Beijing (ANTARA) - Pada 16 Juli 1966 pemimpin besar China Mao Zedong dalam usia 72 tahun bergabung dengan sekitar 5.000 orang perenang dalam lomba renang tahunan menyeberangi Sungai Yangtze di Wuhan.
Saat Mao Zedong berenang, dalam sejumlah tulisan disebutkan bahwa ia dikelilingi enam orang pengawal yang juga berenang dan disertai foto raksasa dirinya. Ia berenang selama 65 menit untuk melintasi jarak sejauh 15 kilometer.
Peristiwa tersebut juga menandai awal dari Revolusi Kebudayaan yang dideklarasikan Ma Zedong. Revolusi Kebudayaan sendiri diluncurkan oleh Mao Zedong pada 16 Mei 1966 yang merasa pemerintahan China terpengaruh peradaban Barat dan feodalisme sehingga perlu ada revolusi (perubahan besar) di empat bidang yaitu kebudayaan, gagasan pemikiran, tradisi dan kebiasaan kuno.
Namun sebelum menyebarkan gagasan soal Revolusi Kebudayaan, Mao Zedong yang telah belajar renang saat masih anak-anak, juga kerap tampil sebagai perenang di hadapan umum sejak 1956 guna menunjukkan bahwa ia adalah seorang perenang yang ulet dan meyakinkan masyarakat untuk mulai berenang.
Dengan berenang di Sungai Yangtze, para sejarawan menyebut Mao Zedong menunjukkan kekuatan dan kesehatan pikiran maupun fisiknya. Renang juga menjadi sarana bagi Mao Zedong untuk menggalang dukungan massa terhadap gagasan politiknya dan wadah bagi massa untuk mengikuti ajaran Mao Zedong.
Kutipan pernyataan Mao Zedong yaitu "Rakyat, dan hanya rakyat sendiri, merupakan kekuatan pendorong dalam pembuatan sejarah dunia" pun dilekatkan di salah satu tiang Jembatan Sungai Yangtze Nanjing.
Jembatan bertingkat dua itu menyambungkan antara Pukou dan Xiaguan di Nanjing. Di dek atas adalah jalur mobil dan motor yang membentang sepanjang 4.588 meter dan dek bawah adalah rel kereta api ganda sepanjang 6.772 meter.
Jembatan tersebut selesai pada 1968 dan merupakan jembatan besar pertama yang dirancang dan dibangun sepenuhnya oleh pemerintah China.
Sungai panjang
Sungai Yangtze, yang disebut-sebut menjadi lokasi renang Mao Zedong sebanyak 10 kali, juga memiliki nama Sungai Chang Jiang (Sungai Panjang). Sungai ini merupakan sungai terpanjang di China dan Asia sekaligus sungai terpanjang ketiga di dunia.
Panjangnya adalah 6.300 kilometer (km) dengan cekungan yang membentang sekitar 3.200 km dari barat ke timur, dan lebih dari 1.000 km dari utara ke selatan serta dapat mengaliri area seluas 1.808.500 km persegi.
Hulu Sungai Yangtze berada di Dataran Tinggi Tibet dan bermuara di Laut China Timur. Dengan demikian, sungai tersebut melintasi 10 provinsi atau wilayah yaitu Qinghai, Tibet, Sichuan, Yunnan, Chongqing, Hubei, Hunan, Jiangxi, Anhui, Jiangsu, Shanghai. Sungai itu juga memiliki delapan anak sungai utama.
Sepertiga dari seluruh penduduk China (artinya lebih dari sekitar 400 juta orang) tinggal di wilayah yang dialiri Sungai Yangtze.
Cekungan Yangtze menyediakan sekitar setengah dari seluruh ikan yang dimakan di China dan dua pertiga produksi beras. Industri dan pertanian di sepanjang alirannya berkontribusi hingga sekitar 40 persen terhadap perekonomian China.
Sungai tersebut juga memiliki keanekaragaman flora dan fauna. Salah satu fauna yang terkenal adalah lumba-lumba Sungai Yangtze yang sayangnya terancam punah saat ini.
Memang, karena daya tariknya, tepi Sungai Yangtze pun menjadi "asal" peradaban dan kebudayaan China seperti budaya Bashu di Sichuan, Jingchu di Hubei dan Hunan, Wuyue di Jiangsu, Zhejiang, dan Shanghai.
Pembangunan ekonomi di kawasan Delta Sungai Yangtze juga digadang-gadang sebagai jangkar bagi stabilitas pertumbuhan ekonomi nasional China.
Berdasarkan laporan Akademi Ilmu Sosial Shanghai, dalam periode 2018 hingga 2022, tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata di kawasan Delta Sungai Yangtze mencapai 4,8 persen.
Pada periode yang sama, Produk Domestik Bruto (PDB) tahunan kawasan Delta Sungai Yangtze tumbuh rata-rata sekitar 5,5 persen, menyumbang 24 persen dari total nasional. Jumlah kota di kawasan itu yang mencatatkan PDB lebih dari 1 triliun yuan (1 yuan = Rp2.167) atau sekitar 139,28 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp15.861), atau bertambah dari semula enam menjadi delapan kota, menyumbang sekitar sepertiga dari total nasional.
