Jakarta (ANTARA) - Para mantan pegawai KPK yang tergabung dalam Indonesia Memanggil (IM) 57+ Institute melaporkan dugaan pelanggaran etik Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri terkait dengan dugaan penggunaan SMS blast untuk kepentingan pribadi.
"Hari ini perwakilan IM57+ Intitute, Rizka Anungnata melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku oleh Firli Bahuri selaku Ketua KPK berkaitan dengan dugaan telah sewenang-wenang menggunakan fasilitas KPK yang dibiayai oleh anggaran negara untuk kepentingan pribadinya," kata Manajer Humas IM 57+ Institute Tata Khoiriyah di Jakarta, Jumat.
Fasilitas tersebut, menurut Tata, adalah pesan SMS yang tidak terkait dengan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Firli selaku Ketua KPK.
"Kronologi kasus berangkat dari pengakuan beberapa orang yang mendapatkan pesan singkat SMS blast dari KPK RI. Namun, isi pesan tersebut tidak berkaitan dengan nilai-nilai antikorupsi dan justru berisi pesan pribadi yang mengatasnamakan Ketua KPK," ungkap Tata.
Contoh SMS tersebut berbunyi: "Manusia sempurna, bukanlah manusia yang tidak pernah berbuat salah, tetapi manusia yang selalu belajar dari kesalahan. Ketua KPK RI."
"Pesan tersebut pun sempat viral dan menjadi perbincangan publik di media sosial," ungkap Tata.
Hal yang menjadi sorotan publik terkait dengan beredarnya SMS Blast KPK itu, menurut Tata, adalah pesan hanya mengatas namakan Ketua KPK, tidak mengandung nilai-nilai antikorupsi atau berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya selaku ketua, serta tidak jelasnya sumber anggaran yang digunakan untuk SMS blast tersebut.
Menurut Tata, Plt. Juru bicara KPK Ali Fikri membenarkan adanya pengadaan SMS masking di KPK. Namun, pengadaan tersebut berkaitan dengan kepentingan kegiatan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Hal tersebut, kata Tata, dapat dilihat melalui Situs LPSE Kementerian Keuangan bahwa anggaran pengadaan SMS blast oleh KPK pada tahun 2022 dengan nominal Rp999.218.000,00 untuk kegiatan LHKPN, seperti permintaan token, pemberitahuan LHKPN sudah dilaporkan, dan pemberitahuan LHKPN telah lengkap.
"Hal yang menjadi persoalan apakah SMS Blast Ketua KPK menggunakan anggaran SMS Blast e-LHKPN tidak pernah diklarifikasi dengan jelas oleh Plt. Juru Bicara Ali Fikri. Apabila tidak menggunakan anggaran tersebut, patut dipertanyakan dari mana anggaran itu berasal?" ungkap Tata.
IM 57+ Institute menduga Firli Bahuri telah dengan sewenang-wenang menggunakan fasilitas KPK yang dibiayai oleh anggaran negara untuk kepentingan pribadinya berupa penggunaan pesan SMS blast.
Firli diduga melanggar nilai dasar integritas sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d, ayat (1) huruf o, dan ayat (2) huruf i Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 02 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
"Kami berharap agar Dewan Pengawas memeriksa laporan ini, memproses, kemudian dapat mencari pembuktian lain sehingga menjadi lebih kuat dan lengkap, sesuai dengan kewenangan yang dimiliki Dewan Pengawas tidak terbatas dari bukti yang disampaikan pelapor," kata Tata.
Dengan diprosesnya laporan tersebut, lanjut dia, bisa menjadi upaya untuk meningkatkan kepercayaan publik serta muruah KPK sebagai ujung tombak gerakan pemberantasan korupsi di Indonesia.