KAHMI Sulsel: Isu lingkungan harus jadi prioritas dalam pembangunan
Makassar (ANTARA) - Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Provinsi Sulawesi Selatan menekankan pentingnya isu lingkungan dijadikan sebagai isu utama dalam setiap proyek pembangunan.
"Itu harus jadi perhatian utama pada setiap pembangunan. Karena selama ini kita hanya fokus pada pengelolaan dampak ketika bencana terjadi," ujar Koordinator Presidium Majelis Wilayah (MW) KAHMI Sulsel Ni'matullah Erbe pada Focus Group Discussion (FGD) dengan topik Mainstreaming Isu Banjir dan Tanah Longsor di Makassar, Sabtu.
Mantan pimpinan DPRD Sulsel ini menyampaikan bahwa dibutuhkan perhatian semua pihak atas dampak kerusakan lingkungan dari pembangunan.
"Memang sudah seharusnya ada upaya mitigasi dan pengelolaan lingkungan secara komprehensif, ini perlu dilakukan secara berkelanjutan," papar pria yang akrab disapa Ulla.
Pihaknya mengusulkan adanya mandatory spending atau belanja atau pengeluaran negara yang sudah diatur oleh undang-undang, di bidang lingkungan hidup agar program pemerintah bisa berjalan secara berkelanjutan dan lebih terencana.
"Mandatory spending di bidang lingkungan hidup itu harus ada. Pemerintah wajib menganggarkan biaya pengelolaan lingkungan hidup dalam APBN dan APBD. Semakin cepat terealisasi maka hasilnya semakin baik pula," ujarnya.
Ulla juga mengatakan konsep mandatory spending merupakan wujud tanggung jawab pemerintah untuk membayar kembali (payback) kerusakan lingkungan hidup akibat kegiatan pembangunan dan investasi yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
"Pemerintah harus membayar kembali semua dampak dan kerusakan lingkungan akibat pembangunan dan investasi yang sudah terjadi. Bentuknya adalah penganggaran memadai yang secara konsisten dilakukan sehingga hasilnya bisa lebih terasa," katanya.
Sementara itu, Ketua Panitia Pelaksana Asri Tadda memberikan apresiasi terhadap sejumlah peserta yang hadir bahwa ada perhatian dan komitmen Bersama terhadap upaya pencegahan serta kepedulian berkaitan masalah lingkungan
"Kami sangat mengapresiasi dan berterima kasih kepada semua peserta yang hadir. Insya Allah, setelah ini KAHMI Sulsel akan melakukan tindak lanjut untuk mempertahankan komitmen bersama yang sudah terbangun. Dalam waktu dekat, kita laksanakan pertemuan lanjutan," kata Asri.
Kegiatan FGD tersebut dipimpin Dewan Penasehat MW KAHMI Sulsel Bachrianto Bachtiar sebagai fasilitator, dihadiri perwakilan pemerintah dan lembaga seperti dari HITI Sulselbar, P3E Sulawesi Maluku, Mapala UIM, Balai Besar KSDA Sulsel, Balai PPI Wilayah Sulawesi, Forum DAS Sulsel, BPPI Wilayah Sulawesi.
Selanjutnya, ICRAF, SCF, Commit Foundation, Walhi Sulsel, Pusat Studi Kebencanaan Unhas dan LPLHIPI. Perwakilan ormas diantaranya KAHMI Sulsel, KKLR Sulsel, PWNU Sulsel, IPMALUTIM, AMSI Sulsel, MKTI, Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel, Harian Fajar, Klik Hijau, Pelakita, dan lainnya.
"Itu harus jadi perhatian utama pada setiap pembangunan. Karena selama ini kita hanya fokus pada pengelolaan dampak ketika bencana terjadi," ujar Koordinator Presidium Majelis Wilayah (MW) KAHMI Sulsel Ni'matullah Erbe pada Focus Group Discussion (FGD) dengan topik Mainstreaming Isu Banjir dan Tanah Longsor di Makassar, Sabtu.
Mantan pimpinan DPRD Sulsel ini menyampaikan bahwa dibutuhkan perhatian semua pihak atas dampak kerusakan lingkungan dari pembangunan.
"Memang sudah seharusnya ada upaya mitigasi dan pengelolaan lingkungan secara komprehensif, ini perlu dilakukan secara berkelanjutan," papar pria yang akrab disapa Ulla.
Pihaknya mengusulkan adanya mandatory spending atau belanja atau pengeluaran negara yang sudah diatur oleh undang-undang, di bidang lingkungan hidup agar program pemerintah bisa berjalan secara berkelanjutan dan lebih terencana.
"Mandatory spending di bidang lingkungan hidup itu harus ada. Pemerintah wajib menganggarkan biaya pengelolaan lingkungan hidup dalam APBN dan APBD. Semakin cepat terealisasi maka hasilnya semakin baik pula," ujarnya.
Ulla juga mengatakan konsep mandatory spending merupakan wujud tanggung jawab pemerintah untuk membayar kembali (payback) kerusakan lingkungan hidup akibat kegiatan pembangunan dan investasi yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
"Pemerintah harus membayar kembali semua dampak dan kerusakan lingkungan akibat pembangunan dan investasi yang sudah terjadi. Bentuknya adalah penganggaran memadai yang secara konsisten dilakukan sehingga hasilnya bisa lebih terasa," katanya.
Sementara itu, Ketua Panitia Pelaksana Asri Tadda memberikan apresiasi terhadap sejumlah peserta yang hadir bahwa ada perhatian dan komitmen Bersama terhadap upaya pencegahan serta kepedulian berkaitan masalah lingkungan
"Kami sangat mengapresiasi dan berterima kasih kepada semua peserta yang hadir. Insya Allah, setelah ini KAHMI Sulsel akan melakukan tindak lanjut untuk mempertahankan komitmen bersama yang sudah terbangun. Dalam waktu dekat, kita laksanakan pertemuan lanjutan," kata Asri.
Kegiatan FGD tersebut dipimpin Dewan Penasehat MW KAHMI Sulsel Bachrianto Bachtiar sebagai fasilitator, dihadiri perwakilan pemerintah dan lembaga seperti dari HITI Sulselbar, P3E Sulawesi Maluku, Mapala UIM, Balai Besar KSDA Sulsel, Balai PPI Wilayah Sulawesi, Forum DAS Sulsel, BPPI Wilayah Sulawesi.
Selanjutnya, ICRAF, SCF, Commit Foundation, Walhi Sulsel, Pusat Studi Kebencanaan Unhas dan LPLHIPI. Perwakilan ormas diantaranya KAHMI Sulsel, KKLR Sulsel, PWNU Sulsel, IPMALUTIM, AMSI Sulsel, MKTI, Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel, Harian Fajar, Klik Hijau, Pelakita, dan lainnya.