Kuala Lumpur (ANTARA) - Yohana berkebaya putih lengan pendek dan berbalut tenun ikat dengan warna dasar hijau bermotif Buna Kolsasi yang menegaskan dirinya seorang Banunaek, pada Rabu (15/3) pagi hadir di lantai dua gedung Mahkamah Tinggi Pulau Pinang di Georgetown, Penang, Malaysia.
Sekitar jam 09.00 pagi waktu setempat, tidak terlalu lama setelah Wakil Panitera Mahkamah Tinggi Pulau Pinang Eric Lau masuk ke ruangannya, Yohana tiba di sana, didampingi Konsul Jenderal Republik Indonesia Penang Bambang Suharto, Konsuler KJRI Penang, pejabat dari Direktorat Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri Wita Purnamasari dan Sheila, serta staf dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Timor Tengah Selatan Eny Kristinawati.
Ia tersenyum saat ANTARA menyapa dan menanyakan kabarnya pagi itu. Lalu singkat menjawab bahwa dirinya baik dan mengaku sehat.
Yohana Banunaek adalah ibu kandung dari Adelina Lisao, pekerja migran Indonesia yang bekerja sebagai asisten rumah tangga dan meninggal dunia pada 11 Februari 2018, sehari setelah dikeluarkan dari rumah majikannya yang berlokasi di Taman Kota Permai, Bukit Mertajam, Penang.
Ia harus hadir langsung pagi itu di Mahkamah Tinggi Pulau Pinang, agar pengadilan di sana dapat mengesahkan bahwa dirinya benar merupakan ahli waris dari Adelina Lisao. Dengan demikian, Yohana berhak untuk mengajukan tuntutan perdata terhadap siapapun yang memang harus bertanggung jawab atas kematian putrinya itu.
Hampir lima ribuan kilometer jarak ia tempuh dari Desa Abi, Kecamatan Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur, untuk bisa hadir di Mahkamah Tinggi Pulau Pinang, memastikan upaya mencari keadilan melalui jalur hukum bagi almarhumah putrinya dapat berjalan.
Staf Konsuler Konsulat Jenderal Republik Indonesia Penang mengatakan ibunda Adelia Lisao itu telah melakukan perjalanan cukup panjang melalui jalur darat setidaknya tiga jam perjalanan dari desanya untuk sampai ke Kota Soe, yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Timor Tengah Selatan, sebelum melanjutkan perjalanan darat lainnya sekitar 2,5 jam ke Kota Kupang.
Dari Kupang Yohana melanjutkan penerbangan selama tiga jam ke Jakarta, didampingi staf Disnakertrans Eny. Baru pada Minggu (12/3) ia tiba di Penang dengan penerbangan selama dua jam dari Jakarta bersama perwakilan dari Direktorat Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri.
Ada sekitar tujuh orang, termasuk dirinya, ikut masuk dalam ruangan Wakil Panitera Mahkamah Tinggi Pulau Pinang saat itu, sekitar pukul 09.10, sedangkan seorang staf Konsuler KJRI Penang dan seorang dari Direktorat Pelindungan WNI Kemlu lainnya menunggu di luar.
Selama hampir 26 menit Yohana menjalani proses untuk pengesahan dirinya sebagai ahli waris Adelina, didampingi pengacara Karin Lim Ai Ching dari firma hukum Presgrave & Matthews yang disewa Perwakilan RI Penang.
Tidak banyak yang ia ucapkan selama di sana, hanya senyum tipis terlihat dari wajah lelahnya dan anggukan saat ditanya apakah dirinya merasa lega setelah melewati semua itu. Perjuangan Yohana mencari keadilan untuk almarhumah putrinya belum selesai.
Upaya mencari keadilan
Pengacara Karin Lim Ai Ching dari firma hukum Presgrave & Matthews mengatakan setelah melalui proses pengesahan ahli waris, Yohana harus mendapat surat kuasa dari Mahkamah Tinggi Pulau Pinang untuk dapat melakukan tuntutan kepada siapa saja yang dianggapnya bertanggung jawab atas nyawa putrinya.
Dengan surat kuasa itu Yohana bisa saja mengajukan tuntutan kepada majikan, orang tua majikan, bahkan agen atau orang yang telah membawanya ke Malaysia.
Menurut pengacara, ada batas waktu enam tahun di Malaysia untuk seseorang dapat mengajukan tuntutan ke pengadilan untuk satu kasus tertentu. Maka, segera setelah surat kuasa untuk melakukan dakwaan itu diperoleh, mereka akan memasukkan berkas agar persidangan segera dapat dimulai.
Ia juga mengatakan, ahli waris dapat menuntut apapun, termasuk sisa gaji Adelina yang belum dibayar majikan, pertanggungjawaban atas cedera, siksaan hingga menyebabkan korban meninggal dunia. Bisa juga menuntut agar biaya hidup kedua orang tua Adelina dipenuhi, yang seandainya korban masih hidup dapat ditanggung dari gaji yang diperoleh dari bekerja.
Tidak ingin berspekulasi atas hasil akhir dari semua upaya hukum tersebut, pengacaranya mengatakan masih melihat harapan dan akan mencoba semua upaya dengan bukti yang dimiliki untuk mengajukan tuntutan.
Jalan untuk mendapatkan keadilan bagi Adelina Lisao masih ada dan itu yang sedang diupayakan bersama.
Konjen Bambang mengatakan KJRI Penang atau dalam hal ini Pemerintah RI memfasilitasi tuntutan yang dilakukan oleh ahli waris. Jadi yang berperkara bukan Pemerintah RI dengan mantan majikan, tapi memang tuntutan dari ahli waris keluarga korban.
Langkah itu diambil untuk menyikapi putusan Mahkamah Persekutuan di Putrajaya pada Juni 2022, yang menguatkan keputusan Mahkamah Rayuan dan Mahkamah Tinggi Pulau Pinang di mana keputusan tersebut menyebabkan mantan majikan Adelina Lisao bebas.
Pengajuan tuntutan perdata tersebut, tentu sudah dipikirkan jauh hari, mengantisipasi keputusan dari Mahkamah Persekutuan itu.
“Nah ini lah sekarang kita lakukan. Pokoknya sampai adanya rasa keadilan bagi mendiang Adelina Lisao itu, kita tidak akan berhenti untuk memperjuangkannya,” ujar Bambang.
Harapan untuk mendapatkan keadilan itu selalu ada dan dimungkinkan, karena di sana ada kejadian yang memang telah menyebabkan meninggalnya seorang pekerja migran. Ada hal-hal yang harus dipertanggungjawabkan oleh majikan maupun pihak lainnya yang terlibat.
Maka perjalanan panjang Yohana Banunaek untuk mendapatkan rasa keadilan bagi mendiang Adelina Lisao itu ditempuh, dan belum mencapai pada titik akhir.
Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Perjalanan Yohana Banunaek mencari keadilan untuk Adelina Lisao