Pengamat burung minati Hutan Taman Nasional Lore Lindu
Dari amatan kami, lebih banyak pengamat burung yang datang tiap tahun dibandingkan wisatawan lainnya
Palu (ANTARA) - Hutan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) di wilayah Napu, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, paling banyak diminati wisatawan minat khusus, yakni pengamat burung dibanding pengunjung lainnya.
"Dari amatan kami, lebih banyak pengamat burung yang datang tiap tahun dibandingkan wisatawan lainnya," kata pengamat burung Wilayah Napu Yudah Mondolu, di Poso, Senin.
Sementara lokasi yang sering menjadi pusat pengamatan burung, kata dia, yakni daerah puncak dingin, tepatnya Anaso dan Danau Tambing yang berada di atas Desa Sedoa, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso.
Dia mengatakan kunjungan wisatawan pengamat burung itu paling banyak berkunjung di bulan Juli-Oktober dengan jumlah sekali kunjungan lima kelompok. Satu kelompok rata-rata berjumlah delapan orang.
Sementara waktu kunjungan pengamatan burung itu, kata dia, umumnya memakan waktu selama lima hari di dalam hutan.
"Mereka (pengamat burung) itu didominasi dari Benua Eropa dan Amerika, mereka ini bukan penelitian tapi hanya pengamat burung saja," kata Yudah.
Dia mengatakan jenis burung yang paling banyak diamati yakni jenis burung endemik Sulawesi dan jenis burung langka.
Untuk yang endemik yakni jenis burung rangkong atau julang Sulawesi dan gagak Sulawesi atau "piping crow", sementara untuk jenis burung langka masih dalam pengamatan.
Menurut Yudah beberapa turis pecinta burung selain mengamati burung dalam hutan, juga mengamati perilaku burung sawah dan danau di Desa Wanga, Kecamatan Lore Peore.
Kunjungan wisatawan dengan minat khusus itu, menurut dia, dapat meningkatkan jumlah pendapatan asli dDaerah (PAD) Kabupaten Poso, terlebih bila dapat dikembangkan lebih baik ke depan.
Ia menjelsakan dalam satu kali kunjungan para pengamat burung itu dipasang tarif Rp150 ribu per orang.
Selain itu, turis yang tidak menginap dalam hutan pun akan menambah penghasilan penginapan di wilayah Napu dan sekitarnya, demikian Yudah Mondolu.
"Dari amatan kami, lebih banyak pengamat burung yang datang tiap tahun dibandingkan wisatawan lainnya," kata pengamat burung Wilayah Napu Yudah Mondolu, di Poso, Senin.
Sementara lokasi yang sering menjadi pusat pengamatan burung, kata dia, yakni daerah puncak dingin, tepatnya Anaso dan Danau Tambing yang berada di atas Desa Sedoa, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso.
Dia mengatakan kunjungan wisatawan pengamat burung itu paling banyak berkunjung di bulan Juli-Oktober dengan jumlah sekali kunjungan lima kelompok. Satu kelompok rata-rata berjumlah delapan orang.
Sementara waktu kunjungan pengamatan burung itu, kata dia, umumnya memakan waktu selama lima hari di dalam hutan.
"Mereka (pengamat burung) itu didominasi dari Benua Eropa dan Amerika, mereka ini bukan penelitian tapi hanya pengamat burung saja," kata Yudah.
Dia mengatakan jenis burung yang paling banyak diamati yakni jenis burung endemik Sulawesi dan jenis burung langka.
Untuk yang endemik yakni jenis burung rangkong atau julang Sulawesi dan gagak Sulawesi atau "piping crow", sementara untuk jenis burung langka masih dalam pengamatan.
Menurut Yudah beberapa turis pecinta burung selain mengamati burung dalam hutan, juga mengamati perilaku burung sawah dan danau di Desa Wanga, Kecamatan Lore Peore.
Kunjungan wisatawan dengan minat khusus itu, menurut dia, dapat meningkatkan jumlah pendapatan asli dDaerah (PAD) Kabupaten Poso, terlebih bila dapat dikembangkan lebih baik ke depan.
Ia menjelsakan dalam satu kali kunjungan para pengamat burung itu dipasang tarif Rp150 ribu per orang.
Selain itu, turis yang tidak menginap dalam hutan pun akan menambah penghasilan penginapan di wilayah Napu dan sekitarnya, demikian Yudah Mondolu.