Jakarta, (Antara Sulsel) - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengharapkan seluruh perusahaan di seluruh Jawa-Bali siap menerapkan penggunaan e-faktur mulai Juli 2015, untuk menekan penerbitan faktur pajak fiktif.
"Pada 1 Juli, di Jawa Bali semua harus menggunakan e-faktur untuk mengurangi penerbitan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya," ujar Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Irawan di Jakarta, Kamis.
Mekanisme e-faktur atau faktur pajak elektronik merupakan mekanisme penerbitan faktur pajak melalui aplikasi elektronik yang ditentukan atau disediakan DJP sejak 2014. Prosedur ini diharapkan bisa memperbaiki kualitas administrasi sistem perpajakan.
Irawan menjelaskan ada beberapa perbedaan antara penerbitan faktur pajak manual dengan elektronik diantaranya pemberian nomor seri oleh DJP dan adanya QR Code yang memudahkan pengecekan keaslian faktur tersebut.
"Kita bangun sistem yang bisa memonitor faktur pajak, agar tidak ada faktur pajak yang 'double' dan transaksinya jelas. Selain itu ada QR Code sebagai bentuk persetujuan yang dikeluarkan sistem untuk memudahkan pengecekan kebenaran faktur termasuk data transaksi," katanya.
Bagi pengusaha, e-faktur ini bisa mempermudah proses perekaman data, apalagi pelaporan faktur elektronik ini dapat disatukan dengan pencatatan Surat Pemberitahuan (SPT) dan validasi data transaksi bisa diketahui juga oleh para pembeli.
Sedangkan bagi DJP, penerapan e-faktur bisa mempermudah penggalian potensi pajak, mempercepat pemeriksaan, dan pelaporan serta mempermudah proses pemberian nomor seri faktur pajak yang ditetapkan setiap satu kali transaksi.
"E-faktur juga bisa mengurangi biaya karena ini semua sistem elektronik, dan tidak memerlukan 'hard copy'. Proses deteksinya juga cepat karena semua data transaksi pengusaha kena pajak tersimpan di server DJP," ujar Irawan.
DJP mengharapkan pemanfaatan e-faktur ini bisa menekan kebocoran penerimaan dari penerbitan faktur fiktif yang hingga tahun lalu telah merugikan negara hingga sebesar Rp900 miliar. Angka tersebut hanya berasal dari wilayah Jakarta dan sekitarnya
Saat ini, secara nasional ada sebanyak 473.360 pengusaha kena pajak yang terdaftar di DJP dan sekitar 53,67 persen dari jumlah tersebut berada di wilayah Jawa Bali atau sebanyak 254.095 pengusaha kena pajak.
Dari jumlah pengusaha kena pajak yang terdaftar di Jawa Bali, hanya sekitar 54,94 persen atau 139.595 yang membuat faktur pajak, terdiri atas pengusaha beromzet diatas Rp4,8 miliar sebesar 36.799 pengusaha dan dibawah Rp4,8 miliar sebanyak 102.796 pengusaha.
Sementara, sebanyak 84.022 pengusaha kena pajak telah mengikuti pelatihan terkait e-faktur atau 60,18 persen dari jumlah di wilayah Jawa Bali dan yang sudah mendapatkan sertifikat 73.971 atau 52,98 persen dari keseluruhan pengusaha kena pajak yang telah membuat faktur pajak.
Dari 73.971 pengusaha kena pajak yang telah mempunyai sertifikat, ada 94.050.590 faktur pajak yang tercatat dan total penerimaan PPN sebesar Rp385,82 triliun dari wilayah Jawa Bali atau 80 persen transaksi dari keseluruhan penerimaan PPN secara nasional.
"Pengusaha kena pajak yang sudah menggunakan e-faktur 629 perusahaan sejak 2015 dengan sekitar enam juta faktur yang sudah terbit. Ini lumayan. Tahun ini kita fokus Jawa Bali dulu, baru tahun depan secara nasional," ujar Irawan.
Ia mengharapkan pada 1 Juli 2015, semua perusahaan di Jawa Bali bisa memanfaatkan e-faktur, karena apabila tidak dilakukan, maka ada sanksi administrasi berupa pengenaan denda dua persen dari nilai transaksi jual beli barang.
"Kalau sampai 30 Juni belum mendapatkan sertifikat, bisa saja masih menerbitkan faktur manual tapi itu tidak kami anggap sebagai faktur pajak. Lagi pula kalau dia tidak menerbitkan faktur (elektronik), pasti dia tidak melapor PPh badan, itu nanti kita kejar juga," tambah Irawan.