UML dapat memberikan akses ke tengah masyarakat pelaku usaha untuk dapat mengakses layanan uji tera serta dapat memberikan kepastian kepada masyarakat (konsumen) bahwa mutu dan kualitas barang yang dikonsumsi sesuai dengan harga yang dibayarkan.
Anggota Ombudsman RI ini menegaskan bahwa pembentukan UML di seluruh kabupaten/kota di Indonesia penting untuk dapat segera terbentuk. Saat ini terdapat 152 kabupaten/kota yang belum terdapat operasional UML.
"Saya berharap pembentukan UML didorong di berbagai wilayah tersebut," ujarnya.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi, kata anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, metrologi menjadi kebutuhan fundamental bagi pemerintah, pedagang, pengusaha, konsumen, dan masyarakat luas.
"Keberadaan metrologi ini juga menjadi bagian penting dalam menjamin terciptanya tata niaga perdagangan yang adil, jujur, dan menunjang perlindungan masyarakat yang lebih baik, khususnya dalam hal keselamatan, keamanan, dan kesehatan barang konsumsi," ujar Yeka seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima di Jakarta.
Yeka menyebutkan bagi pemerintah, keberadaan unit metrologi legal (UML) di daerah merupakan salah satu ukuran tingkat kesejahteraan masyarakat. Alasannya, keberadaan dan operasional UML akan memberikan jaminan bahwa setiap barang konsumsi yang diperoleh masyarakat takaran dan mutunya sesuai dengan harga yang dibayarkan.
Maka dari itu, dia menilai penguatan Direktorat Metrologi menjadi penting saat ini. Hal tersebut dapat diperkuat dengan pembentukan Badan Metrologi Nasional yang tetap berada di bawah naungan Kemendag seperti Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).
"Atau bisa juga dibuat badan yang berdiri sendiri seperti Bapanas dan Barantin," tuturnya.
Ia memaparkan masalah layanan barang yang sering timbul dan menyebabkan kerugian masyarakat, antara lain, berupa harga tidak sama antardaerah, distribusi tidak merata, kualitas barang, pengawasan dan pengendalian, transparansi dan akuntabilitas, serta keamanan dalam penyaluran.
Selain masalah layanan barang, kata dia, terdapat pula kendala yang timbul dalam pelaksanaan layanan jasa metrologi, misalnya aksesibilitas layanan uji tera, yakni ketiadaan UML.
Terdapat juga masalah kurangnya sumber daya manusia yang terlatih serta alat ukur yang tidak akurat. Menurut dia, berbagai masalah tersebut dapat menyebabkan kerugian pada masyarakat, baik konsumen maupun pelaku usaha.
Dalam memberikan layanan barang publik, Yeka menjelaskan bahwa UML memberikan jaminan atas barang publik yang beredar di tengah masyarakat sesuai dengan baku mutu yang ditentukan, terkait dengan berat isi/volume, dan keamanan barang.
Pada layanan jasa, dia berharap UML dapat memberikan akses ke tengah masyarakat pelaku usaha untuk dapat mengakses layanan uji tera serta dapat memberikan kepastian kepada masyarakat (konsumen) bahwa mutu dan kualitas barang yang dikonsumsi sesuai dengan harga yang dibayarkan.
Anggota Ombudsman RI ini menegaskan bahwa pembentukan UML di seluruh kabupaten/kota di Indonesia penting untuk dapat segera terbentuk. Saat ini terdapat 152 kabupaten/kota yang belum terdapat operasional UML.
"Saya berharap pembentukan UML didorong di berbagai wilayah tersebut," ujarnya.