Mamuju (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat terus menggali peluang dan potensi sumber daya alam (SDA) sebagai salah satu solusi dalam mengatasi kemiskinan ekstrem di daerah itu.
"Kami akan melihat peluang dan potensi SDA untuk dijadikan sebagai program jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang untuk mengeluarkan Sulbar dari kemiskinan," kata Penjabat Gubernur Sulbar Bahtiar Baharuddin di Mamuju, Senin.
Bahtiar menyampaikan hal itu menanggapi hasil rilis BPS tentang kemiskinan ekstrem di Sulbar pada Maret 2024.
Berdasarkan hasil Susenas pada Maret 2024, tingkat kemiskinan di Sulbar sebesar 11,21 persen.
"Tingginya angka kemiskinan ekstrem ini sebagai suatu hal mendasar yang harus dilakukan oleh seluruh pemerintahan di Sulbar," ujar Bahtiar.
Selain menggali potensi SDA, upaya lain yang dilakukan Pemprov Sulbar dalam mengatasi kemiskinan ekstrem itu, lanjut Bahtiar, yakni melalui program gerakan menanam hortikultura dan menebar ribuan kepiting bakau.
Ia mengatakan bahwa pembagian bibit yang selama ini diberikan dan ditanam bersama warga itu, ke depannya akan sangat baik sebagai makanan konversi pangan yang sehat, sehingga menjadi salah satu solusi mengatasi kemiskinan ekstrem.
"Pohon sukun merupakan sumber air bersih dan dapat menambah gizi, sumber pendapatan masyarakat. Begitu juga dengan penanaman pisang cavendish menjadi salah satu upaya dalam meningkatkan perekonomian masyarakat," kata Bahtiar.
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik( BPS) Sulawesi Barat Tina Wahyufitri mengatakan, meskipun mengalami penurunan, namun tingkat kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan di Provinsi Sulbar mengalami kenaikan.
Ia menyampaikan bahwa Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) naik 0,05 poin, sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) naik 0,03.
"Tantangan pemerintah daerah untuk menurunkan dua indeks ini adalah kepala rumah tangga miskin mayoritas tamat SD, yakni sebesar 46,17 persen, sementara 22,73 persen kepala rumah tangga miskin tidak dapat membaca dan menulis," ujar Tina Wahyufitri.
Kemiskinan Sulbar meningkat menurut Tina Wahyufitri, sejalan dengan fenomena bahwa terjadi penurunan pengeluaran pada penduduk tingkat terbawah di Sulbar, terutama mereka yang termasuk dalam kategori miskin ekstrem.
"Perubahan Bantuan Sosial menjadi tunai dan dihapuskannya aturan penggunaan dana desa minimal untuk penanggulangan miskin ekstrem, diduga menjadi faktor yang mempengaruhi hal ini," katanya.
Mengenai kemiskinan ekstrem, lanjut Tina Wahyufitri, maka akan menjadi atensi bagi pemerintah pusat untuk dijadikan sebagai agenda prioritas nasional.