BKKBN Sulsel mendorong penanganan stunting di daerah prioritas
Makassar (ANTARA) - BKKBN Provinsi Sulawesi Selatan mendorong penanganan stunting di daerah prioritas yang memiliki angka prevalensi cukup tinggi sehingga angka penyebarannya dapat ditekan.
“Upaya tersebut diawali dengan rencana kegiatan intervensi stunting yang dikemas dalam bentuk Laporan Stunting,” kata Kepala BKKBN Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan Andi Ritamariani di Makassar, Kamis.
Dikatakannya, Rembuk Stunting merupakan salah satu upaya untuk membahas dan menyamakan persepsi intervensi Stunting di lapangan dengan memprioritaskan daerah dengan prevalensi Stunting tinggi.
“Dalam Rembuk Stunting dipaparkan hasil analisis situasi dan rencana kegiatan intervensi untuk menurunkan stunting yang telah disepakati semua sektor untuk dituangkan dalam dokumen RKPD dan Renja OPD, jelas Andi Rita. Selain itu, lanjutnya, pemetaan
analisis situasi penting dilakukan untuk merumuskan kriteria desa/kelurahan yang menjadi lokasi prioritas intervensi stunting dan masuk dalam perencanaan dan penganggaran daerah.Oleh karena itu,
ia berharap dengan komitmen yang kuat, pemerintah daerah dapat merumuskan program dan kegiatan yang lebih terukur dengan melihat cakupan indikator pelayanan dalam rangka percepatan penurunan stunting dengan memastikan adanya komitmen lintas sektor dalam menuangkan program dan kegiatan OPD ke dalam dokumen perencanaan kabupaten.
Salah satu daerah yang menjadi fokus penanganan stunting berdasarkan Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Sidrap tahun 2021 sebesar 25,4 persen, dan mengalami peningkatan pada tahun 2022 menjadi 27,3 persen.
“Ada peningkatan 1,9 persen, angka itu masih jauh dari target nasional 14 persen pada 2024, karena itu harus fokus intervensi,” jelasnya.
Kondisi tersebut menggambarkan bahwa semua pengambil kebijakan masih harus bekerja lebih keras untuk menurunkan prevalensi Stunting dan membutuhkan komitmen dan sinergi yang kuat dari semua pihak. Terutama pemerintah desa, karena eksekusinya ada di desa.
“Upaya tersebut diawali dengan rencana kegiatan intervensi stunting yang dikemas dalam bentuk Laporan Stunting,” kata Kepala BKKBN Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan Andi Ritamariani di Makassar, Kamis.
Dikatakannya, Rembuk Stunting merupakan salah satu upaya untuk membahas dan menyamakan persepsi intervensi Stunting di lapangan dengan memprioritaskan daerah dengan prevalensi Stunting tinggi.
“Dalam Rembuk Stunting dipaparkan hasil analisis situasi dan rencana kegiatan intervensi untuk menurunkan stunting yang telah disepakati semua sektor untuk dituangkan dalam dokumen RKPD dan Renja OPD, jelas Andi Rita. Selain itu, lanjutnya, pemetaan
analisis situasi penting dilakukan untuk merumuskan kriteria desa/kelurahan yang menjadi lokasi prioritas intervensi stunting dan masuk dalam perencanaan dan penganggaran daerah.Oleh karena itu,
ia berharap dengan komitmen yang kuat, pemerintah daerah dapat merumuskan program dan kegiatan yang lebih terukur dengan melihat cakupan indikator pelayanan dalam rangka percepatan penurunan stunting dengan memastikan adanya komitmen lintas sektor dalam menuangkan program dan kegiatan OPD ke dalam dokumen perencanaan kabupaten.
Salah satu daerah yang menjadi fokus penanganan stunting berdasarkan Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Sidrap tahun 2021 sebesar 25,4 persen, dan mengalami peningkatan pada tahun 2022 menjadi 27,3 persen.
“Ada peningkatan 1,9 persen, angka itu masih jauh dari target nasional 14 persen pada 2024, karena itu harus fokus intervensi,” jelasnya.
Kondisi tersebut menggambarkan bahwa semua pengambil kebijakan masih harus bekerja lebih keras untuk menurunkan prevalensi Stunting dan membutuhkan komitmen dan sinergi yang kuat dari semua pihak. Terutama pemerintah desa, karena eksekusinya ada di desa.