Makassar (ANTARA) - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menghadirkan anggota Bawaslu Kabupaten Tana Toraja Theofilus Lias Limongan sebagai teradu terkait dengan pernyataannya yang menyebut ada 801 orang dalam daftar pemilih terancam tidak menggunakan hak pilihnya pada pilkada serentak 27 November 2024.
"Dari mana data 801 orang itu yang disebut berpotensi kehilangan hak pilih dalam Pilkada Tana Toraja 2024?" kata anggota Majelis Pemeriksa DKPP Upi Hastati selaku anggota TPD Provinsi Sulawesi Selatan dari unsur KPU Provinsi Sulawesi Selatan mempertanyakan saat sidang di Kantor Bawaslu Sulsel, Makassar, Jumat.
Dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik DKPP tersebut, Theo Limongan akhirnya mengakui bahwa data tersebut hanya berupa nama-nama tanpa alat bukti pendukung.
"Saya tidak memiliki data pendukung, hanya nama-nama saja," tutur Theo Limongan saat menjawab pertanyaan majelis pada sidang tersebut.
Majelis selanjutnya menanyakan syarat-syarat untuk menjadi wajib pilih.
Theo lantas menjawab, "Terdapat 11 elemen yang harus dipenuhi."
Setelah penetapan daftar pemilih sementara (DPS), dia mengatakan bahwa pihaknya masih dalam proses mencari bukti pendukung atas nama-nama tersebut.
Ketua Bawaslu Kabupaten Tana Toraja Elis Mangesa pada sidang itu mengakui tidak mengetahui adanya 801 orang yang terancam tidak memilih. Hal itu baru diketahui setelah menjadi berita di media massa.
"Pada tanggal 11 Agustus 2024 saya mengetahui terkait dengan 801 orang itu. Itu pun setelah mendapat telepon dari Kordiv Data KPU dan pesan WhatsApp dari teman-teman media," paparnya kepada majelis.
Kepada majelis hakim, Elis juga menegaskan bahwa pemberitaan mengenai 801 penduduk yang berpotensi kehilangan hak pilih merupakan pendapat pribadi Theo Limongan, bukan pernyataan resmi lembaga.
Hal inilah yang menjadi alasan pengadu, Ruben Embatau, melaporkan Theo ke DKPP.
Ruben menilai Theo telah menyebarkan informasi tidak benar atau hoaks yang memicu keresahan di tengah masyarakat.
Anggota Majelis/TPD Provinsi Sulawesi Selatan dari unsur masyarakat Fauzia P. Bakti mengemukakan bahwa kehilangan hak pilih satu orang saja sudah menjadi hal serius. Apalagi, jika menyangkut 800 orang. Pernyataan ini makin menguatkan betapa pentingnya keakuratan data pemilih dalam proses demokrasi.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemilu, terutama dalam hal daftar pemilih yang menjadi dasar pelaksanaan hak pilih warga.
Sidang tersebut menjadi momentum untuk menegaskan bahwa setiap informasi yang disampaikan oleh penyelenggara pemilu harus didukung oleh bukti yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sebelumnya, Ruben Embatau mengadukan anggota Bawaslu Kabupaten Tana Toraja Theofilus Lias Limongan serta Ketua Bawaslu Provinsi Sulsel.
Theofilus didalilkan terkait dugaan penyampaian informasi tidak benar terkait identifikasi pemilih yang berpotensi kehilangan hak pilih pada Pilkada Tana Toraja.
Sementara itu, Madiana Rusli didalilkan diduga menyalahgunakan jabatannya sebagai Ketua Bawaslu Provinsi Sulsel untuk mengintimidasi KPU Kabupaten Tana Toraja dalam rekapitulasi DPS tingkat provinsi pada Pilkada 2024.
Sekretaris DKPP David Yama mengatakan bahwa agenda sidang dengan Perkara Nomor 321-PKE-DKPP/XII/2024 mendengarkan keterangan dari para pihak, baik pengadu, teradu, saksi, maupun pihak terkait lainnya.