Jakarta (ANTARA) - Pengamat militer dan pertahanan Connie Rahakundini Bakrie mendorong Indonesia untuk segera bergabung dengan kelompok negara-negara berkembang BRICS karena dunia saat ini memerlukan keseimbangan aspek pertahanan, keamanan, dan ekonomi.
"Itu (urgensi untuk bergabung BRICS) adalah keniscayaan," kata Connie saat ditemui di sela acara peringatan 96 tahun berdirinya Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) di Jakarta, Senin.
Kelompok negara-negara berkembang beranggotakan Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan yang pertama kali menggelar konferensi tingkat tingginya pada 2009 ini dibentuk untuk mengimbangi dominasi Barat yang dipimpin Amerika Serikat (AS).
Kelima negara anggota BRICS saat ini berpotensi tumbuh menjadi penggerak perekonomian dunia terbesar pada 2050. Untuk itu, Connie mengatakan bahwa Indonesia perlu mempererat hubungan dengan BRICS demi memperkuat perekonomian.
Dia juga menyinggung keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menyediakan biji-bijian dan pupuk secara gratis bagi negara-negara Afrika adalah contoh nyata dari upaya BRICS mengatasi masalah ekonomi, khususnya di negara-negara berkembang.
Sebelumnya, Duta Besar untuk Asia dan BRICS di Kementerian Luar Negeri Afrika Selatan Anil Sooklal mengungkapkan bahwa ada lebih dari 40 negara yang telah mengutarakan minatnya untuk bergabung BRICS. Sebanyak 22 negara di antaranya telah mengajukan permohonan resmi.
Afrika Selatan merupakan ketua BRICS tahun ini.
Surat kabar Business Standard baru-baru ini melaporkan bahwa pada KTT BRICS yang akan digelar di Johannesburg pada 22-24 Agustus, ada lima negara yang bakal diterima menjadi anggota baru organisasi tersebut.
Menurut surat kabar India mengutip TASS, kelima negara itu adalah Argentina, Mesir, Indonesia, Uni Emirat Arab (UAE), dan Arab Saudi.
Ini bukan pertama kali Indonesia disebut-sebut sebagai calon anggota BRICS berikutnya. Saat KTT BRICS di Xiamen, China, pada 2017, kantor berita Xinhua bahkan tiga kali menyebut Indonesia berpotensi bergabung dalam kelompok tersebut.