Makassar (ANTARA) - Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Sulawesi Bagian Selatan (Sulbagsel) hingga Oktober 2025 berhasil mengumpulkan Rp7,49 miliar dari denda administratif karena implementasi prinsip ultimum remedium atau meningkat 36,7 persen.
Kepala Bidang Kepabeanan Kantor Wilayah DJBC Sulawesi Bagian Selatan (Sulbagsel) Alimuddin Lisaw di Makassar, Sabtu, mengatakan, peningkatan denda ultimum remedium itu karena gencarnya tim melakukan patroli dan penyisiran terhadap para pelanggar.
"Sampai saat ini, di bulan Oktober 2025 ada peningkatan penindakan dan juga pengusaha yang memilih membayar denda administratif juga meningkat 36,7 persen. Kalau di periode yang sama tahun sebelumnya itu, ultimum remedium yang dikumpulkan hanya Rp5,48 miliar," ujarnya.
Alimuddin menjelaskan ultimum remedium adalah alternatif bagi para pelanggar. Jika pelanggar menyetujui denda administratif, maka tindakan hukum lainnya seperti tindak pidana akan dibebaskan.
Ia mengatakan mayoritas ultimum remedium tersebut dilaksanakan terhadap pelanggaran di bidang cukai yang masih tahap penelitian.
"Jadi ultimum remedium itu adalah tahap penelitian dan ini juga adalah asas hukum yang menyatakan bahwa hukum pidana hanya digunakan sebagai upaya terakhir untuk menyelesaikan masalah hukum," terang dia.
Alimuddin mengungkapkan bahwa sepanjang Januari-Oktober 2025 pihaknya telah melakukan 103 penindakan dan mengumpulkan denda administratif yang mencapai Rp7,49 miliar.
Ia menyatakan dalam penindakan terhadap hasil tembakau, Bea Cukai Sulbagsel berhasil mengamankan sebanyak 40,36 juta batang rokok ilegal dengan nilai barang sebesar Rp60,77 miliar dan potensi kerugian negara mencapai Rp40,53 miliar.
"Jadi ultimum remedium adalah alternatif bagi para pelanggar. Jika pelanggar menyetujui denda administratif, maka tindakan hukum lainnya seperti pidana akan dibebaskan," ucapnya.

