Mataram (ANTARA) - Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi Ali Fikri memastikan semua perkara yang berada dalam penanganan tetap berlanjut meskipun Firli Bahuri (FB) secara resmi telah menjadi tersangka atas kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
"Kami pastikan semua perkara yang ditangani KPK tetap berproses dan diselesaikan hingga tuntas," kata Ali Fikri melalui pesan singkat, di Mataram, Kamis.
Dia menerangkan bahwa penetapan Ketua KPK sebagai tersangka oleh Penyidik Polda Metro Jaya tidak ada keterkaitan dengan penanganan hukum yang sedang berjalan di tubuh komisi antirasuah tersebut.
"Tidak ada hubungannya, karena kepemimpinan KPK adalah kolektif kolegial," ujarnya.
Penyidik Polda Metro Jaya menetapkan FB sebagai tersangka pada Rabu (22/11) usai melakukan gelar perkara. Pihak Polda Metro Jaya menyampaikan penyidik telah menemukan bukti yang cukup dalam penetapan FB sebagai tersangka.
Dari hasil gelar perkara, penyidik menetapkan FB sebagai tersangka dengan menerapkan Pasal 12e, 12B dan/atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 KUHP.
Dalam periode Firli sebagai Ketua KPK, terungkap ada dua perkara di wilayah Nusa Tenggara Barat yang masuk dalam tahap penyidikan komisi antirasuah.
Perkara pertama terkait dugaan korupsi dalam proyek pembangunan gedung Tempat Evakuasi Sementara (TES) Tsunami Lombok Utara tahun 2014.
Gedung TES Tsunami Lombok Utara ini merupakan proyek yang berasal dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggungan Bencana (BNPB). Realisasi pekerjaan dilaksanakan melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya NTB.
Pelaksana proyek ini adalah PT Waskita Karya. Pembangunan gedung berlokasi di kawasan Pelabuhan Bangsal, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara. Proyek dimulai pada Agustus 2014 yang menelan anggaran pusat senilai Rp21 miliar.
Pada medio 2023, penyidik melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi di Kota Mataram dengan meminjam salah satu ruangan di Kantor BPKP Perwakilan NTB.
Kemudian, perkara kedua terkait penetapan mantan Wali Kota Bima Muhammad Lutfi sebagai tersangka dugaan penerimaan gratifikasi dan korupsi pengadaan barang dan jasa di lingkup kerja Pemerintah Kota Bima periode 2018-2023.
KPK mengumumkan penetapan Muhammad Lutfi sebagai tersangka pada 5 Oktober 2023. Dari progres penyidikan, mantan Wali Kota Bima tersebut kini menjalani penahanan di Rutan KPK.