Makassar (ANTARA Sulsel) - Kuasa Hukum tersangka korupsi dana Bantuan Sosial Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Andi Muallim menyatakan jika penetapan kliennya sebagai tersangka dinilainya tidak objektif.
"Penetapan Pak Andi Muallim sebagai tersangka itu tidak objektif karena pada kasusnya itu sudah tidak ada kerugian negara yang disebabkan olehnya," tegas pengacaranya, Asfa A Gau di Makassar, Kamis.
Ia mengatakan, beberapa hal yang perlu dicermati oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dalam menetapkan Andi Muallim sebagai tersangka yakni harus memperhatikan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Dalam Undang Undang itu pada pasal 1 ayat (4) dijelaskan jika Bendahara Pengeluaran berhak menolak perintah Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam hal ini Sekretaris Daerah jika beberapa hal tidak memenuhi persyaratan.
Dalam pasal itu dijelaskan jika, bendahara wajib menolak perintah kuasa pengguna anggaran apabila persyaratan pada ayat 3, yaitu meneliti kelengkapan anggaran dan menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah pembayaran serta menguji ketersediaan dana yang bersangkutan tidak dipenuhi.
"Penyidik kejati saat menjadikan Muallim tersangka tidak memperhatikan putusan Pengadilan Negeri yang memvonis terpidana Bendahara Pengeluaran Anwar Beddu. Jika penyidik memperhatikannya, maka dasar penetapan itu tidak akan terjadi," katanya.
Dijelaskannya, penyidik hanya berdasar pada dakwaan dimana terpidana Anwar Beddu bersama-sama dengan tersangka Sekprov Andi Muallim melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara sebesar Rp8,8 miliar.
Sedangkan putusan Pengadilan Negeri Tipikor Makassar dalam pertimbangan Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan, terhadap terpidana Anwar Beddu mengatakan bahwa putusan hakim tingkat pertama pada halaman 122 alinea ke 3 yang menyebutkan bahwa terdakwa atas persetujuan dan perintah dari saksi Andi Muallim selaku Sekretaris Pemprov Sulsel yang merupakan kesimpulannya sendiri.
Majelis hakim tingkat banding tidak melihat adanya penyimpangan yang dilakukan oleh pengguna anggaran dalam hal ini telah melaksanakan tugasnya sesuai ketentuan dan prosedur yang berlaku sebagaimana layaknya seorang pengguna anggaran.
Selain itu juga menimbang bahwa pertimbangan majelis hakim tindak pidana korupsi tingkat pertama yang melibatkan pengguna anggaran adalah keliru karena pengguna anggaran dalam hal ini merupakan tugas rutinnya yang harus dilakukan setiap permohonan proposal harus melalui pengguna anggaran dalam hal ini sekretaris daerah.
"Pada poin tiga putusan PT Sulsel tertera memang menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar tanggal 06 september 2012 No. 20/Pid.Sus/2012/PN.Mks namun jangan putus kalimatnya karena ada tambahan `untuk selain dan selebihnya`," jelas Asfah
Sebelumnya, penetapan tersangka baru yakni Sekprov Sulsel Andi Muallim sebagai tersangka karena bersama-sama dengan terpidana Anwar Beddu merugikan keuangan negara.
Penetapan Muallim yang merupakan pamong senior di Sulawesi Selatan bertindak selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) dinilainya turut bertanggungjawab dalam setiap pencairan anggaran dana Bansos yang telah merugikan negara itu.
Sejak kasus ini bergulir di kejaksaan, Anwar Beddu dan Andi Muallim dinilainya telah memperkaya diri sendiri, orang lain ataupun korporasi yang diperkuat dalam fakta-fakta penyidikan maupun persidangan.
Peranan Muallim yang sebagai kuasa pengguna anggaran itu terbukti telah menyetujui setiap pencairan maupun pemberian dana bantuan sosial kepada lembaga penerima diaman lembaga penerima itu tidak berbadan hukum alias fiktif.
Persetujuan pemberian dana bansos kepada setiap penerima itu dilakukan tanpa didasari verifikasi terhadap 202 lembaga penerima guna memastikan kebenaran dan keberadaan lembaga penerima tersebut.
Andi Muallim yang telah menyetujui semua lembaga penerima itu kemudian langsung diteruskan kepada bendahara dengan mengeluarkan dana bansos tersebut.
Bendahara sendiri saat mencairkan dan menyerahkan kepada 202 lembaga penerima itu dinilai lalai karena tidak melakukan penelitian dan pemeriksaan sehingga merugikan keuangan negara. Agus Setiawan