Kemenkes tegaskan tes cepat tetap dilakukan untuk pelaku perjalanan
Penggunaan rapid test tetap dilakukan pada situasi tertentu seperti dalam pengawasan pelaku perjalanan
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan menegaskan rapid diagnostic test (tes cepat) tetap dilakukan untuk pelaku perjalanan dengan tujuan pengawasan perjalanan dalam negeri atau domestik dalam rangka pencegahan penyebaran COVID-19.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto dalam keterangannya mengatakan di Jakarta, Rabu, meluruskan bahwa Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 memang menyebutkan bahwa rapid test tidak digunakan untuk diagnostik, namun penggunaannya tetap dilakukan dalam situasi tertentu.
“Penggunaan rapid test tetap dilakukan pada situasi tertentu seperti dalam pengawasan pelaku perjalanan,” kata Yurianto.
Yurianto menjelaskan dalam rangka pengawasan pelaku perjalanan dalam negeri (domestik), seluruh penumpang dan awak transportasi dalam melakukan perjalanan harus dalam keadaan sehat dan menerapkan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian COVID-19.
Sebelumnya dikabarkan bahwa penggunaan rapid test COVID-19 sudah tidak digunakan sebagai syarat bepergian ke luar kota melalui transportasi udara. Sebagai gantinya, pencegahan COVID-19 hanya dilakukan dengan deteksi suhu tubuh.
Yurianto menegaskan bahwa peraturan penggunaan rapid test sebagai syarat bepergian bagi pelaku perjalanan masih berlaku. Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan NO HK.02.01/MENKES/382/2020 tentang Prosedur Pengawasan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri di Bandar Udara dan Pelabuhan dalam rangka Penerapan Kehidupan Masyarakat Produktif dan Aman Terhadap Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) serta Surat Edaran Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Nomor 9 Tahun 2020 tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang Dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Terbitnya Surat Edaran tersebut sebagai panduan bagi petugas yang berwenang dalam melakukan pengawasan terhadap pelaku perjalanan dalam negeri di bandar udara dan Pelabuhan, pengawasan oleh dinas kesehatan daerah baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota serta panduan bagi lintas sektor terkait maupun masyarakat dalam rangka menuju masyarakat produktif dan aman dari penularan COVID-19.
“Para penumpang dan awak alat angkut yang akan melakukan perjalanan dalam negeri wajib memiliki surat keterangan hasil pemeriksaan RT-PCR negatif atau surat keterangan hasil pemeriksaan rapid test antigen/antibodi nonreaktif,” kata Yurianto. Keduanya memiliki masa berlaku yang sama yakni paling lama 14 hari sejak surat keterangan diterbitkan.
Kendati membawa surat keterangan dengan hasil negatif ataupun nonreaktif, masyarakat diimbau untuk selalu berhati-hati serta disiplin menerapkan protokol pencegahan dan pengendalian COVID-19 sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Health Alert Card (HAC) juga tetap wajib diisi oleh pelaku perjalanan sesuai pasal 36 UU no 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan agar dapat terus dipantau oleh dinas kesehatan setempat. HAC dapat diisi secara manual maupun secara digital dengan mengunduh electronic HAC (eHAC).
Yurianto menilai moda transportasi umum sebagai lokus interaksi dan berkumpulnya banyak orang berpotensi tinggi sebagai sebagai klaster baru penularan COVID-19. Untuk itu, diperlukan kewaspadaan dini sebagai langkah antisipasi serta upaya kontrol agar COVID-19 tidak semakin meluas.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto dalam keterangannya mengatakan di Jakarta, Rabu, meluruskan bahwa Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 memang menyebutkan bahwa rapid test tidak digunakan untuk diagnostik, namun penggunaannya tetap dilakukan dalam situasi tertentu.
“Penggunaan rapid test tetap dilakukan pada situasi tertentu seperti dalam pengawasan pelaku perjalanan,” kata Yurianto.
Yurianto menjelaskan dalam rangka pengawasan pelaku perjalanan dalam negeri (domestik), seluruh penumpang dan awak transportasi dalam melakukan perjalanan harus dalam keadaan sehat dan menerapkan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian COVID-19.
Sebelumnya dikabarkan bahwa penggunaan rapid test COVID-19 sudah tidak digunakan sebagai syarat bepergian ke luar kota melalui transportasi udara. Sebagai gantinya, pencegahan COVID-19 hanya dilakukan dengan deteksi suhu tubuh.
Yurianto menegaskan bahwa peraturan penggunaan rapid test sebagai syarat bepergian bagi pelaku perjalanan masih berlaku. Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan NO HK.02.01/MENKES/382/2020 tentang Prosedur Pengawasan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri di Bandar Udara dan Pelabuhan dalam rangka Penerapan Kehidupan Masyarakat Produktif dan Aman Terhadap Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) serta Surat Edaran Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Nomor 9 Tahun 2020 tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang Dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Terbitnya Surat Edaran tersebut sebagai panduan bagi petugas yang berwenang dalam melakukan pengawasan terhadap pelaku perjalanan dalam negeri di bandar udara dan Pelabuhan, pengawasan oleh dinas kesehatan daerah baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota serta panduan bagi lintas sektor terkait maupun masyarakat dalam rangka menuju masyarakat produktif dan aman dari penularan COVID-19.
“Para penumpang dan awak alat angkut yang akan melakukan perjalanan dalam negeri wajib memiliki surat keterangan hasil pemeriksaan RT-PCR negatif atau surat keterangan hasil pemeriksaan rapid test antigen/antibodi nonreaktif,” kata Yurianto. Keduanya memiliki masa berlaku yang sama yakni paling lama 14 hari sejak surat keterangan diterbitkan.
Kendati membawa surat keterangan dengan hasil negatif ataupun nonreaktif, masyarakat diimbau untuk selalu berhati-hati serta disiplin menerapkan protokol pencegahan dan pengendalian COVID-19 sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Health Alert Card (HAC) juga tetap wajib diisi oleh pelaku perjalanan sesuai pasal 36 UU no 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan agar dapat terus dipantau oleh dinas kesehatan setempat. HAC dapat diisi secara manual maupun secara digital dengan mengunduh electronic HAC (eHAC).
Yurianto menilai moda transportasi umum sebagai lokus interaksi dan berkumpulnya banyak orang berpotensi tinggi sebagai sebagai klaster baru penularan COVID-19. Untuk itu, diperlukan kewaspadaan dini sebagai langkah antisipasi serta upaya kontrol agar COVID-19 tidak semakin meluas.