Menurut penelitian Akademi Ilmu Sosial Shanghai, kawasan Delta Sungai Yangtze saat ini berada dalam perjalanannya membangun klaster industri berkelas dunia di berbagai bidang antara lain integrated circuit (IC), biomedis, kecerdasan buatan, dan kendaraan energi baru.
Pada 2022, pendapatan bisnis IC di Delta Sungai Yangtze menembus 720 miliar yuan, yang meliputi lebih dari 60 persen dari total nasional. Di antara 3.000 lebih perusahaan terkait bioteknologi dan farmasi di China, hampir setengahnya berada di kawasan itu.
Laporan tersebut memperkirakan bahwa dari 2018 hingga 2022, total perdagangan luar negeri Delta Sungai Yangtze telah meningkat sebesar 4,01 triliun yuan, dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata berada di level 6,38 persen, meliputi sekitar 36 persen dari total perdagangan luar negeri negara itu.
Namun, kisah Sungai Yangtze tidak melulu soal keberhasilan. Pada Juli 2020, banjir dari Sungai Yangtze telah mengakibatkan sekitar 1,8 juta orang dievakuasi di 24 provinsi, terutama di wilayah selatan China. Kerugian langsung akibat banjir diperkirakan mencapai lebih dari 7 miliar dolar AS.
Banjir mencapai ketinggian 1,4 meter di Kabupaten Linshui di Provinsi Sichuan. Banjir juga pernah terjadi di China terjadi pada 1998, ketika itu lebih dari 2.000 orang meninggal dunia dan hampir 3 juta bangunan rusak, umumnya di kawasan sepanjang Sungai Yangtze.
Tidak heran Presiden Xi Jinping menekankan pembangunan Sabuk Ekonomi Sungai Yangtze guna mendukung dan mendorong modernisasi China agar pembangunan berjalan selaras dengan lingkungan.
Hal tersebut disampaikan Presiden Xi dalam simposium tentang memajukan pembangunan Sabuk Ekonomi Sungai Yangtze di Nanchang pada 12 Oktober 2023.
Ia menekankan pentingnya untuk secara penuh dan dengan sungguh-sungguh menerapkan filosofi pembangunan baru dalam segala hal, memprioritaskan kemajuan lingkungan hidup, serta mengejar pembangunan ramah lingkungan.
Presiden Xi juga menyebut pembangunan di kawasan itu harus dipimpin oleh inovasi ilmiah dan teknologi, sementara perlindungan ekologi dan lingkungan serta pembangunan ekonomi dan sosial harus dimajukan secara terkoordinasi.
Penting juga untuk memperkuat sinergi dalam kebijakan dan bekerja guna membuat rencana jangka panjang, mencari solusi jangka panjang, serta meletakkan fondasi untuk stabilitas yang langgeng, ucapnya.
Deklarasi Budaya
Dalam konferensi "Yangtze Culture Forum" di Nanjing pada 24 November 2023 dengan tema "Flowing Rivers, Converging Future" mantan Wakil Direktur Kantor Urusan Luar Negeri Komite Sentral Partai Komunis China dan eks duta besar China untuk Mesir dan Inggris, Liu Xiaoming, mengajak berbagai pihak mendukung revitalisasi pembangunan untuk masa depan yang lebih baik.
Ia mengatakan, daerah aliran sungai besar di berbagai negara pada umumnya berada dalam kondisi kritis karena dihadapkan dengan laju pembangunan ekonomi dan sosial.
"Kebutuhan akan harmonisasi pembangunan dan kerja sama menjadi lebih mendesak dan perlu keinginan yang lebih kuat. Harus ada konsensus luas atas potensi kerja sama dalam tata kelola ekologi dan lingkungan hidup. Antarperadaban dapat saling belajar satu sama lain," kata Liu Xiamoing di depan peserta seminar yang berasal dari berbagai negara.
Acara tersebut pun melahirkan "Nanjing Declacration of Yangtze Culture Forum 2023" yang dibacakan oleh Direktur dan Perwakilan UNESCO Kantor Asia Timur, Shahbaz Khan.
"Kami menghargai keragaman budaya dan akan bekerja sama membangun jaringan peradaban sungai besar di dunia dengan pola pikir terbuka dan inklusif. Lingkungan di DAS telah membentuk beragam peradaban, dan kami harus menjunjung tinggi prinsip kesetaraan dan saling menghargai, menghormati perbedaan dan bersama-sama melindungi keanekaragaman budaya umat manusia," kata Shahbaz Khan.
Dalam deklarasi itu juga disebut dukungan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendorong pembangunan berkelanjutan dan pengelolaan sungai, meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya melindungi sungai dan warisan budayanya serta mendorong tindakan aktif peran serta masyarakat dalam melindungi sungai.
Sungai Yangtze sebagai sungai terpanjang di China, selain menjaga roda pertumbuhan ekonomi negara itu Sungai Yangtze juga menjadi bagian sejarah peradaban Tiongkok dari generasi ke generasi dengan berbagai liku-likunya.