Makassar (ANTARA) - Permasalahan klasik terkait developer atau pengembang yang belum menyerahkan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) kembali menjadi sorotan di Kota Makassar.
Bahkan, beberapa pengembang dilaporkan hilang atau tidak lagi dapat dihubungi setelah proyek perumahan selesai dibangun.
Hal itu banyak dikeluhkan warga saat sosialisasi Peraturan Daerah No 1 Tahun 2023 tentang penglolaan prasarana dan saranadan utilitas umum perumahan yang digelar Fraksi Partai Golkar DPRD Kota Makassar di Makassar, Selasa.
Agenda ini menjadi wadah bagi masyarakat Kecamatan Mamarita, Mangasa, Mariso dan Tamalate untuk memahami kebijakan publik sekaligus mempererat hubungan antara wakil rakyat dan warga di daerah pemilihan.
Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Makassar Mahyuddin mengaku pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk melakukan perawatan sebelum proses serah terima fasum dan fasos dilakukan secara resmi oleh pihak pengembang.
“Kami menemukan masih banyak pengembang di kawasan Mamajang, Mariso, dan Tamalate yang belum menyerahkan fasum-fasosnya ke pemerintah. Akibatnya, kami tidak bisa melakukan perawatan dan pengelolaan karena secara hukum aset tersebut belum diserahkan,” ujar Mahyuddin.
Masalah ini bukan hanya akibat kelalaian administratif, tetapi juga lemahnya transparansi dari pihak pengembang. Akibatnya, warga kompleks “abu-abu” yang belum diserahkan ke pemerintah harus menanggung beban ganda yakni membayar pajak namun tidak mendapatkan layanan publik yang semestinya.
Sebagai langkah transparansi, Pemkot Makassar meluncurkan “Lontara Plus”, portal digital resmi yang memungkinkan warga melaporkan pengembang bermasalah secara langsung kepada dinas dan DPRD.
“Semua laporan masuk ke sistem dan dapat dipantau secara terbuka. Tidak ada lagi alasan laporan masyarakat diabaikan,” tegas Mahyuddin.
Langkah ini menjadi bukti komitmen Pemkot dalam membangun tata kelola perumahan yang adil, transparan, dan akuntabel.
Anggota DPRD Kota Makassar Arifin Majid menegaskan pihaknya akan memperketat pengawasan terhadap pengembang yang menahan fasum dan fasos.
“Ini bukan sekadar kesalahan administratif, tapi pelanggaran terhadap hak publik. Jika ada indikasi pengalihan lahan fasum atau manipulasi dokumen, kami siap mendorong audit dan langkah hukum,” tegasnya.
Disperkim dan DPRD Kota Makassar juga mengimbau masyarakat untuk tidak diam begitu saja.
Warga yang menemukan masalah di lingkungannya diharapkan melapor melalui kanal resmi.
“Laporkan ke Disperkim atau lewat kelurahan agar kasus bisa segera diverifikasi,” kata Mahyuddin.
Melalui sistem digital dan partisipasi masyarakat, pemerintah berharap lahir tata kelola kota yang transparan dan berkeadilan karena pada akhirnya, kota yang kuat dibangun dari warga yang peduli dan pemerintah yang terbuka.

