New York (ANTARA) - Harga minyak dunia tergelincir sekitar lima persen ke level terendah sejak Januari pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), karena dolar AS mencapai posisi terkuatnya dalam lebih dari dua dekad serta meningkatnya kekhawatiran bahwa pengetatan bank sentral yang agresif dapat menyebabkan resesi dan merugikan permintaan energi.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November merosot 4,75 dolar AS atau 5,7 persen, menjadi menetap di 78,74 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Untuk minggu ini, harga acuan minyak mentah AS anjlok 7,1 persen.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November kehilangan 4,31 dolar atau 4,8 persen, menjadi ditutup di 86,15 dolar per barel di London ICE Futures Exchange. Untuk minggu ini harga acuan minyak global ini anjlok 5,7 persen.
Kemerosotan tajam tersebut merupakan penurunan mingguan keempat berturut-turut, pertama kali ini terjadi sejak Desember. Harga minyak secara teknis berada di wilayah oversold, dengan WTI di jalur untuk penyelesaian terendah sejak 10 Januari dan Brent untuk terendah sejak 14 Januari.
Bensin dan solar AS juga turun lebih dari lima persen.
Federal Reserve AS menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada Rabu (21/9/2022). Bank-bank sentral di seluruh dunia mengikuti dengan kenaikan mereka sendiri, meningkatkan risiko perlambatan ekonomi.
"Minyak jatuh karena kekhawatiran pertumbuhan global mencapai mode panik mengingat komitmen bank-bank sentral untuk memerangi inflasi. Tampaknya bank-bank sentral siap untuk tetap agresif dengan kenaikan suku bunga dan itu akan melemahkan aktivitas ekonomi dan prospek permintaan minyak mentah jangka pendek," kata Edward Moya, analis pasar senior di perusahaan data dan analitik OANDA seperti dikutip Reuters.
Dolar AS berada di jalur untuk penutupan tertinggi terhadap sekeranjang mata uang lainnya sejak Mei 2002. Dolar yang kuat mengurangi permintaan minyak karena membuat bahan bakar lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.
"Kami memiliki dolar yang meledak lebih tinggi dan menekan komoditas berdenominasi dolar seperti minyak dan meningkatnya kekhawatiran atas resesi global yang akan datang karena bank-bank sentral menaikkan suku bunga," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York.
Penurunan zona euro dalam aktivitas bisnis semakin dalam pada September, sebuah survei menunjukkan, mengindikasikan resesi membayangi karena konsumen mengendalikan pengeluaran dan karena pemerintah mendesak konservasi energi menyusul langkah Rusia untuk memotong pasokan ke Eropa.
Di sisi penawaran, upaya untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015 telah terhenti karena Teheran bersikeras pada penutupan penyelidikan pengawas nuklir PBB, kata seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS, meredakan ekspektasi kebangkitan kembali ekspor minyak mentah Iran.
Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Harga minyak anjlok terseret kekhawatiran resesi dan penguatan dolar
Berita Terkait

Pemprov Kaltara gandeng Unhas kaji kelayakan pabrik minyak goreng
Selasa, 3 Desember 2024 20:46 Wib

Sri Mulyani: Kemenangan Donald Trump berpotensi pengaruhi harga minyak dunia
Jumat, 8 November 2024 15:14 Wib

Truk kontainer terbalik di jalan Ap Pettarani Makassar tumpahkan minyak goreng di jalan
Kamis, 24 Oktober 2024 18:53 Wib

Bahlil memangkas proses perizinan untuk tingkatkan lifting minyak
Selasa, 8 Oktober 2024 10:46 Wib

Kejagung: Belum ada info pemanggilan Airlangga terkait kasus perizinan ekspor CPO
Selasa, 20 Agustus 2024 13:42 Wib

Menteri ESDM ungkap alasan kurangnya investasi ke sektor migas RI
Jumat, 16 Agustus 2024 19:11 Wib

Indonesia penuhi permintaan minyak nabati dunia hingga 22 persen
Jumat, 2 Agustus 2024 20:42 Wib

Wapres terpilih Gibran ingin tingkatkan lifting minyak dan UMKM guna pacu ekonomi
Senin, 29 Juli 2024 14:12 Wib